47. Kecewa

1K 141 1
                                    

"Samuel kalau sudah gede harus sering gonta-ganti pacar biar keren kayak Bang Idan."

Samuel mengangguk antusias. Bocah laki-laki berumur lima tahun itu baru saja diantarkan sekolah oleh Zidan. Tadi, saat Kinan mampir sebentar di toko kue, Samuel tidak sengaja bertemu dengan Zidan. Cowok itu pun mengajak Samuel untuk pergi bareng.

"Beres." Samuel mengangkat dua jempolnya.

"Samuel masuk sekolah dulu. Mau lihat cewek cantik."

Zidan terkekeh. "Samuel jangan kangen sama Abang."

Samuel mengerutkan kening. Samuel menatap dalam manik mata Zidan. Sebenarnya Samuel bingung. Untuk apa dia harus Kangen cowok yang ada di hadapannya?

"Samuel enggak bakal ngangenin Abang," serunya.

"Janji?" Samuel mengangguk. "Kalau suatu saat Abang pergi, Samuel jangan kangen, ya?" ucap Zidan.

"Mau pergi ke mana?"

"Abang mau pergi ke New York! Abang Idan mau kuliah di sana sambil cari papih," ucap Zidan semangat.

"Ngapain dicari? Udah kayak orang hilang." Samuel terkekeh geli. Namun, tawanya terhenti kala pandangan bocah itu tertuju ke Zidan yang menunduk.

"Abang Idan," panggil Samuel.

Tidak ada jawaban. Zidan menghela napasnya berat. Cowok itu membalikan badannya untuk kembali ke motor yang terparkir di pinggir jalan. Samuel sendiri turut mengejar Zidan sampai satu kakinya menginjak tali sepatu dan hal tersebut membuat Samuel terjatuh.

"Samuel!"

"Samuel enggak kenapa-kenapa, Bang," ucap Samuel dengan senyum untuk meyakinkan Zidan.

"Bener? Mau Abang anterin ke Puskesmas?"

"Enggak usah. Abang Idan, maafin Samuel," katanya.

"Samuel enggak salah. Abang Idan berangkat sekolah dulu. Nanti, kalau mau dijemput tinggal telepon."

"Abang Idan enggak bakal ke——"

Zidan menggeleng. "Abang enggak bakal ke markas. Abang sudah bukan anggota Graxtual."

*****
"Kenapa lo, Mas? Bibir lo ditekuk kayak gitu."

"Gue kangen sama Zidan," balas Dimas tanpa melirik Lia.

Lia tahu betul kalau Dimas dan Zidan itu sangat dekat. Namun, semenjak kematian Anita membuat Zidan menjauhi anggota inti Graxtual. Lia mengusap lembut bahu Dimas seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja. Lia tahu rasanya berpisah dengan sahabat itu sangat menyakitkan.

"Zidan yang sekarang berbeda," kata Dimas.

"Dia akan kembali menjadi Zidan yang dulu."

Tiga orang cowok memasuki kelas dengan napas tersengal-sengal. Tadi, mereka ketika mau pergi merokok di rooftop malah ketahuan Bu Maya atau wakil kepala sekolah SMA Bramasta. Salah satu diantaranya yaitu Zidan. Cowok itu menatap sekelilingnya dengan tatapan tidak minat, lalu dia berjalan ke arah tempat duduknya yang berseberangan dengan Dimas.

"Lia, bahkan dia enggan duduk di sini lagi."

"Mungkin karena ada gue."

"Dim."

"Dimas," panggil Zidan.

Dimas meneguk ludahnya susah payah. Baru kali ini dia mendengar namanya disebut dengan benar oleh sahabatnya itu. Dimas menoleh ke arah Zidan.

"Kenapa, Dan?"

"Gue pinjem catatan sosiologi? Gue enggak bakal nyontek tugas lo, tapi gue cuma mau nyalin catatan yang selama ini enggak pernah gue tulis," kata Zidan.

A&B | Kita Belum Usai [Ending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang