Di Senja Itu || Namun..

24 4 0
                                    

Dimulai dari perkenalan yang begitu singkat dan tiba - tiba itu, Naren pun akhirnya bisa mengenal lebih dekat sosok yang selama ini hanya dapat ia lihat dari jauh saat pulang sekolah itu. Mengenal Faya, membuat Naren turut menyukai senja sebagaimana gadis itu mengagumi momen bergantinya siang menjadi malam. Setelah mengenal Faya, Naren menemukan hobi baru selain belajar. Yaitu, menikmati senja bersama seorang Faya, gadis manis yang selalu mengenakan gaun berwarna biru dengan senyum yang juga manis dan menjadi candu bagi Naren.

"Kamu kenapa selalu pulang sekolah di penghujung hari begini?" tanya Faya di suatu sore kala mereka tengah menikmati langit senja di atap sekolah. Adalah ide Naren sendiri untuk mengajak Faya menyaksikan matahari terbenam di sana. Katanya, sunset akan terlihat lebih jelas dan indah jika dipandang dari atap sekolah. Dan terbukti, ucapan Naren memang benar. Langit jingga yang juga dihiasi bias warna lainnya itu terlihat lebih jelas dan mengagumkan. Faya yang merupakan pengagum senja bahkan tak dapat berhenti tersenyum sejak tiba di atap sekolah.

"Hmm ... kenapa, ya?" gumam Naren seraya memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan gadis di sampingnya itu. "Karena ... ibu aku berangkat kerjanya itu di waktu - waktu seperti ini," jawabnya kemudian.

Melihat kening Faya yang berkerut lucu karena tak mengerti dengan jawabannya, Naren terkekeh singkat, sebelum terdiam beberapa saat sembari menimbang bagaimana ia harus menjawab pertanyaan tadi.

Menghela napas pelan, Naren pun kembali membuka suara. Menjelaskan bahwa ia memiliki seorang ibu yang merupakan seorang single parent dan bekerja sebagai guru les privat.
Ibunya yang seorang pengajar itu sangat mengkhawatirkan nilai - nilainya di sekolah hingga hampir bisa disebut dengan obsesi. Naren dituntut untuk selalu belajar dan belajar agar ia terus menjadi yang pertama. Menjadi juara umum adalah sebuah keharusan, dan ibunya tidak memperbolehkannya mendapat peringkat di luar itu. Setelah seharian belajar di sekolah, Naren diharuskan untuk lanjut belajar di rumah jika ingin mendapatkan makan malam. Memang sekeras itu ibunya menuntutnya untuk belajar, demi memuaskan dahaga sang ibu akan nilai yang sempurna.

Oleh karenanya, pulang ke rumah adalah hal terakhir yang Naren inginkan. Karena alih - alih disambut dengan hangat ketika pulang, ibunya malah hanya akan menanyakan nilai - nilainya di sekolah, lalu menyuruhnya untuk belajar lebih giat lagi. Entah harus sekeras dan segigih apa lagi Naren harus belajar tiap harinya. Karena jujur saja, ia lelah dengan obsesi sang ibu terhadap nilai sempurna yang harus selalu Naren dapatkan.

"Mungkin Ibu akan berhenti menuntut aku belajar kalau aku sudah mati karena tertekan." Naren terkekeh dengan wajah sendu setelah mengucapkan hal itu.

Naren bimbang. Di satu sisi, ia mencoba untuk ikhlas dan berusaha menyenangkan hati ibunya dengan belajar sesuai permintaan wanita yang telah membesarkannya itu, namun di sisi lain, Naren juga merasa tertekan karena tak dapat melakukan apa yang benar - benar ia inginkan karena harus disibukkan dengan belajar dan belajar.
Namun pada akhirnya, Naren memilih keduanya. Menjadi anak yang berbakti dengan menyenangkan hati ibunya, dan juga melakukan apa yang ia inginkan, yaitu ... menjauhi sang ibu dengan alasan belajar. Ya, ia memang sengaja pulang ketika malam hampir tiba, agar ia tidak bertemu ibunya yang berangkat kerja di sore hari.

Faya yang mendengar ceritanya hanya menatap Naren dalam diam. Tangan gadis itu hendak menepuk pelan punggung Naren yang nampak rapuh, namun ...







































Next

You + Me = Undefined-able Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang