🌱 1. Marsel Dirgantara

7 3 1
                                    

*****

Mars sampai dirumah sore hari sekitar pukul 3 sore. Kepalanya rasanya mau pecah karena terlalu banyak memikirkan kemarahan ibunya. Ia juga mengkhawatirkan Ayahnya yang sekarang pergi entah dimana. Tangannya bergetar saat memegang gagang pintu rumahnya. Sambil memegang tas dipunggungnya ia menghela nafas berat lalu berdoa dalam hati semoga nasibnya baik hari ini.

Clek!

Hal pertama yang ia liat adalah isi rumahnya yang sudah seperti kapal pecah. Banyak pecahan beling dimana-mana dan barang-barang tidak tersusun ditempat yang seharusnya.

Prang!

Mars masih bernasib baik karena gelas yang entah dilempar darimana melayang kearahnya. Nasib baik Mars masih bisa menahannya dengan tangannya dan pecah saat menyentuh lantai. Sekarang yang ia lihat didepannya adalah wajah ibunya yang sudah memerah menahan amarah. Sangat terlihat jika sang ibu juga menangis, ada jejak air mata di pipinya. Ibunya pasti sangat terluka karena kepergian Ayahnya.

"Udah ingat rumah? Puas sekarang kamu? Suami saya pergi dari rumah itu gara-gara kamu! Kurang baik apa saya sama kamu? Masih untung saya kasih kamu makan, kasih kamu tempat tinggal dan ini balasan kamu? Anak gak tau diuntung!"

Prang!

Sebuah vas bunga dilayangkan dan sialnya sekarang terkena Mars yang kini sudah jatuh terduduk sambil memegangi pelipisnya. Ia memejamkan matanya sambil mengusap darah yang mengucur keluar dari luka dipelipisnya lalu menekan lukanya agar darahnya berhenti keluar.

"Ma, aku juga gak tau kenapa Papa pergi dari rumah, aku gak tau alasannya apa. Aku juga selama ini jarang ketemu Papa karena Mama yang larang aku. Gimana caranya aku bisa ngadu--"

"KAMU ADA DI DUNIA INI JUGA SALAH! KAMU GAK SEHARUSNYA LAHIR DARI RAHIM SAYA! SEHARUSNYA SAYA HIDUP BAHAGIA SAMA ORANG YANG SAYA CINTA TAPI KARENA KAMU HIDUP SAYA BERANTAKAN! KALO KAMU GAK BISA BIKIN SAYA BAHAGIA MINIMAL KAMU BISA BERGUNA!" sang Ibu mencengkram lengan Mars lalu menabrakannya didinding yang membuat punggung sang anak merasa sakit dan pening disaat bersamaan.

"Kalau pun aku mau, aku gak bisa milih mau hidup di keluarga siapa. Aku juga gak berharap bisa lahir dari rahim Mama. Aku gak tau apa kesalahan aku sampe bisa bikin Mama sebegitu bencinya sama aku. Mama sadar? Papa juga pergi karena Mama yang selama ini cari kesalahan Papa terus. Terakhir kali Mama berantem sama Papa karena nuduh Papa selingkuh, tapi ternyata apa? Mama yang terlalu protektif. Di kehidupan selanjutnya aku berharap aku gak mau lahir dari rahim seorang wanita yang menyesal karena sudah melahirkan darah dagingnya sendiri! Aku juga menyesal sudah lahir dari rahim Mama!"

"MARSEL DIRGANTARA!" Mars tersentak kaget saat sang ibu mengguncang tubuhnya sambil membentaknya dengan keras. Bisa dilihat dari pelupuk mata sang Ibu yang berair berarti wanita paruh baya itu sedang menahan tangisnya.

"Mama tau apa yang bikin seorang anak sakit hati? Itu perkataan dari orang tuanya sendiri. Mama bahkan gak pernah kasih kehangatan ke aku. Ini namanya menyakiti dari dalam, Ma. Gimana caranya aku bisa tau kalo Mama gak kasih tau aku apa masalahnya. Kalo waktu bisa diputar aku mau ikut Papa aj--"

PLAK!

Waktu seakan berhenti berputar kala kepala Mars berpaling kesebelah kanan. Pelaku yang menampar hanya bisa menatap Mars yang terpaku dengan nafas naik turun.

"Kamu mau ketemu Papa kamu, ha?" Sang ibu pergi dari hadapan Mars lalu datang kembali dengan membawa sesuatu ditangannya.

"Kenapa Mama tahan aku kalo aku ini pembawa sial? Kenapa aku gak boleh ikut Papa dan kenapa kesannya Mama mau mempertahankan aku lebih lama? Seharusnya Mama bunuh aku aja saat aku masih didalam kandungan. Sebenarnya aku ini siapa, Mah? Aku bingung sama permasalahan ini!"

MARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang