Chapter 42

662 170 37
                                    

Senang kan kalian chapter turun setiap hari? 😌😌 Wohiya jelas. Orang yang kemarin udah pecah. Kan janjinya emang harus pecah 50 baru next.

BISAAAAA BANGET DAH.
Pecahin lagi yaaa 🤣🤣 biar besok update lagi. Wkwk

***

Jeni memandang tajam pada Vanilla yang masih tersenyum tanpa dosa padanya. “Saya tidak pada tempat bisa menyukai atau tidak terhadap Tuan Muda Sillabent.”

“Kenapa tidak?” tanya Vanilla. “Bukannya setiap orang punya hak untuk suka atau tidak pada orang lainnya?”

“Saya hanya seorang pelayan.”

Vanilla mendengkus. “Apa Anda pernah jadi kesatria, Nyonya?”

Jeni terdiam. Ia mengepalkan tangan begitu mendengar pertanyaan Vanilla.

Vanilla bersandar pada kursinya. “Saya melayani banyak majikan setelah tiba di kediaman Morene. Saya terbiasa mengamati raut wajah seseorang. Bahkan saking terbiasanya saya bisa membaca karakter seseorang. Anda memang pelayan, tetapi sebenarnya Anda kesatria ‘kan? Terlihat jelas dari gestur gerakan Anda yang terlatih. Apa Nona tahu?”

“Tidak ada bukti bahwa aku seorang kesatria,” jawab Jeni dengan ketus. Ia sangat tidak menyukai orang manipulatif seperti Vanilla.

“Tenanglah, Nyonya. Saya tidak punya niat buruk. Sir Ercher menyukai Nona Terra. Bukakah mereka dipertemukan untuk saling memilih? Saya butuh uang untuk hidup dan pekerjaan seumur hidup yang mengharuskan saya untuk menetap. Saya sudah lelah bekerja sementara.”

Jeni menunggu apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh Vanilla.

“Jika Nona dan Sir Ercher bisa bersama, saya bisa bekerja di kediaman Sillabent tanpa harus pindah tempat kerja.” Selain itu Vanilla juga punya kesepakatan lain dengan Terra dan Ercher—meski secara tak langsung.

Hanya kedua orang itu yang bisa memenuhi keinginan Vanilla. Jika ia mau keinginannya terkabul, maka Vanilla harus berusaha keras membuat mereka bersama meski awalnya ia datang karena diminta oleh orang lain.

“Jadi,” kata Vanilla lagi. “Saya kan tidak bisa diam saja kalau Anda tidak menyukai majikan saya padahal majikan Anda sangat suka Sir Ercher.”

***


“Jeni?”

Terra terus menepis tangan Jeni yang bergerak menggelung rambutnya di dalam busa shampo. Sudah berkali-kali dipanggil, tetapi palayannya itu tidak juga menyahut dan berhenti. Kenapa dia melamun? Tidak biasanya.

“Jeni!” teriak Terra agak keras.

“Ya?” jawab Jeni yang sepertinya baru saja tersadar dari lamunannya. “Ada apa?”

Terra menunjuk kepalanya dengan raut wajah geram. “Kau nyaris menimbunku dengan busa rambut.”

“Ah, maaf, Nona.” Jeni langsung menjauhkan tangannya dari kepala Terra dan membilasnya sebelum Terra berendam.

Jeni duduk tak jauh dari bak mandi Terra. Percakapannya dengan Vanilla masih teringat jelas. Selama ini, orang yang tahu bahwa Jeni adalah kesatria katedral hanyalah Viscount Bellidona dan putranya. Lalu beberapa pelayan dewa yang berada di Roam—karena memang Jeni berasal dari sana.

Tentang pertanyaan Vanilla, sejujurnya Jeni tak memiliki perasaan apa pun. Bisa dikatakan bahwa dirinya tak punya tanggapan istimewa terhadap Ercher Sillabent. Ia tak membenci pria itu, tetapi Jeni juga tidak bisa sembarangan menyetujui pria itu meski Terra menyukainya.

Bagi Jeni sendiri, Terra sudah punya banyak nama buruk di Bellia. Apa Terra sekali lagi harus menerima julukan sebagai wanita yang menikah dengan anak haram Keir? Ercher memang tidak bersalah, tetapi pandangan publik jauh lebih mengerikan walaupun Terra tak pernah menganggapnya sama sekali. Haruskah Jeni menyalahkan Viscount Philips karena ini?

The Baron's Heart (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang