11. Takut kehilangan

10 2 0
                                    

"Sus, tolong ambilkan alat pacu jantung sekarang." pinta Dokter Idris.

"Iya dok."

Aska sedang ditangani tim medis di dalam sedangkan keluarga Aska dan teman-temanya gelisah menunggu kabar baik dari Dokter. Daniya baru tau Aska masuk rumah sakit dari Hafzah teman bertengkar sekaligus sahabatnya tadi ia menelpon agar Daniya segera pulang ke Surabaya.

Daniya sedang berada di Jakarta menemui Neneknya di kampung halaman bersama Ayah dan Ibunya. Ia minta maaf belum bisa pulang sekarang karena masih ada tamu dari luar kota yang harus di temui Daniya tidak mungkin izin pulang ke Jakarta sendirian.

"Kenapa mukanya murung gitu mikirin apa kamu." tanya suci lewat kamar Daniya sambil membawa nampan berisi satu gelas kopi panas ke arah ruang tamu.

Kalo gue nekat nyusul Aska ke Jakarta sendiri pasti gak bakal di bolehin mama. ringisnya berkutat dengan pikiran nya sendiri takut Suci marah.

Gadis itu punya ide cemerlang. Oya gue telfon evan aja dia kan sabahatnya Aska sama Ata pasti dia mau lah bantu gue dalam artian kan gue Cantik gitu loh. ucap dia bicara sendiri tampak mengibaskan rambut ke samping.

"Daniya, eh malah bengong." kata Suci menjewer kuping anak nya terdengar galak tapi perhatian.

"Punya kuping jangan untuk cantelan wajan, mama nya manggil gak pernah denger."

"Aduh-aduh sakit ma."

"Maaf Ma. Lagian Mama dateng gak ketuk pintu dulu. dengus Daniya agak kesal bibirnya menukik menampilkan senyum manis pada mamanya."

"Gak usah senyum-senyum gitu, pasti kamu ada maunya kan." sindir suci."

"Mamah tau aja, hehe."

"Ehem."

"Lagi pada ngobrolin apa, kaya nya serius bener." senggol Arga.

"Papa! jangan bikin mama darah tinggi deh, Nanti mama cepet tua." celetuk Suci merajuk pada suaminya.

"Mama kamu kenapa Neng. Papa gak ada salah loh barusan dateng dimarahin."

"Biasa pms kali."

"Apa PNS?"

"PMS pah, kalo PNS itu pegawai negri."

"Kalo cewe lagi Pemes galak ya." kata Arga mengeja satu-satu hurufnya ribet.

Daniya mengubah raut wajahnya menjadi sok galak.

"Rawr."

"Hahah."

Tawa Daniya mengema seisi rumah juga pun ikut tertawa akibat ulah jail Arga. Suci yang tadinya merajuk malah tertawa lepas.

"Anakmu lucu ya ga, mau gak kalo om jodohin sama Anak om nama nya Azriel dia masih setudy di luar negri loh." kata Jordi membanggakan sang putra.

Tentunya Daniya akan menolak mentah-mentah jika di jodohkan oleh orang lain selain Aska lagi pula dia masih terlalu labil tengang pernikahan.

Arga duduk di kursi sofa samping Daniya dan juga Istrinya tersenyum lebar. "Anak ku masih terlalu kecil Di, biarin dia milih cowo sendiri yang buat dia nyaman selain ayah nya." kekeh Arga merangkul sang istri.

"Haha iya. Ga, yaudah saya pamit pulang dulu."

"Hati-hati. Kalo udah sampe Kalimantan kabarin, salam juga sama keluarga di rumah."

Tinn...tin.

"Saya pulang, Assalamualaikum."

°°°

Pagi ini rencana nya Daniya ingin pulang ke Jakarta sendiri di jemput Evan di bandara tapi otang tua Daniya tidak setuju anaknya pulang sendiri jadi mereka memutuskan untuk tetap memaksa ikut pulang.

"Pagi om, tante."

"Nah itu Evan pa."

"Lama banget sih."

"Maaf tuan putri saya terlambat." gaya Evan membungkukan kepala sudah seperti ajudan kerajaan Daniya terkeh pelan.

"Bisa aja lu."

"Ayok, katanya kanget Aska."

Daniya langsung memukul Evan dengan keras. "Bisa diem gak sih sehari! Jail mulu perasaan."

"Perasaan cintamu pada Aska." ejek Evan tanpa dosa.

"Ma liat geh evan, mulai lagi." tujuk Daniya.

"Udah ayok kita lansung berangkat sekarang."

°°°

Evan menghidupkan setater mobil langsung tancap gas menuju rumah sakit tempat Ata dan Aska dirawat. Mama dan papa Daniyya belum tau jika yang mau mereka jenguk anak teman lama mereka Santika.

Dunia itu sempit ya semua hal bisa saja terjadi. Santika dan Arga sudah lama bersahabat dari Smk semenjak Santika menikah mereka hilang kontak sampai sekarang baru bisa berjumpa kembali. Wajar jika mereka sudah punya kehidupan masing-masing.

"Aska sakit apa van, kenapa bisa masuk rumah sakit?" tanya Naura mama Daniya.

"Emm, pembuluh darah di kepala Aska pecah tan dan sampe sekarang belum sadarkan diri." kata Evan menjelaskan.

Daniya terus memandang jendela mobil tanpa henti, ia tidak bisa berbohong dengan perasaanya dia sangat khawatir terhadap Aka egonya ia turunkan sedikit lalu memejamkan mata.

"Dan, kamu gak mau liat Aska." tegur Evan.

Daniya agak ngeri melihat perban Ata yang baru saja di ganti anaknya memang sudah sadar daru tadi karena pengaruh obat penenang jadi masih terlelap untuk beberapa saat.

"Gue belum siap liat Aka, Van." kata Daniya sesungukan.

"Yang kuat sayang, Mama tau kamu pasti kawatir sama Aska."

"Mah. Boleh ya Daniya nginep di sini buat malem ini jagain Aka."

"Boleh."

"Makasih. Ma."

Bersambung.
-ATASKA-

ATASKA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang