Gerombolan burung yang hinggap di atas pohon ek sepanjang jalanan menuju gerbang merasa terganggu dengan kehadiran Renggana. Terutama ketika gadis itu berkali-kali terjatuh dan menimbulkan suara yang cukup keras.
Tubuhnya basah akan keringat. Sedangkan bibirnya mulai memucat dan kering. Tapi Renggana tetap tidak ingin menyerah. Meskipun jarak yang ditempuhnya bahkan belum mencapai setengah, Renggana yakin dia mampu untuk bebas dari Edzsel.
"Benar-benar kelinci yang periang. Kesayanganku rupanya suka sekali menjelajahi hutan." sebait kalimat bernada marah melompat keluar dari bibir Edzsel.
Pemuda itu masih mengamati Renggana secara diam-diam. Matanya menghunus tajam punggung Renggana.
Jujur saja, Edzsel mulai bosan dan jengah menunggu Renggana. Gadis itu sangat keras kepala padahal tubuhnya begitu lemah."Hahhh ... aku benar-benar bisa menjadi hantu gentayangan jika terus mengikutimu seperti ini, Sayang."
Hantu atau apapun itu tidaklah terlalu hebat jika dibandingkan dengan Edzsel. Pengintaian dan kemampuannya dalam menyembunyikan diri jauh melebihi batas wajar seorang manusia.
Langkah kaki Edzsel bahkan tidak menimbulkan suara sedikit pun ketika bergesekan dengan kerikil maupun tanah. Edzsel sangat lihat menghindari benda-benda yang berpotensi untuk menimbulkan suara.
Pemuda itu benar-benar sudah muak dengan kekonyolan Renggana. Dia kemudian mengirimkan pesan kepada Robert untuk segera menjalankan rencana yang telah ia susun sebelumnya.
Brakkk! Renggana jatuh tersungkur karena kakinya tak sengaja menyandung akar pohon.
"Shit! Kau benar-benar akan dalam masalah jika terus saja membuat luka baru pada tubuhmu, Renggana." desis Edzsel tajam di saat matanya menangkap Renggana baru saja terjatuh di dekat sebuah pohon pinus.
Nafasnya memburu hidup. Gadis itu terengah-engah dengan tangan yang sibuk meremas dada. Panas sekali. Berjalan sejauh ini benar-benar menyiksa jantungnya yang lemah.
Kinerja otak Renggana pun mulai turun. Matanya semakin sayu ketika matahari masih terjaga dan belum akan hilang sinarnya.
"Bodoh sekali. Bukankah aku sudah memberikan ponsel kepadamu, Nana? Kenapa kau tidak menghubungi keluarga sialanmu itu, hah?!" Edzsel benar-benar marah karena Renggana tidak juga bergerak sesuai skenario yang dibuatnya. Tapi pemuda itu bahkan tidak bisa berteriak dan hanya bisa mendumel saja.
Robert:
Satu menit lagi pesta dimulai, Tuan.Pesan dari Robert sampai bersamaan dengan suara tembakan yang saling beradu di sisi utara hutan. Edzsel terkekeh melihat bagaiamana paniknya wajah Renggana saat ini.
"A-apa itu?" tanya Renggana pada angin. Tentu saja dia hanya bisa bertanya kepada benda mati. Pasalnya gadis itu percaya bahwa saat ini dirinya sedang sendirian di hutan.
"Apa lagi, Sayang? Tentu saja malaikat mautmu. Yaa ... jika kau terus keras kepala tentu saja aku tidak ada pilihan lain selain membuatmu merasakan neraka, bukan?" pemuda itu menjawab lirih. Selirih suara daun jatuh hingga hanya dirinya sendirilah yang bisa mendengarkan.
Dorrrrr!
"Ahhhhh! Nenek!"
Suara tembakan juga teriakan Renggana berkolaborasi menjadi instrumen memuakkan bagi Edzsel. Ekspresi yang sebelumnya nampak begitu gembira kini berubah gelap dan datar, ketika dia mendengar Renggana meneriakkan kata sialan 'nenek'.
"Seharusnya kau memanggilku."
Belati di tangan kanan Edzsel sudah berpindah tempat. Benda pipih berkilau tersebut menancap dalam pada pohon tempatnya bersembunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Escape: Look At Me, Your Devil Angel
Mysterie / Thriller"Merindukanku, sayang?" Suara itu. Senyuman iblis itu. Wajah yang tersenyum seolah tak berdosa yang pria itu tunjukkan membuat hati Renggana mendadak berubah menjadi remah roti yang siap hancur kapan saja. "Ba-bagaimana kau bisa ada disini?" "Itukah...