Sang mentari masih enggan menampakkan diri, titik-titik embun masih terlihat di sela-sela dedaunan, langit bahkan masih merah kekuningan.
Hari masih sangat pagi ketika Sakura sudah sibuk mengobrak-abrik dapur. Bau harum mulai tercium ke seluruh ruangan. Senandung lembut terdengar, membuat rumah yang sunyi seolah hidup.
"No-nona kenapa Anda yang masak?" Kepala koki tampak gelagapan ketika melihat putri majikannya itu tengah sibuk memindahkan masakannya ke dalam mangkuk.
Tak mengindahkan pertanyaan Sang koki Sakura justru sibuk mempercantik hidangannya, hitung-hitung pencitraan sebagai tanda maaf karna ulahnya kemarin."Siap!" seru Sakura penuh kebahagiaan. Jika saja Kepala koki dapat melihat ribuan bunga imajinasi yang mengelilingi Sakura.
Berbalik ke arah Kepala koki, Sakura lantas memerintahkannya untuk menghidangkan masakannya ke meja makan. Tak lupa Sakura berpesan untuk memastikan ayah dan ibunya tetap ada di meja makan hingga Sakura siap kembali ke sini.
"Baik Nona," Patuh Kepala koki.
Dibantu dengan pelayan lain, Sang koki mulai membawa satu demi satu masakan nona mudanya itu. Tak ada satu pun yang tertinggal semua tersusun rapi di atas meja, tinggal menunggu tuan dan nyonyanya turun.
Semua pelayan berbaris rapi di setiap sisi meja makan, bersiap ketika tuan mereka memerlukan sesuatu. Tak berapa lama Bima dan Agata telah siap dengan pakaian yang rapi seperti biasanya.
"Kalian masak sepagi ini?" tanya Agata ketika melihat makanan telah tersaji di atas meja, karna biasanya mereka akan menunggu sambil minum kopi atau teh selama setengah jam.
Mendengar hal itu Kepala Koki lantas maju dan membungkuk sebelum menjelaskan, "Maaf Nyonya, ini semua masakan nona. Tadi saat saya ke dapur, nona telah menyelesaikan masakannya Nyonya."
Mendengar penjelasan dari Koki, Agata lantas menatap Bima.Mengerti arti tatapan sang istri, Bima lantas bertanya, "Lalu, di mana Sakura sekarang?" tanya Bima.
"Nona berpesan agar Tuan dan Nyonya menunggu nona terlebih dahulu Tuan, sepertinya nona sedang membersihkan diri," jawab Koki sebelum undur diri.
Benar saja tak berapa lama setelah Kepala Koki mengundurkan diri, Sakura bergabung setelah membersihkan diri.
Sejenak Bima dan Agata terpaku pada putri mereka itu. Tak terasa kini Sakura telah tumbuh menjadi gadis cantik, rambut merah mudanya telah tumbuh memanjang, matanya yang dulu bulat penuh binar kebahagiaan perlahan menyayu dengan kesan tajam, tubuhnya yang tampak lebih tinggi dan mulai terbentuk. Persisi seperti perpaduan antara Bima dan Agata.
"Ayah dan Ibu kenapa belum makan?" Sedikit berbasa-basi tampaknya mampu mencairkan kecanggungan yang ada.
Lihat, mereka keluarga tapi kenapa seolah seperti orang asing?
"Sejak kapan rambut kamu sepanjang itu Saki?" Pertanyaan itu spontan keluar dari bibir Bima.
Jika Sakura memiliki mata emerald Agata, maka Bima memberikan gen rambut merah mudanyanya untuk putrinya. Bima adalah Sakura versi laki-laki.
Sejenak Sakura tampak bingung akan pertanyaan ayahnya itu, namun setelah menyadari kenapa alasan di baliknya Sakura mengerti.
"Terakhir Saki potong rambut empat bulan yang lalu," jelas Sakura.
"Kalian belum jawab kenapa baru makan sekarang, kan makanannya mulai dingin kalo baru dimakan sekarang," Kembali pertanyaan yang sama Sakura berikan.
Bima tersenyum lembut. "Nunggu kamu," jawabnya.Hanya dua kata yang Bima ucapkan tetapi mampu memorak-porandakan hati Sakura. Di dalam hatinya Sakura bersorak gembira mengetahui orang tuanya bisa bersikap seperti ini.
"Kalo gitu Saki bakal masak setiap hari biar bisa sarapan bareng sama kalian," sahut Sakura penuh antusias.Tanpa mau melihat respon kedua orang tuanya, Sakura kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Euforia yang ia rasakan tampaknya membuatnya tak menyadari perubahan ekspresi kedua orang tuanya.
"Apa selama ini Sakura kesepian?" batin Bima menatap Sakura dengan pandangan yang sulit di artikan.
Hati Agata berdenyut nyeri, ia pikir selama ini putrinya baik-baik saja ketika tak bersama mereka. Tapi pagi ini ia mengetahui bahwa Sakura sangat-sangat kesepian dan merindukan mereka.
"Aku Ibu yang buruk ya?" cela Agata pada dirinya sendiri.Untuk pertama kalinya setelah beberapa waktu berlalu, Sakura dapat berkumpul bersama kedua orang tuanya sedikit lebih lama. Tak banyak hal yang dapat dibincangkan, namun setidaknya Sakura dapat mengetahui bahwa ibu dan ayahnya baik-baik saja.
"Semoga bisa gini setiap hari," Doa Sakura dalam hati.