14. Salah paham

9 2 0
                                    

Daniya berjalan lesu di pinggir terotoar jalan raya menunggu angkutan umum yang melintas berhenti di hadapannya tapi panas terik matahari sangat menyengat sampai menyilaukan mata. Tangan Dania menghalau panas yang masuk ke kornea mata.

"Panas banget, mana sih anggkotnya gak muncul padahal udah lama banget gue nunggu." keluh Daniya mengibaskan tangan panas.

"Namanya nunggu ya panas mbak," seru salah penumpang cewe di depan samping sopir ramah.

"Iya. Mbak lagian kalo naik angkot itu memang panas, sumpek adek ini cantik-cantik kok mau naik angkot bareng kita."

"Gak papa bu, ngirit ongkos."

"Loh adek bukanya anak SMU Sinar Harapan kan. Hayo bolos, Ya." seru pak supir angkot.

Daniya malah tidak menggubris penuturan dari supir angkot dan ibu-ibu di sekitarnya, yang terpenting Ia sampai rumah sakit ingin cepat bertemu Aska. Entah kenapa perasaanya sedari pagi tidak enak memikirkan Aska terus ada apa?

Apa terjadi sesuatu dengan Aska? yang dania lewakan selama beberapa hari terakhir jarang menjenguk anak itu. Apa dia baik-baik saja pikiranya seolah di penuhi oleh nama Aska...Aska terus.
Setelah tadi pagi ia tertidur di kelas mengigau memanggil nama Aska dirinya jadi tidak waras.

Padahal awalnya Daniya tidak akan sedalam ini jatuh cinta pada seseorang apa ini yang dinamakan jatuh cinta?

"Pak, minggir depan ya. Saya turun disini aja."

"Iya, Neng."

"Waduh, dek. Gak ada duit kecil tah?tanya tukang angkot itu merogoh saku bajunya mengeluarkan uang logam lima ratus perak warna putih dan uang dua ribuan, "Saya cuman supir angkot Mbak. Adanya recehan gak papa."

"Gak papa, pak. Itu juga duit kalo ada banyak bisa di tukerin di Bank kan lumayan." kekeh Daniya.

" iya juga dek."

°°°
Seorang siswi berbanda biru laut mengeratkan pegangan kedua tali tasnya memandang gedung besar nan luas bertuliskan Rumah sakit Kasih Ibu langkah kecilnya ia ayunkan kearah pak satpam di depan pintu masuk.

Ia berusaha tenang tapi hati kecilnya bimbang, takut kejadian di mimpi tadi pagi menjadi kenyataan.

Dania melihat dokter dan suster berlari keluar dari ruang ICU tempat Aska di rawat beberapa hari lalu sambil mendorong bankar keluar dari rumah sakit menuju ambulan.

"Aska tunggu! Mau kemana."

Daniya mengejar Dokter Ibrahim yang hampir masuk ke dalam Ambulan tanganya di tahan Daniya.

"Ada apa, Nak?" jawab Dokter Ibrahim.

"Aska mau dibawa kemana Dok?"
tanya Daniya polos.

Ia memang tidak tau jika itu bukan Aska melainkan orang lain yang mau di rujuk ke rumah sakit Singapura untuk mendapatkan perawatan terbaik karena indonesia masih belum lengkap alat-alatnya.

"Aska?"

"Dokter Ibra, itu bukan Aska kan Dok." desak Daniya.

Dokter ibrahim menggeleng pelan lalu tersenyum, "Bukan."

Dania menghela napas lega. "Kalo itu bukan Aska terus Aska dimana, Dok?"

Tanpa Daniya sadari laki-laki yang duduk di kursi roda di belakangnya tersenyum lebar tanganya bertaut menggenggam tangan mamanya.

"Aska ada di belakang lo, Daniya." Seru Evan.

Daniya membalikan badan, "Aska. Gue kangen." kata Daniya.

Dia menghampi Aska berjongkok tepat di hadapan laki-laki yang sangat Dania tunggu akhirnya sadarkan diri dari tidur panjang. Dia rindu suara Aska, wangi farfum yang Aska pakai beda dari anak sebaya nya masih bau minyak telon mangkanya Daniya suka.

"Aska masih inget Daniya kan?"

"Pasti inget lah, kan tu bocah gak lupa ingetan."

Daniya cemberut mengkentak kan kaki kesal menyengol bahu Evan. "Ka, lu udah boleh pulang kan awas lu biar gue yang bantu Aska awas lu ikut." usir Daniya.

"Sabar mbak."

Mobil sport warna biru dan motor secupy kuning perlahan masuk ke pekarangan parkir rumah sakit mereka hampir saling salip hingga hampir menabarak pasien.

"Gue duluan yang mau nyamperin Aska kenapa lu sewot sih." sinis Aldian.

"Gue duluan, gak usah dempet-dempet jalan lebar." jawab Devan tetap jalan mendahului Aldian.

"Wes gak bisa gitu Bang. Yang tua ngalah."

"Lu gak usah bikin emosi."

Daniya risih melihat pertengkaran unfaedah Aldian dan Devan pasti merebutkan Aska lagi yang sama sekali tidak mengerti mereka berdua bertengkar ada masalah apa.

"Aska, kita pulang yuk. Lala udah nunggu lu di rumah."

Aska sudah di pindahkan di kursi penumpang belakang bersama Santika di sebelahnya. Ata yang Asyik main Hp di cokek Aska dari belakang tapi malah di tepis mendapat perlakuan tidak mengenakan dari Ata tidak putus Asa.

"A-ata." panggilnya lirih.

"Apa?"

"Jangan marah sama Aka, Ta. Dia baru keluar dari rumah sakit lu marahin gak kasian. Aturan yang lu marahin gue aja karena bolos dari pak Toto tadi pagi ada ulangan harian Matematika minat tapi gue gak ikut." jelas Daniya menyesal.

Ata merubah posisi duduknya. "Kenapa? lu lebih mentingin gue sama Ata dari pada masadepan sendiri aneh."

"Lu mau tau apa alasannya?"

Aska mendengarkan perdebatan mereka berdua sambil memejamkan mata karena meresakan pusing di kepala bersender di pundak ibunda.

"Kalian berdua sahabat gue masa iya gue tega ninggalin di saat susah. Gue tau diri Ta siapa yang rela bantuin gue pas uprak masak waktu itu kalo bukan kalian berdua dateng jelasin ke guru minta waktu sedikit lagi buat nyelesain masakan yang baru setengah mateng yang lain udah pada siap."

"Makasih kalo lu masih inget Dan tapi gue sama Aska gak butuh imbalan dari lu."

"Ck. Gue maunya kita tetep terus bareng sampe kapan pun kalo bisa."

"Gue gak bisa janji."

-ATASKA-

ATASKA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang