1.

112K 8.3K 631
                                    

Seorang pemuda yang di ketahui bernama Rafandra itu berdiri dengan tampang malas. Dia menatap lurus pada sebuah bus yang melaju kencang kearahnya.

Pemuda itu terlalu malas bahkan untuk bergerak dari tempat. Padahal teriakan orang yang menyuruhnya untuk menjauh sampai memekakkan telinga.

Bukannya menuruti apa yang orang-orang itu katakan, Rafa malah menatap langit yang begitu cerah dengan awan yang menghiasi. Selain malas bergerak, ia punya alasan lain untuk tak menghindar.

Dia Rafa lebih tepatnya Rafandra Kusuma Tidak memiliki niat hidup. Hidupnya penuh tekanan dan penderitaan, ayah ibunya yang hanya peduli pada kakaknya, dan saudara nya yang tak peduli dengan dirinya. Temanmu ia tak memilikinya, tak ada yang mau berteman dengannya.

Sungguh miris.

Maka dari itu, Rafa tidak memiliki semangat hidup dan terkesan malas menjalani hari-harinya. Dia bahkan menunggu momentum ini, hari dimana dia mati, bukan karena ia di kabarkan bunuh diri melainkan terjebak kecelakaan hebat yang membuat dirinya mati.

Bibir itu terangkat membentuk sebuah senyuman yang amat tulus, senyuman pertama yang ia tunjukkan dari pertama kali dia mengenal kejamnya dunia.

Bus semakin mendekat dan menghempas tubuh itu, Rafa merasa dirinya melayang dan terhempas begitu saja. Seluruh tubuhnya sakit, kepalanya terasa berdengung. Samar-samar dia mendengar orang-orang yang berteriak histeris karena kejadian di depan mereka.

Rafa mengikuti instingnya, insting untuk segera menutup mata.




Euhmmmm

Seorang pemuda mungil menggeliat tak nyaman di kasurnya. Sinar matahari yang melewati gorden kamar membuat sang empu mengernyit dan membuka matanya.

Terlihatlah pupil coklat bening dari pemuda tersebut. Bukannya bangun, sang pemuda malah mengeratkan pelukannya pada guling yang berada di dekatnya, ia menarik selimut untuk menghindari cahaya matahari yang menganggunya dan melanjutkan tidurnya.

Sampai seseorang membuka pintu dan masuk ke kamarnya. Seorang wanita tua yang di yakini maid itu menggeleng pelan melihat tuan mudanya masih bergelung di tempat tidur.

Dia membangunkan sang tuan dengan pelan, "Tuan muda, mari bangun. Sudah saatnya anda sarapan dan pergi ke sekolah,"ujar sang maid.

Tidak ada sahutan dari tuan mudanya. Marie, maid tersebut menepuk pelan buntalan itu.

"Tuan muda Kenzie..."

Sedikit gangguan itu berhasil membuat 'Rafa' bocah yang berada di tubuh pemuda yang di sebut Kenzie itu membuka sedikit selimut empuknya.

"Uhm?" Rafa merasa asing pada wanita tua yang membangunkannya.

Marie tersenyum lembut, dia membuka selimut tersebut dan menjauhkan guling yang berada di dekat Rafa. Lalu dia membantu tuan kecilnya duduk.

Rafa menguap yang langsung di tutup oleh Marie. "Mari, saya akan membersihkan tuan muda." Marie mengangkat tubuh yang jauh lebih kecil darinya itu ke kamar mandi.

Rafa yang pada dasarnya malas pun membiarkan dirinya di mandikan oleh wanita yang tak di kenali nya. Bahkan dirinya hanya diam saja, saat wanita itu memakaikannya pakaian yang ia yakini seragam sekolah.

Setelah siap, Marie dengan senyumnya berkata, "Anda sudah selesai berpakaian, Mari saya antar kebawah untuk sarapan pagi anda tuan muda."

Rafa tidak menjawab, dia malah memiringkan badannya sementara tangannya sibuk mencari selimut yang sudah di lipat rapi oleh maid yang lainnya.

Marie menghela nafas lagi, ada apa dengan tuan mudanya ini. Tidak biasanya sangat tuan seperti begitu malas bergerak. Biasanya tuan mudanya akan terbangun lebih dulu sebelum dia bangunkan dan duduk di meja sarapan untuk menunggu kedatangan ayah beserta para saudaranya.

Mau tak mau, Marie mengangkat sang tuan muda ke gendongannya dan pergi ke bawah. Ia tak mau tuan kecilnya di marahi karena telat untuk datang.

Rafa mencebik saat dirinya di jauhkan dari kasur empuk itu. Kapan lagi dia akan merasakan lembut dan empuk dari tempat tidur yang ia tempati.

Bukankah seharusnya dia mati dan menikmati hal yang seperti tadi. Lalu mengapa dia malah mendapati dirinya di tatap tajam seolah tatapan itu siap memenggal kepalanya kapan saja.

Dia 'Rafa' memiringkan kepalanya bingung. Saat semua orang didepannya menatap tajam dan mencemooh dirinya, ia spontan berkata..."Bukankah seharusnya aku mati?" ujarnya bingung.

"Bukankah seharusnya aku tidak mendapati tatapan itu lagi?"

Deg

"Apakah tuhan lagi bermain-main denganku?"

"Ugh aku lelah, aku hanya ingin tidur." saat akan menjatuhkan dirinya di meja makan, wanita tadi mencegahnya.

"Tuan muda..." lirih Marie. Dia benar-benar takut akan terjadi apa apa pada sang tuan.

"Sebaiknya anda memakan sarapan anda tuan muda," ujar Marie. Rafa menoleh sebentar ke arahnya, lalu dia memulai sarapan dengan tenang tanpa menyadari jika banyak pasang mata yang masih menatap dirinya.

Dia terlalu malas untuk menanggapi tatapan yang tertuju pada dirinya. Dia makan tanpa menoleh ke arah manapun, lalu setelah selesai dia menoleh ke arah Marie lagi.

"Aku sudah selesai,bolehkah aku tidur?" muncul keringat sebiji jagung di dahi Marie. "Tuan muda anda harus berangkat sekolah."

"Tidak mau, aku mau tidur. Aku sudah mati, kenapa aku harus sekolah," ujarnya malas, ia menempel pada meja makan.

"Kau masih hidup," ujar seseorang yang duduk di bangku keluarga.

"Tidak. Aku sudah mati...aku yakin," mantap Rafa.

Pria itu sama sekali tidak menyukai penuturan putra yang tidak di perduli kan olehnya. "Jadi kau berharap mati?"sarkas pria itu Oliver Lesmana sang kepala keluarga.

"Itu bahkan menjadi alasan aku tetap hidup, yaitu ingin mati. Tapi bukan bunuh diri melainkan di bunuh." ucapan itu sangat tak di sukai oleh orang-orang yang berada disana.

Rafa berucap dengan malas, dia membenarkan posisinya dan menatap orang-orang asing di depannya.

"Lagi pula...kalian ini siapa?"

Brak!

"Sudah cukup Kenzie!" Rafa menatap malas kepada pemuda yang berada di dekatnya. Agak kaget sebenarnya tetapi ia malas untuk bereaksi.

"Jangan melakukan trik murahan di depan kami!"

"Fakta karena hadirmu, adikku tiada!"

Rafa tidak merespon, dia tidak mengenal mereka yang berada di depannya. "Aku tidak mengenal kalian. Aku tidak memiliki adik."

"Wajah kalian asing."

"Dasar tidak tau diri!" pemuda di sampingnya itu berisap akan menhajarnya,akan tetapi bentakan dari sang kepala keluarga membuat pemuda itu mengurungkan niatnya.

"CARLOS!"

Rafa sama sekali tidak terpengaruh akan bentakan itu, ia sudah sering menerima bentakan sebelumnya.

Rafa berdiri dari kursinya, ia mendekat ke arah Oliver. "Tuan, bisakah kau mengirimku ke sisi Tuhan? Aku sudah terlalu lelah untuk hidup," ujar Rafa tanpa beban.

Oliver mengepalkan tangannya kuat, "Berhenti berkata yang tidak masuk akal Kenzie!" geramnya.

Rafa memiringkan kepalanya polos, "Dan lagi Kenzie itu siapa? Kalian ini siapa? Aku hanya tidak lagi ingin hidup. Apa Tuhan begitu senang menyiksa hambanya?"

"Kenzie Alsaki Lesmana! Perhatikan saat kau berbicara."

Rafa mengernyit pelan, ia merasa tak asing dengan nama itu. Mendadak telinganya berdengung keras, tanpa di sadari olehnya darah segar mengalir dari hidungnya, pandangannya membura.

Seketika mata Oliver membelalak dan menangkap tubuh ringkih yang pingsan itu..."Cepat panggil Yosef kemari!" teriaknya entah pada siapa.


TBC...

Just Figuran ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang