10

1.1K 102 35
                                    

Pagi itu Zweitson terbangun di sebuah apartemen asing, sudah dua malam dia terjebak di sini, tak bisa pergi ataupun lari, ditemani seorang alpha yang tak kunjung puas menjamah tubuhnya sejak dia menandai miliknya. Alpha yang sama yang tengah memeluknya erat, seolah tidak ingin Zweitson pergi sejengkal pun.

"Fik, bangun. Udah pagi, gue harus pulang. Shane pasti nyariin gue." Zweitson menggeliat, ingin lepas dari pelukan Fiki.

Fiki mengerang pelan sebelum membuka matanya. "Morning kiss dulu."

"Jangan macam-macam!"

"Ayolah Soni. Ga usah malu, kita akan melakukan ini seumur hidup."

"Jangan— eughh!" Lenguhan pelan Zweitson lolos begitu saja.

Dia lupa bagian bawah mereka masih menyatu sejak semalam sejak Fiki sempat melakukan knotting padanya. Begitu Zweitson hendak berteriak pada Fiki, dia malah mendorong lebih dalam.

"Fik, cabut.."

Fiki malah menyeringai, menggoda Zweitson dengan gerakan pelan. "Cium dulu."

"Brengsek, aagh— lepas, Fik!"

Bukannya melepas, Fiki masih menggodanya dengan menggesek titik nikmat Zweitson hingga desahan Zweitson lolos kembali.

"Jawab."

"Mmmh?"

"Nikah sama gue ya? Gue, lo, sama Shane bakal hidup bahagia setelah ini."

"Tapi, abang—"

"Bodo amat dama Bang Farhan, hidup gue ya gue yang atur. Urusan restu itu gampang, jangankan melawan restu, untuk melawan takdir pun akan gue lakukan untuk lo, Soni. Intinya lo mau sama gue, ya 'kan?"

Mata Zweitson berkaca-kaca, dia mengusap pelan dada Fiki dimana tato namanya diukir.

"Ini keputusan besar, Fik. Gue gak mau sakit hati lagi nantinya. Sudah cukup sejak kecil gue tumbuh bersama rasa sakit dan kesepian. Gue gak bisa jika gue harus kehilangan lagi nantinya."

"Gue gak akan ninggalin lo lagi, Son. Gue bakal jadi rumah lo untuk selamanya, tempat lo dan Shane berlindung, dan mungkin nanti beberapa bayi yang akan hadir menemani kita."

Fiki mengecup kening Zweitson lembut. "Be mine forever, ya?"

Zweitson tersenyum teduh. "Pertanyaan itu, lo harus minta restu sama Shane. Gue gak mau merusak kebahagiaan Shane, karena sejak kecil Shane terlanjur hidup tanpa sosok seorang ayah."

Fiki berdecak. "Oke! Siang ini kita jemput dia, gue bakal ajak langsung ke mansion Christovel."

-

Pulang sekolah.

Lucky melihat keberadaan Shane di depan gerbang menunggu jemputan. Pemuda Zakno itu segera menyusulnya, beralasan ingin menemaninya menunggu jemputan, berakhir mengeluarkan gombalan-gombalan receh yang membuat Shane ingin kabur saja dari sana. Namun tidak berapa lama, mobil asing berhenti di hadapannya.

"Sen, ayo masuk." panggil Zweitson dari dalam mobil itu.

Pemuda dengan nama kecil Sen itu membelak tak percaya. Bagaimana bisa ibunya berada di dalam mobil seorang alpha yang dia kenal adalah pamannya Lucky. Jantungnya seketika berdegup kencang, dia mulai overthinking.

Sedangkan Lucky melihat sang paman hadir bersama ibunda Shane tentu tidak terima, dia menyalak.

"Heh, om! Ngapain lo dateng sama calon mertua gue? Terus ngapain juga lo yang jemput ayang gue?!

Fiki menatap keponakannya geli. "Kepo banget sih, anak Pak Ricky. Shane, sini masuk."

Shane bingung sama seperti Lucky. Lalu saat ibunya memerintahkan dia masuk, dia segera masuk ke kursi belakang. Lucky dengan sinyal kepo yang menyalah tentu tak bisa diam, dia ikut menerobos masuk ke dalam mobil dan ingin ikut kemana pun mereka pergi.

"Lu pulang aja, tong! Ini bukan urusan anak kecil." ujar Fiki saat Lucky keukeh ingin ikut.

"Terus Shane lu anggap apa, om?!" Lucky berdecak. "Ini urusan ayang gue, jadi gue harus ikut!"

Fiki dan Zweitson saling bertatap. Mereka tahu sebuah kenyataan akan menyakiti hati Lucky sebentar lagi, namun enggan untuk memberitahu lebih awal atau nanti Shane juga akan terkejut.

-

Fiki membawa mereka ke rumah keluarga Christovel.

Fiki memperkenalkan Zweitson dan Shane kepada ayahnya dengan tanpa mempedulikan tatapan tidak suka dari Farhan. Tentu ayahnya kaget dengan kenyataan yang tersimpan selama ini,  begitu pula Lucky dan Shane yang lebih tertohok di sini. Namun ayah Fiki tidak mampu berkata apapun, nasi sudah jadi bubur.

Shane merasa senang akhirnya dia bertemu dengan ayahnya, namun merasa kecewa dengan bagaimana keluarga sang ayah memperlakukan ibunya dulu. Sementara itu Lucky kehabisan kata begitu mengetahui fakta jika dia dan Shane adalah saudara sepupu dekat yang secara langsung mematahkan hatinya. Mata elang itu menatap Shane nanar, begitu pula Shane yang membalasnya dengan bola mata yang berair.

"Shane Aulia Christovel," panggil Fiki. Dia melangkah ke arah Shane dan menepuk bahunya.

"Kamu sudah sebesar ini ya nak? Mama menjaga kamu dengan baik bukan? Maafkan Papa selama ini tidak pernah tahu kehadiran kamu, tapi Papa bisa memperbaiki segalanya, kita bisa menjadi keluarga bahagia setelah ini. Apa kamu mau menerima Fikiaulia Christovel menjadi Papa kamu?"

Shane mengulum senyum, air matanya mengalir tanpa permisi, suaranya bergetar memanggil Fiki.

"Papa ya?"

Fiki mengangguk.

"Dihadapan Sen, ada Papa?"

Sekali lagi Fiki mengangguk, Shane menoleh ibunya yang juga menangis haru, dia mengangguk meyakinkan Shane.

"Papa?"

"Iya, dear?"

"Peluk Sen,"

Fiki tersenyum lalu memeluk erat putra manisnya itu, putra yang selama tujuh belas tahun tidak pernah dia tahu apalahi dia sentuh.

Semua menatap haru pertemuan ayah dan anak itu, kecuali Lucky dengan dada bergemuruh berharap semua ini hanya mimpi. Shane-nya, cinta pertamanya, omeganya, ternyata adalah sepupunya?!

—bersambung.

Alurnya ngebut yak😂😂😂

Okeh, mungkin setelah ini gue bakal jarang up, bentar lagi gue dihajar kerjaan numpuk jadi semangat menunggu yaa sayang-sayang ku sekalian😍😘

The Submissive AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang