Bagian delapan belas

47.1K 3.3K 553
                                    

Halo!!!!

SEBELUM MEMBACA SILAHKAN VOTE TERLEBIH DULU!!!!
.
.
.
.
.
Happy reading❤

•••••

Lucius terdiam dengan tatapan kosong. Dia masih belum beranjak dari posisinya, yaitu duduk di depan pintu kamarnya dan sama sekali belum bisa memejamkan mata. Lucius terjaga semalaman lantaran pikiran buruk selalu menyeruak masuk ke dalam kepalanya.

Rasa bersalah tengah melingkupi hatinya. Dia tidak becus menjaga Ruby, gadisnya. Trauma yang di alami Ruby terjadi karena kecerobohannya. Masih teringat jelas di ingatannya saat dia menemukan Ruby kecil menangis keras seraya berusaha mendorong pria bejat itu. Lucius yang tidak bisa menahan amarah dalam dirinya langsung menghabisi pria bernama Marchelino detik itu juga.

Meskipun saat itu usianya masih menginjak 10 tahun dan Marchelino berumur 14 tahun, namun hal itu tak membuat Lucius kesulitan. Ketika dirinya melihat Ruby yang selalu dia jaga diperlakukan tidak senonoh membuat amarah dalam diri Lucius meluap. Sehingga membuatnya kalap membunuh Marchelino tepat di depan Ruby. Dan Lucius menyesal. Harusnya dia bisa mengontrol dirinya agar Ruby tidak pernah melihat sisi gelapnya. Oleh karena itulah, trauma yang menimpa Ruby terasa semakin menyakitkan.

"ARKHHHHHHHHHHHHHH!!!!" Jerit Lucius keras sembari meremas rambutnya. Dia tidak tahu harus berbuat apa.

"Lucius."

Pria itu mengalihkan pandangannya, dia melihat Ellard berjalan cepat ke arahnya. "Daddy." Sahutnya.

Pelukan hangat Ellard berikan pada putranya. "It's okay, everything gonna be okay. Ruby akan baik-baik saja."

"But Ruby doesn't know me, Dad." Balas Lucius pelan.

"Trauma tidak akan pernah hilang sepenuhnya, boy. Tapi Daddy percaya, Ruby bisa melewatinya. She's a strong girl. And you should be like that too. If you are weak, who will take care of Ruby?" Ujar Ellard berusaha untuk menenangkan Lucius.

Benar apa yang dikatakan oleh Daddy-nya. Lucius tidak boleh lemah. Jika dirinya lemah, siapa yang akan menjaga Ruby?

Lucius mengangguk. "Daddy benar. I will try it."

"That's my boy." Sahut Ellard seraya menepuk pundak putranya. Dahi Ellard berkerut saat melihat luka pada pelipis Lucius. Dia mengusap pelan darah kering yang terdapat pada sebelah mata Lucius. "Sakit?" Sambungnya bertanya.

Lucius menggeleng pelan. "I'm ​​Lucius Ocean, a small wound like this doesn't feel at all, Dad." Sahutnya membuat Ellard terkekeh pelan.

"I know, hanya Ruby yang bisa membuatmu menangis."

"Stop it! Aku tidak pernah menangis, Dad."

"Bullshit!" Balas Ellard mengejek.

Lucius turut tertawa kecil. Dia merasa begitu beruntung memiliki orang tua hebat seperti Ellard. Meskipun Ellard kejam, tapi pria itu selalu berusaha menjadi ayah sekaligus ibu yang baik untuknya.

"Thanks, Dad."

"For what?"

Lucius tersenyum manis. "For everything." Ucapnya.

"That's ridiculous, boy." Balas Ellard seraya tersenyum tipis.

"I know."

Ellard menonjok pelan otot bisep Lucius. "Masuklah, temui gadismu." Titahnya.

LUCIUS OCEAN [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang