5 - Keluarga

82 9 2
                                    

Rossa terkejut saat melihat Mira sibuk dengan undangan yang berserakan di atas meja. Dengan cepat, ia pun menghampiri Mira dengan raut wajah penuh tanya. "Apa-apaan ini, Ma?"

Mira terlonjak saat melihat Rossa yang baru pulang sekolah sudah ada di depannya dengan raut wajah tak bersahabat. Dengan ragu, Mira berusaha membujuk Rossa untuk duduk dan mendengarkannya. Rossa menurut.

"Maafin Mama karena selama ini nggak pernah cerita apapun sama kamu, tapi ini pilihan Mama. Ini yang terbaik untuk kita, Ros."

Rossa mengambil salah satu undangan di meja dan menatapnya dengan raut sendu. "Jadi bener, Mama mau nikah sama Om Brama?"

Mira mengangguk membuat Rossa memejamkan matanya rapat, berharap keputusan Mira kali ini tepat. Rossa sadar, ia tidak berhak melarang Mira untuk menentukan pilihannya. Mamanya itu berhak bahagia dengan pria yang di cintainya.

"Percaya sama Mama, hidup kita akan lebih baik. Udah saatnya kita lepas dari masalalu, dan membuka lembaran baru bersama orang baru. Om Brama akan membantu kita merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya." ujar Mira dengan sorot penuh harap.

Rossa mengangguk dan tersenyum. Mira pun memeluk erat anak semata wayangnya itu dengan tangis haru, berharap penuh pada takdir yang kali ini menentukan jalan hidupnya kedepannya.

"Jadi, Rossa udah restuin Om?"

Rossa menoleh menatap suara berat yang tiba-tiba saja muncul. Perlahan senyum Rossa mengembang, ia mengangguk. Pria paruh baya yang tampan bernama Brama itu tak bisa menyembunyikan senyum bahagianya mendapati jawaban memuaskan dari Rossa.

Brama memeluk Rossa erat. "Mulai sekarang, panggil saya Papa, ya?"

"Iya... Papa," jawab Rossa ragu. Ia membalas pelukan Brama dengan mata terpejam, menyalurkan rasa rindunya akan pelukan sosok Papa yang sejak dulu tak pernah ia dapatkan dari Papa kandungnya. "Jangan sakitin Mama ya, Pa."

"Pasti." Brama tersenyum sambal membelai rambut Rossa dengan sayang. "Oh ya, Papa mau kenalin kamu ke Kakak baru kamu. Sebentar lagi dia datang,"

Rossa sontak langsung melepas pelukan Brama, ia hampir lupa dengan anak Brama. Pikirannya kembali kacau. Bagaimana jika nanti Kakaknya itu tidak mau menerimanya? Bagaimana jika nanti ia di bully lagi dan bahkan lebih parah?

Membayangkannya saja membuat Rossa gelisah. Pikiran takut itu terus muncul. Karena dari yang ia tahu, saudara tiri itu kebanyakan lebih jahat. Ia takut hidupnya malah semakin seperti di neraka.

"Hai, Mama Mira? Hai... Rossa?" suara berat namun merdu itu sontak membuyarkan lamunan Rossa. Ia mendongak, menatap seorang cowok yang berdiri di depannya sambil melambaikan tangannya dengan senyum cerah.

"Ha-hai, Kak?" jawab Rossa sedikit takut yang justru malah membuat cowok itu tertawa geli.

"Jangan takut, gue gak sejahat yang lo pikirin kok."

Rossa tersenyum canggung. Dilihat dari ekspresi sumringahnya, sepertinya cowok ini memang beneran baik dan tulus. B
ahkan Rossa sedikit tersihir dengan senyuman manisnya. Jika bukan Kakak tirinya, mungkin cowok di depannya ini sudah menjadi List cowok idaman Rossa.

Dia benar-benar sempurna. Wajah ganteng dengan senyuman manis, badan atletis dan cukup tinggi, serta alis tebal dengan mata sipit yang ketika tersenyum membentuk bulan sabit.

Bahkan pakaiannya dari atas sampai bawah branded semua. Terlalu mencolok tajirnya, sudah pasti jadi incaran cewek-cewek jaman sekarang.

"Kita belum kenalan, ya? Gue Samuel. Nama panggilan lo Rossa, kan?"

"Iya, Kak Sam."

"Jangan canggung gitu, santai aja. Gue seneng banget punya adek dan Mama baru. Punya keluarga yang utuh adalah impian gue sejak kecil, makanya gue lebih seneng kalo Papa mau nikah lagi." Cowok bernama Samuel itu malah cengengesan membuat semuanya tertawa.

Call Me RossaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang