Guna Guna Pelakor

13 2 1
                                    

Abimanyu baru saja menstater motor vario hitamnya ketika sekerumunan orang menghadangnya. "Mas Mantri, ayo cepat kerumah Subandi. Istrinya sekarat" ujar salah satu dari sekerumunan ibu ibu yang terlihat panik.

Abimanyu terbeliak. Sekarat?!  Ingin rasanya dia berkata, woy...ini  bukan ranahku. Urusan orang sekarat tugas dokter atau perawat. Tapi rasanya sia-sia juga mengatakan itu pada sekerumuna ibu-ibu berdaster yang siap menggiringnya ke rumah korban. Lagi pula yang mereka tahu, Abimanyu pegawai Puskesmas. Semua pegawai Puskesmas pasti bisa mengatasi masalah sekarat. Abimanyu akhirnya mengalahkan ego pikirannya. di parkir motor vario tiga puluh enam kali cicilan itu di bawah pohon mangga. 

"Ayo cepet, Mas Mantri. Mbok keburu bablas kalau njenengan (sebutan untuk kamu dalam bahasa Jawa) kelamaan" Ibu berdaster pink mengamit tangan Abimanyu lalu dengan tergesa menariknya. Lagi lagi Abimanyu hanya bisa pasrah diberondong rombongan ibu ibu berdaster. 

Tak lama ia berada di rumah Pak Subandi. Rumah yang baru kemarin dia kunjungi. Pak Subandi, lelaki berusia 40 tahun, berkulit gelap tetapi senyumnya manis. Mungkin senyum manis ini yang akhirnya memikat istrinya kala itu. "Ah mengapa aku jadi memikirkan bagaimana kisah kasih mereka dulu" gerutu Abimanyu yang lagi lagi yang hanya tersekat dalam tenggorokan bersama gumpalan liur yang mulai mengental karena belum sempat terbilas air.

Di dalam rumah Pak Subandi yang gelap dan pengap, tampak duduk tertunduk Mbak Kinasih, janda anak satu. Tak jauh dari kursi panjang tempat Mbak Kinasih duduk, terdapat tempat tidur bambu. Istri Pak Subandi terbaring lemah di atasnya. Di bawah tempat tidur terlihat ember tempat muntahan. Pak Subandi duduk di tepi tempat tidur, mengoleskan balsam di pelipis istrinya. 

" Mas Mantri, tolong istri saya" Pak Subandi bergegas bangkit melihat kedatangan Abimanyu. "Sejak tadi dia muntah muntah terus, sampai lemah badanya" 

"Mas mantri, aku disantet" istri pak Subandi berkata dengan lemah. "Aku disantet randa gatel kuwe (saya di guna guna janda gatal itu)" lanjutnya seraya menunjuk mbak Kinasih yang tertunduk.

"Dasar randa kegatelan. Pelakor, perebut lelaki orang!" gerutu segerombolan ibu ibu berdaster riuh sembari menatap tajam mbak Kinasih.

"Aduh, Pak... Siki wetengku lara..Rasane pating kruwes (aduh pak, sekarang perutku sakit, rasanya melilit)" istri pak Subandi merintih lemas.

Abimanyu tak bisa berpikir jernih. Rumah yang sumpeg penuh ibu ibu, asumsi asumsi liar istri Pak Subandi, wajah ketakutan mbak Kinasih semua membuat pikiran kusut. Tapi dia Mantri, harus bisa mengambil keputusan. Keriuhan ini melebihi keriuhan mahasiswa di kampusnya saat menolak kehadiran Presiden Obama di kampusnya dulu. Diambilnya nafas dalam-dalam. Dibacanya doa pendek, doa yang dibaca nabi Musa saat menghadapi firaun.

"Pak....wetenge lara...mules...aduh, pak... aku kebelet.."

"preet" suara letupan disertai bau tak sedap terlontar. Sontak ibu ibu berdaster mengambil jurus mundur mendekati pintu. Tak sedikit yang akhirnya memilih berada di luar rumah pengap Pak Subandi. Istri Pak Subandi buang air besar. Baunya tak sedap khas seperti telur busuk, rupanya cair. bau bakteri, pikir Abimanyu. Abimanyu mundur beberapa langkah. "Pak, dibersihkan saja dulu" tuturnya pada Pak Subandi.

Mbak Kinasih mendekati istri Pak Subandi, dia berinisiatif membantu membersihkan. 

"aja medek medek. Lagatane randa gatel, kayanu arep ngrewangi aku padahal arep mateni aku. arep golet perhatian nang bojoku (jangan mendekat. gayanya janda kegatelan, lagaknya sok ingin membantu padahal niatmu membunuhku, mau cari pehatian ke suamiku)" 

Dalam kondisi lemahpun api cemburu masih belum padam rupanya. Abimanyu tersenyum kecil, wanita dimana mana selalu saja menyalahkan sesama wanita. 

"Ora yu, aku iklas ngrewangi (tidak, mbak. saya ikhlas membantu)"  jawab mbak Kinasih.

Abimanyu menarik mbak kInasih. Mengajak menjauh seraya memberi kode untuk membiarkan suami istri itu merapihkan diri. Dia mengajak mbak Kinasih keluar. Saatnya mencari keterangan,  batinnya.

"Mbak Kinasih, ini ceritanya bagaimana? "

"Nggak tahu, Mas. Saya lagi ngasih makan ayam waktu di gerudug ibu ibu itu" jawabnya sambil menunjuk sebal ke arah serombongan ibu ibu berdaster yang tadi juga menghadang Abimanyu.

Ibu ibu yang ditunjuk tak terima, mereka ganti memelototi mbak Kinasih dengan sebal.

"Itu janda gatel nyantet istrinya Bandi" ketua geng ibu ibu berdaster bersuara lantang.

"jangan asala nuduh sampean, yu" mbak Kinasih geram mendengar tudingan si ketua geng.

"Lha terus nek nggak nyantet kenapa istrinya Bandi sekarat habis makan combromu. sementara Bandi ayem ayem saja. itu apa kalau nggak karena kamu pengen nyantet istrinya Bandi terus kamu mau ngrebut Bandi kan" Ketua geng masih bersuara lantang.

"Lambemu, yu!" mbak Kinasih akhirnya tersulut amarah juga. hampir saja tangannya menjambak rambutketua geng, tetapi Abimanyu lebih sigap menangkisnya. Perkelahian antar wanita biasanya lebih menyeramkan dibandingkan kejuaran tinju kelas dunia.

"Sabar, mbak... sabar bu..." tuturnya. Abimanyu ulai paham alurnya. Abimanyu mengambil handphone di sakunya. dikirmkan pesan ke petugas di ruang gawat darurat di Puskesmasnya. Bagaimanapun juga, istri pak Bandi harus mendapatkan perawatan, untuk menggantikan cairan yang hilang melalui muntahan dan diare.

Abimanyu kemudian bergegas masuk.

"Pak, ibu di bawa ke Puskesmas saja nggeh. Biar diinfusfus, biar ndak lemes. seperempat jam lagi ambulan datang. Ini bukan santet, pak."

"Lha nopo mas nek udu santet (lalu apa mas jika bukan santet), Racun? Wah pembunuhan berencana kuwe" ketua geng masih semangat menyudutkan mbak Kinasih.

"Sanes, bu. niki penyakit.  Bukan bu, ini penyakit. Saya belum tahu pastinya, mungkin besok bisa diperiksa laboratorium. Tapi kemungkinan karena di usus ada bakteri" Abimanyu berusaha menjelaskan.

"Bakteri dari combronya si janda gatel?" ibu ketua geng ikut bersuara.

"Bukan, bu. Kemungkinan dari sungai belakang rumah Pak Bandi tempat dimana segala aktivitas mencuci, memasak, mandi dan buang air besar dilakukan"

"Tapi kenapa hanya istrinya Pak Bandi saja yang sakit, Pak Bandinya sehat?" Ibu ketua geng masih menyanggah hipotesa Abimanyu.

"Anu, bu. Sebenernya kemaren saya sudah sempat mencret (Diare), sudah berobat ke Puskesmas, makanya kemaren mas mantri dolan ke rumah" pak bandi bersuara lirih.

Ketua geng nampak kecewa dengan jawaban Pak Bandi. Tidak ada lagi alasan untuk menyudutkan mbak Kinasih. Mbak Kinasih menghela nafas lega, lepas sudah beban berat dipundaknya. Dia bukan Pelakor, perebut lelaki orang. Lagian buat apa merebut Subandi. Harta tak punya wajahpun serupa dompet kumalnya yang kosong. Kalaupun dia mau menggoda lebih baik dia menggoda Mantri Kakus muda ini atau menggoda Pak Lurah.

Ambulan datang, dua petugas puskesmas bergeas turun memeriksa keadaan istri Pak Bandi. Abimanyu tersenyum lega, akhirnya pertolongan datang. Istri Pak Bandi diusung menggunakan tandu. Di balakangnya pak Bandi mengikuti. Ketua geng berlalu segera diikuti pasukannya

 " Kepriwen yu, arep nyicipi santetku ora?" ledek mbak Kinasih sembari tersenyum lebar.

"Wis bubar buar, mbak" ajak Abimanyu mengakhiri keriuhan siang itu. Di stater motor vario tiga puluh enam kali cicilannya. Senyumnya terkembang, dia merasa gagah karena berhasil memecahkan kasus siang ini. Angannya melayang, membayangkan kelak dia akan menjadi mantri kakus dan mantri kasus yang handal. Alfred Hitcock, mungkin nama yang cocok untuknya dibanding nama mantri kakus.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mantri Kakus (1); Guna Guna PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang