"Kak, tapi kan gue–""Saya gak punya waktu banyak. Kalau mau, saya akan suruh Mario nyiapin proposal kamu. Kalau enggak, silakan enyah dari hadapan saya." Keandra mengatakan dengan nada dingin. Ia berdiri dari sofa tunggal, membenarkan sedikit jas kantornya, dan nyaris berbalik pergi sebelum sebuah suara menginterupsi.
"Gue mau!" Aleesha berdiri. Tangannya meremat tali tas selempang yang menyilangi tubuhnya. Ditatapnya sungguh-sungguh sang kakak. Keandra menoleh sembilan puluh derajat. Menatap datar.
"Kamu yakin?" Keandra menyeringai. "Saya sendiri gak tahu, lho, konsekuensinya apa kalau sampai kamu ketahuan."
Aleesha mengatupkan bibir. Tidak. Sebenarnya ia tidak yakin. Aleesha memang pernah bekerja sebagai sekretaris dulu. Tapi, kali ini dia juga harus menyamar menjadi laki-laki. Aleesha ingin menolak keras. Ia cukup takut memikirkan akibat seandainya ia ketahuan.
Tapi, Aleesha tidak ingin pergi lagi. Aleesha tidak ingin dibuang lagi. Hidup sendirian, tidak pernah punya siapa-siapa untuk tempat keluh kesah. Walau lahir dari seorang selingkuhan, walau kelihatan tidak tahu diri, Aleesha ingin diakui.
"Gue mau. Gue bakal nyamar sesuai kemauan lo, Kak." Aleesha berkata serius. Tidak ada nada getar dalam kalimatnya. Tidak mau membuat Keandra meragu.
Keandra mengangguk. Memasukkan kedua tangan dalam saku celana, ia berkata, "Padahal hidup kamu bakal lebih damai di sana."
"Kata siapa?" Aleesha tersenyum getir. "Lo tahu, Kak, gue bener-bener kesepian di sana. Gue gak punya banyak temen. Gue tinggal sendirian semenjak Oma meninggal. Opa gak pernah peduli sama gue. Bagian kata damai mana yang lo maksud sebenernya?"
"Apa kamu berpikir saya akan menerima eksistensi kamu semudah itu?" tanya Keandra mendesis. Ia berdengus. Memberi tatapan hina. "Kamu di sini malah akan jauh lebih menderita. Seharusnya kamu tahu itu sejak awal."
"Emang salah gue pengen bikin relasi kita lebih nyaman? Gue cuma pengen jadi adik yang baik buat lo."
"Adik? Kamu sadar posisi kamu gak, sih?" Keandra memberi sorot permusuhan. Pandangan yang tidak pernah berubah sejak pertama kali mereka bertemu saat Aleesha masih kecil. "Anak dari pelakor dan penghancur keluarga orang. Kenapa kamu bisa sepede itu, ha?"
Aleesha diam.
Mendengkus kasar, Keandra lantas berbalik pergi dari ruang kantornya. Ia membanting pintu. Aleesha sempat terjingkat dibuatnya. Cewek dua puluh lima tahun itu menatap sendu jejak-jejak kepergian sang kakak. Sinar matanya melemah seperkian detik kemudian.
Sampai kapan?
Mau sampai kapan Keandra terus menebar kebencian? Terus melempar ranjau ke arah Aleesha tanpa peduli mereka masih memiliki ikatan darah. Aleesha benar-benar sudah lelah. Sejak kecil mendapat julukan dari berbagai pihak. Selalu mendapat celaan dari orang-orang.
Padahal bukan mau Aleesha. Aleesha tidak pernah ingin terlahir dari rahim seorang pelakor. Aleesha tidak pernah meminta hidup serusak ini. Ia tidak diberi pilihan. Tapi, sedikit pun. Tidak ada sedikit pun yang mau melihat dari sudut pandangnya.
***
Ting!
Lamunan Aleesha terbuyarkan. Ia memutar pandangan, mengamati seorang laki-laki memasuki area kafe. Lagi-lagi Aleesha terdampar di kafe langganannya dulu saat bersama sang papa. Semua masih kelihatan sama. Hanya saja ... Aleesha kini duduk sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIRL IN SUIT (SUDAH TERBIT)
RomanceAleesha Wijaya rela menyamar sebagai laki-laki dan menjadi sekretaris Brillian Langitra, CEO perusahaan saingan sang kakak, Keandra, untuk mengulik informasi dan menjatuhkan perusahaannya. Demi sang kakak yang selama ini membencinya, Aleesha bahkan...