Di kerajaan Vantopia sedang mengadakan rapat bangsawan di aula Istana. Mereka tengah membahas kasus-kasus meresahkan yang terjadi di kota selama hampir satu tahun ini.
"Hanya dalam waktu tiga bulan, tercatat dua belas orang yang terbunuh, yang mulia. Lima di antaranya adalah seorang bangsawan, dan yang lainnya adalah pengawal bangsawan termasuk prajurit kerajaan. Ini seperti pembunuhan berantai, yang mulia." Lapor Marquess Samley pada Raja Bathory yang sedang duduk di atas singgasananya.
"Belum lama ini, kedua pengawalku terbunuh secara tragis di dekat danau. Padahal mereka adalah pengawal yang baik dan jujur. Entah siapa yang tega melakukan hal sekeji itu pada mereka. Kita harus segera menangkap pembunuh itu yang mulia. Sebab ia sudah mulai meresahkan warga," lanjutnya.
Para bangsawan lain pun juga menyetujui pendapat dari Samley. Mereka mulai mendesak Raja untuk mengeluarkan perintah mencari pembunuh yang kerap membunuh para bangsawan ataupun orang-orang yang memiliki kasta yang lebih tinggi dari Waisya.
"Benar yang mulia kita harus segera menangkapnya sebelum dia semakin menjadi-jadi," sahut bangsawan yang lain.
"Benar itu yang mulia, keluarkan perintahmu!"
Raja Bathory tampak berpikir keras. Ia mengusap janggut yang tumbuh panjang di dagunya dengan perlahan. Pikirannya sibuk berpikir dan menerka-nerka alasan si pembunuh berantai membunuh kaum bangsawan ataupun pengawalnya. Namun, ia tak menemukan alasan apapun yang masuk akal baginya.
Setelahnya Raja Bathory mendongak, menatap para bangsawan yang duduk di sisi kanan dan kirinya, lalu mengangguk.
"Baiklah! Aku akan mengeluarkan perintah untuk menangkap pembunuh berantai itu. Jika tertangkap, bawa dia ke hadapanku untuk diadili!" titahnya yang kini mendapat sorakan senang dari para bangsawan yang berada di dalam aula.
Setelah membahas tentang kasus pembunuhan berantai yang terjadi di kota. Topik pun berganti dengan kasus lain.
***
"Lynch, bangun! Kita kesiangan." Preticia mencoba untuk membangunkan Lynch yang masih tertidur di sebelahnya. Ia tak habis pikir mengapa mereka bisa tertidur di atas rumput tempat mereka melihat kunang-kunang semalam. Lucunya mereka juga bangun kesiangan.
"Lynch ayo bangun, kita harus segera pulang! Aku takut mereka mencari kita, Lynch." ujar Preticia lagi sambil menepuk-nepukkan pipi Lynch dengan pelan.
Pasalnya bukannya bangun, Lynch justru malah semakin meringkuk sambil menutupi matanya yang terasa silau karena terkena sinar matahari langsung.
Karena tak kunjung bangun juga, Preticia memiliki ide yang jahil. Ia memegang hidung Lynch, lalu mengapitnya, membuat Lynch jadi tak bisa bernapas. Lama kelamaan Lynch terbangun dengan panik, ia langsung terduduk dengan wajah yang linglung.
"Kau yang melakukannya?" tanya Lynch saat melihat Preticia yang tertawa.
"Maaf ... maaf! Habis kau susah sekali dibanguninnya."
"Aku masih mengantuk," Lynch kembali ingin tidur, namun dihalangi oleh Preticia.
"Lynch, sekarang sudah siang. Ayo kita kembali ke pemukiman! Aku takut Alice mencariku."
"Memangnya kalau dia mencarimu kenapa? Kita tinggal cari alasan."
Preticia menggeleng. "Aku tak ingin dia curiga."
Lynch mengucek matanya, berusaha terbiasa dengan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.
"Apa kau takut dia akan mengetahui hubungan kita?" tanya Lynch tepat sasaran. Kini mata Lynch menyipit sambil memerhatikan raut wajah Preticia yang berubah jadi murung. Sepertinya dugaannya benar, bahwa ada hal lain yang menganggu pikiran gadisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Want To Be With You [The End]
Romance[Cerita ini hanyalah karya fiksi semata baik nama, tempat, penokohan, serta nama organisasi. Semua tidak terjadi di dunia nyata dan hanya bersifat khayalan. Mohon bijaklah dalam membaca. Terima kasih!] #mari vote dan komen, wahai kalian yang membaca...