Elenea tidak henti-hentinya meringis kesakitan. Lengannya itu tampak tertekan kuat oleh tangan yang sedari tadi mencengkramnya energik. Ia lantas memberontak, berusaha melonggarkan lengannya yang sampai kini tidak kunjung mengendor dari cengkraman itu.
"Kak, lo apaan sih?" ucap Elenea gregetan sendiri.
Tidak ada komentar dari sang cowok yang berpenampilan awut-awutan itu, yang tak lain adalah Daniel Giovani, kakak kelasnya yang kini menginjak kelas XII-IPA 1. Meski kelas IPA yang terkenal dengan notaben murid teladan, tetapi sayangnya itu tidak berlaku bagi Daniel.
Cowok dengan seragam yang ditekuk hingga sebahu, baju yang keluar sebelah ditambah rambutnya yang acak-acakan itu lebih pantas disebut preman daripada siswa.
Lantas dari arah yang cukup jauh di belakang ada sosok Galen yang meneriakinya hingga berkali-kali. Namun, itu tidak berhasil menggugah selera Daniel untuk sekedar melepaskan cengkraman lengan Elenea. Yang ada cowok berpenampilan preman itu semakin mempercepat langkahnya.
"Woy, berhenti lo. Jangan jadikan diri lo sebagai PECUNDANG!!" teriak Galen sambil berlari sebisa mungkin.
Tidak peduli banyak pasang mata yang kini tertuju padanya. Yang ia mau sekarang menghentikan tingkah bodoh seorang Daniel. Dan benar, Daniel memberhentikan langkahnya sebelum ia menghempaskan lengan Elenea ke arah pintu kelas XI-IPS 6.
"Memang untuk memancingnya hanya perlu umpatan, dasar sampah!!" batin Galen yang sertai senyum menyeringai itu.
Hal ini membuat siapapun yang ada di sana mendepis ketakutan terlebih mereka telah mengenal sosok Daniel yang beringas itu, suka membuat onar dan mengahajar siapapun yang mengusiknya.
Daniel menyunggingkan sudut bibirnya. Menatap Galen nyalang.
"Tugas makalah lo udah selesai? Atau mau nambah lagi. Jangan coba buat keributan di sini." Daniel berjalan mendekat hingga berjarak sekitar lima senti dengan Galen. Kedua tangannya mendorong bahu Galen kasar.
"Darimana lo tau?" tanya Galen kesal sendiri. Namun, benar apa yang di katakan Daniel. Tugasnya belum selesai bahkan belum di mulai. Mengingat itu semua membuat Galen mengacak rambutnya frustasi, merasakan sensasi kekesalan yang amat mendalam.
Sedangkan Daniel kini menatap cowok di hadapannya itu datar sambil mengingat memorinya saat dirinya keluar dari ruang BK itu tidak langsung hengkang dari sana. Melainkan mendengarkan semua percakapan mereka semua dari balik pintu kayu itu. Ia benar-benar memastikan jika cowok bernama Galen itu mendapatkan hukuman yang setimpal.
"Masih mau duel?" Daniel mencoba memancing emosi Galen.
Kedua tangan Galen terkepal kuat-kuat, lebih-lebih melihat wajah kakak kelasnya itu yang amat songong. Dirinya hanya bisa menahan amarahnya, mengelus dadanya dan banyak-banyak membaca istighfar dalam hatinya.
Galen berusaha menenangkan diri, menghela nafasnya dalam-dalam kemudian mengeluarkannya perlahan. Lalu menegapkan badannya, kemudian melangkahkan kaki berjalan ke depan dengan rileks. Fokus matanya hanya ke depan bahkan saat mengetahui Daniel berada sejajar di sampingnya. Ia tidak sudi untuk sedekar meliriknya.
"Cihh ... najiss." Daniel menatap meremehkan.
Galen benar-benar tidak menghiraukannya, tepat saat menatap Elenea yang sedang terpaku di depan pintu kelas itu ia pun menghentikan langkahnya. Memandang Elenea dengan isyarat tertentu. Ia memakai kode mata untuk memerintahkan cewek dengan earphone yang terpasang di kedua telinganya itu segera hengkang dari tempatnya.
Elenea pun mengangguk menuruti apa yang di isyaratkan oleh Galen. Keduanya berjalan sejajar meninggalkan Daniel yang masih diam mematung, tentu saja dengan rasa dendam dalam benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN KALENDRA (COMPLETED)✓
Teen FictionTentang Galen Kalendra, cowok berusia enam belas tahun mantan anak jalanan yang nasibnya berubah 180° setelah menjadi anak angkat tunggal dari keluarga kaya raya. Kehidupan barunya mempertemukannya dengan cewek yatim-piatu bernama Elenea. Elenea Sya...