Marsha masuk ke dalam pekarangan rumah sambil jalan kaki. Ia meminta untuk di berhentikan di pinggir jalan. Marsha tak ingin terjadi fitnah di antara Marsha dan Nevan. Selama di perjalanan untuk masuk, Marsha memikirkan apa saja yang di ucapkan oleh Nevan. Ternyata Nevan benar, memiliki ilmu agama yang bagus banyak sekali godaannya. Bahkan sebenarnya Marsha tak menyukai Wildan dalam arti kata untuk lawan jenis, melainkan kagum atas apa yang Wildan bisa.
Marsha hanya menghela nafas sambil mengucapkan salam sebelum masuk. Marsha melepaskan sepatu dan mulai menuju ke kulkas untuk mengambil air minum dingin, ia meneguk sekali habis air minum dingin yang sudah ada di dalam botol sedang.
"Apa yang sedang kau pikirkan? Bukankah hari ini kau tengah bersenang-senang dengan Nevan?" Yaya baru saja turun dari lantai atas. Marsha melirik Yaya sekilas namun mengalihkan pandangannya. Enggan menjawab tapi akhirnya ia menjawab lagi, "Aku lelah."
Yaya yang mendengarkan ujaran Marsha hanya mengangguk paham, ia tak akan bertanya lagi. Yaya adalah sahabat yang bisa memahami kondisi sahabatnya sendiri.
"Jika ada apa-apa kau harus menghubungi ku," Yaya tersenyum sembari duduk di sofa. Seperti biasa Yaya selalu menonton televisi, padahal isi di dalam TV hanyalah film azab dan acara dangdut.
Marsha tak menghiraukan Yaya, ia mulai naik ke lantai atas. Marsha menarik tas nya yang cukup berat itu sambil menunduk. Marsha banyak sekali pikiran, "Bisa-bisanya saya di tegur oleh pria non muslim," gumam Marsha di sepanjang jalan.
Setelah mencuci muka di dalam kamar mandi, Marsha kembali memakai bedak agar tidak terlihat pucat. Marsha sudah menulis beberapa yang bisa ia laporkan untuk tugas hari ini ke Dosen Pembimbing nya.
Marsha bergegas turun dari lantai atas, Marsha sudah cukup rapi setelah 15 menit yang lalu ia tampak kusut.
"Kau akan pergi lagi?" Yaya terbelalak.
Marsha hanya mengangguk, ia juga berjalan sangat cepat. "Aku ada urusan dengan Dosen, maaf aku tidak bisa menjawab lebih sopan," ujar Marsha karena ia tahu bahwa kata yang ia lontarkan cukup kurang sopan karena berteriak.
-------
Nevan kembali ke rumah dengan muka kusut. Tak terlihat seperti Nevan yang biasanya. Lagi-lagi Acan muncul dan membuyarkan pikiran Nevan.
"Lo nggak bersenang-senang? Gua tebak, lo pasti sakit hati karena ucapan dari Marsha," Acan mulai meniup alat pemotong rumputnya yang sangat kotor.
Nevan tak menjawab ia hanya mendesah kesal. Ia tak ingin Acan mengetahui apa saja yang baru ia lihat. Karena Nevan sedang tidak mood untuk berbicara. Apalagi membahas hal yang sensitif baginya.
"Tingkah lo sangat berbeda. Lo di ghosting oleh Marsha?" Acan masih menggoda Nevan.
"Lo benar-benar nggak paham situasi dan kondisi ya, Can? Gua lagi stress, lo nggak lihat? Seharusnya lo semangati gua bukannya malah mengejek gua!" Nevan sedikit tegas kali ini. Acan terdiam. Setelah mengutarakan itu, Nevan berjalan melewati Acan karena takutnya emosi Nevan semakin meledak dan menyakiti hati Acan sendiri.
Acan yang melihat tingkah laku Nevan mulai memikirkan sesuatu.
FLASHBACK ON
Acan kecil melihat seorang pria seumuran dengannya tengah menangis di tengah-tengah ruangan dimana disana ada foto dari kedua orangtua pria itu. Ternyata Acan melihat bagaimana kondisi keluarga Nevan. Nevan anak yatim piatu, sehingga Nevan tidak pernah dekat dengan keluarganya. Nevan juga di angkat oleh keluarga angkat yang cukup baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
AN UNFAMILIAR DAY
Fiksi Remaja[Edited] Kisah seorang pria non muslim yang mengejar cinta seorang wanita yang taat agama. Baca saja karena saya malas buat deskripsi.