Selama menikah dengan Barra, tadi malam merupakan pertengkaran pertama mereka. Manda sama sekali tidak menyangka kalau mereka akan berakhir dengan bertengkar seperti itu. Awalnya ia hanya ingin menumpahkan kekesalannya pada Barra. Namun, sepertinya ia datang disaat yang tidak tepat. Manda sangat yakin, jika Barra tidak memilih menghindar dengan pergi ke kamar, pertengkaran mereka masih akan terus berlanjut.
Setelah meninggalkan unit apartemen Barra, gadis itu langsung menuju unitnya. Manda tidak bisa lagi menahan tangis. Begitu di kamar, Manda duduk di tepi ranjang dan tangisnya tak dapat dibendung lagi. Semua perkataan Barra terus memenuhi benaknya. Semua kalimat yang terucap adalah sebuah kebenaran. Dan semua kebenaran itu seakan menusuk tepat pada hati Manda.
Semarah atau sedingin apapun sikap Barra padanya, pria itu tidak pernah membentaknya seperti tadi malam. Namun, wajar saja jika Barra bersikap demikian. Pria itu sudah sangat marah dengan semua yang terjadi diantara mereka. Satu-satunya orang yang pantas disalahkan hanya lah Manda. Ia yang memulai semuanya menjadi seperti ini. Manda yang membuat semua kekacauan dalam hubungan pernikahan mereka. Rasa bersalah terus menghantui perasaan Manda sejak tadi malam. Ia merasa bersalah pada Barra. Sangat.
Apa yang diucapkan Barra benar, Manda yang memulai ini semua. Maka ia yang harus mengakhirinya. Mengakhiri yang dimaksudkan adalah menyudahi hubungan mereka. Sebab Barra pun sudah meminta Manda memilih antara dirinya atau Deryl. Sungguh. Sampai dengan saat ini Manda masih tidak tahu dengan pilihannya. Ia seperti tidak bisa memilih satu diantara dua pria tersebut.
Jika Barra menyebutnya egois, maka pria itu benar sekali. Manda pun merasa demikian. Ia tidak menginginkan berpisah dengan Barra. Entah apa alasannya tetapi Manda tidak menginginkan itu. Lalu Deryl, gadis itu pun tidak ingin melepaskan Deryl. Manda menyayanginya. Barra dan Deryl adalah dua pria yang Manda inginkan diwaktu yang bersamaan. Namun, ia tahu kalau semua itu tidak mungkin. Harus ada seseorang yang ia pilih.
"Manda."
Begitu Sisil memanggil untuk yang keduanya, Manda baru menoleh. Karena terlalu larut dalam lamunannya, ia sampai tidak menyadari kehadiran Sisil. Manda memang datang lebih pagi dari biasanya. Bahkan disaat rekan-rekan yang lain belum datang. Gadis itu mengusap wajah berusaha mengenyahkan sesuatu yang terus memenuhi benaknya sejak tadi malam.
Sisil mengerutkan dahi begitu menyadari wajah Manda yang terlihat tak seperti biasanya. Ia memegang kedua pipi Manda lalu mengarahkan wajah gadis itu menghadapnya. "Lo abis nangis?" Tanyanya begitu menyadari mata Manda yang sembab.
Manda pun langsung melepaskan tangan Sisil dari wajahnya lalu menundukkan wajah. "Semalam—gue berantem sama Barra."
Raut wajah Sisil terlihat kaget begitu mendengar jawaban Manda. Ia pun memutar kursi menjadi berhadapan dengan Manda. Lalu meminta gadis itu menceritakan semuanya. Sisil bisa melihat kesedihan yang kembali dirasakan Manda begitu menceritakan semuanya. Beberapa kali Manda pun menyebut kalau semua ini salahnya. Dan ia benar-benar merasa bersalah pada Barra.
"Salah lo juga kenapa bahas semuanya saat Barra baru pulang kerja."
"Gue kesal. Selalu aja enggak datang, susah dihubungi. Handle keluarga gue sama keluarga dia itu enggak gampang, mereka selalu tanya Barra dimana, kapan datang, kenapa selalu enggak datang."
Sisil mengelus bahu Manda berusaha menenangkan gadis itu. "Tapi sikap Barra yang kayak gitu, udah nunjukkin kalau dia capek banget sama semuanya. Lo paham kan, gimana ada diposisi dia?" Kepala Manda mengangguk, mengerti maksud Sisil. "Man, lo enggak bisa terus egois kayak gini. Lo harus bisa pilih salah satu."
"Gue enggak tahu harus pilih siapa."
Tatapan Sisil tertuju pada mata Manda. "Lo mulai suka ya, sama Barra?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [Completed]
ChickLitDewangga Barra; dokter gigi. Putra sulung dari keluarga Budiatma. Memiliki tubuh tinggi, bola mata kecoklatan, alis tebal, hidung mancung, rahang tegas dengan brewok tipis. Senyumnya manis yang mampu memikat banyak perempuan. Amanda Ayudita; pegawai...