Kali Kedua - 12

21.1K 1.5K 53
                                    

Barra menghentikan mobil di sebuah parkiran restoran chinese. Sudah waktunya makan siang, ia harus mengisi perutnya terlebih dulu sebelum kembali sibuk menangani pasien di klinik. Pria itu mematikan mesin mobil lalu melepas seatbelt. Ia keluar mobil bersamaan dengan seseorang yang sebelumnya duduk di sampingnya. Setelahnya mereka pun langsung menuju pintu masuk restoran.

"Selamat siang. Sudah reservasi?" Tanya seorang pelayan di depan pintu masuk.

Seseorang yang datang bersama Barra menjawab. "Belum."

"Meja untuk berapa orang?"

"Tiga orang."

Kemudian dengan diantar pelayan tersebut, Barra menuju salah satu meja kosong yang berada tengah. Pelayan yang berbeda datang mengantarkan buku menu saat Barra mengedarkan pandangan melihat suasana restoran yang tidak terlalu ramai. Namun, sebagian besar pengunjung yang datang merupakan seorang karyawan. Hal tersebut terlihat dari setelan pakaian mereka yang rapih seperti orang kantoran.

Setelah menyebutkan menu pesanan mereka, Barra memeriksa ponsel. Sementara Ginna menuju ke toilet. Ya, seseorang yang datang bersama Barra adalah Ginna. Sebelumnya mereka memang sudah merencanakan untuk makan siang bersama. Lagipula siapa lagi seseorang yang bisa Barra ajak untuk makan siang bersama. Kalau bukan Ryan, ya, Ginna. Jika bisa keduanya, kenapa tidak. Mungkin saja memang ia mengajak Manda. Namun, sepertinya gadis itu akan berpikir lama untuk menerima ajakannya.

"Ryan belum datang?" Tanya Ginna begitu kembali dari toilet.

Barra meletakkan ponsel di meja. "Barusan dia chat, katanya enggak jadi ke sini. Harus nemuin Luna." Ia menjeda ucapannya sejenak. "Kayaknya mereka lagi ada problem."

"Problem apa?"

"Ryan belum cerita apa-apa tapi dari kemarin tuh anak mukanya kusut banget. Biasalah cobaan menjelang pernikahan."

"Lo juga dulu gitu?" Ginna tersenyum.

"Justru cobaan datang setelah pernikahan—sampai sekarang."

Kalimat tersebut membuat Ginna tertawa dan Barra hanya tersenyum. Ia jadi flashback mengingat saat-saat menjelang pernikahannya dulu—beberapa bulan lalu. Barra merasa saat itu justru semuanya berjalan dengan lancar. Jika orang mengatakan akan ada cobaan menjelang pernikahan. Namun, sayangnya Barra tidak merasakan itu. Memang tidak semua hal berjalan dengan semestinya.

Lagipula dulu, urusan pernikahannya dengan Manda sebagian besar diurus oleh mama Lita dan juga mama Heni. Sebab mereka lah yang sangat bersemangat dengan pernikahan putra putri mereka. Manda dan Barra hanya menurut saja. Mereka pun justru jarang bertemu begitu menjelang pernikahan. Terlebih Manda yang memang tidak menginginkan pernikahan ini menyerahkan semua pada mamanya.

Rupanya, tidak adanya cobaan menjelang pernikahan tidak menjamin sebuah pernikahan akan terbebas dari cobaan setelahnya. Sebab satu bulan setelahnya, badai dalam pernikahannya pun datang. Badai yang menurut Barra begitu besar dan membuat semuanya kacau. Dan sampai dengan saat ini badai tersebut masih saja terus berlangsung yang justru semakin mengacaukan semuanya. Entah sampai kapan semuanya akan seperti ini.

Seorang pelayan datang kembali mengantarkan pesanan mereka. Masing-masing pesanan disajikan di meja membuat keduanya sudah tidak sabar ingin segera menikmati makan siang mereka. Disaat yang bersamaan terlihat pintu masuk restoran yang terbuka menampilkan dua pengunjung yang baru datang dan menuju sebuah meja kosong dengan diantarkan oleh pelayan lain.

"Oh iya—hampir aja lupa, ada titipan undangan buat lo. Tapi undangannya ketinggalan di ruangan gue."

Barra yang sudah menikmati makanannya mengernyitkan dahi. "Dari siapa?"

Kali Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang