Kali Kedua - 13

20.1K 1.5K 79
                                    

Barra melepas masker yang ia gunakan seraya menaiki anak tangga menuju lantai dua. Ia baru saja menyelesaikan prakteknya hari ini. Pasien hari ini tidak terlalu banyak sehingga ia bisa selesai lebih cepat. Namun, sepertinya ada seseorang yang lebih cepat darinya. Ryan. Pria itu sudah menempati sofa yang berada di depan ruangan mereka di lantai dua dan sedang menikmati makan malam yang baru saja diantarkan oleh Lani. Seperti biasa makan malam mereka hasil delivery order.

Terlebih dahulu Barra mengambil sebotol air mineral di kulkas kemudian meneguknya. Ia menghempaskan tubuh di sofa yang sama dengan Ryan. Mata Ryan hanya melirik sekilas karena terlalu sibuk menikmati makan malam. Barra mengeluarkan ponsel dari saku, memeriksa beberapa chat yang masuk. Jemari tangannya bergerak lincah saat membalas chat dari Ginna lalu menutup aplikasi chat dan meletakkan ponsel di meja.

Tidak ingin membiarkan Ryan makan seorang diri, Barra pun mengambil makanan miliknya lalu membuka penutupnya. Sesungguhnya ia bosan karena terus menikmati makanan restoran atau pun makanan cepat saji seperti ini setiap hari. Terkadang ia juga bingung memikirkan menu makan malam. Namun, mau bagaimana lagi. Ia tidak pandai memasak, hanya masakan standar yang ia dapat lakukan. Dan juga, saat kembali ke apartemen pun ia sudah merasa begitu lelah yang membuatnya ingin segera beristirahat.

Jujur saja, Barra merindukan makanan rumah. Ia merindukan masakan Manda. Meskipun terkadang gadis itu bertindak ceroboh tetapi ia pandai memasak. Dulu, saat di awal pernikahan mereka, sesekali Manda akan memasak untuk makan malam. Masakannya memang tidak seenak masakan mama Lita tetapi Barra menyukainya. Di awal rasanya memang terasa begitu asing di lidah tetapi lama kelamaan Barra mulai terbiasa. Dan kini, ia benar-benar merindukan masakan gadis itu.

"Bar, gue perhatiin lo makin dekat sama Ginna." Ucap Ryan membuka obrolan.

Mata Barra melirik sekilas. "Dari dulu juga udah dekat." Ia menyuapkan sesendok nasi ke mulut.

"Kali ini beda, dekatnya sebagai laki-laki dan perempuan dewasa. Lo lagi deketin dia?"

"Di rumah sakit banyak yang bilang kalo kita cocok."

Ryan menatap Barra. "Beneran lo mau sama Ginna? Manda gimana?"

Tidak ada tanggapan dari Barra. Pria itu hanya tersenyum sambil menikmati makanannya. Ryan pun yang tidak mendapatkan jawaban apapun mencebikkan bibir kesal. Setahu Ryan, Barra memang bukan seseorang pria yang senang berselingkuh. Jika ia sudah bersama dengan satu wanita maka ia akan setia padanya. Namun, dalam hal hubungannya dengan Manda ini berbeda. Barra sudah terlalu banyak tersakiti karena istrinya. Pernikahan mereka pun semakin tidak jelas, mereka suami istri tetapi hidup masing-masing.

Manda pun memiliki hubungan dengan pria lain yang tidak menutup kemungkinan akan membuat Barra bersikap sama sepertinya. Bukan hanya itu saja, saat ini semakin hari Ryan melihat jika pria itu semakin dekat dengan Ginna. Meskipun Ginna seseorang yang takut berkomitmen dan tidak ingin memiliki hubungan spesial dengan siapa pun, bisa saja pada akhirnya gadis itu akan luluh dengan Barra. Siapa juga yang tidak akan luluh dengan pesona dan senyum manis pria itu.

Kemudian terdengar suara langkah kaki yang menaiki tangga. Ryan menoleh dan menemukan seseorang yang sebelumnya sedang mereka bicarakan berjalan menghampiri mereka. Ginna, dengan kemeja dan celana panjangnya serta rambut yang diikat asal tersenyum pada dua teman prianya. Disaat Ryan terlihat bingung dengan kedatangan Ginna sebab mereka tidak memiliki janji untuk bertemu. Namun, tidak dengan Barra, pria itu terlihat santai sambil merapihkan wadah makan yang sudah kosong.

Barra bangkit dari sofa lalu berjalan ke tempat sampah membuang bungkusan makanannya saat Ginna duduk di sofa single. "Lo bukannya di Jogja?" Tanya Ryan pada Ginna.

"Tadi pagi udah di Jakarta. Acara nikahan sepupu gue udah selesai."

"Terus lo ngapain? Janjian sama Barra?"

Kali Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang