Kali Kedua - 18

21.3K 1.5K 26
                                    

Barra terbangun dari tidurnya saat waktu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Tangannya terulur mematikan alarm ponsel yang memang selalu membangunkannya setiap hari. Pria itu mengubah posisi menjadi duduk di tepi ranjang. Kemudian tatapannya tertuju pada sebuah ikat rambut berwarna hitam yang berada di nakas. Tangan Barra kembali terulur mengambil ikat rambut tersebut.

Tadi malam sebelum tidur, ia menemukan ikat rambut tersebut di ranjang tidurnya. Sudah pasti bukan miliknya, melainkan milik Manda yang tertinggal. Setahu Barra, sama seperti perempuan lain, Manda memiliki banyak ikat rambut berbagai macam warna. Sebab gadis itu selalu saja kehilangan benda kecil tersebut. Entah yang terkadang lupa menyimpan atau pun meninggalkannya begitu saja, seperti sekarang ini contohnya.

Melihat ikat rambut tersebut membuat Barra teringat dengan si empunya. Istrinya. Bagaimana keadaan gadis itu pagi hari ini? Apa sudah baikan? Atau mungkin keadaannya belum membaik? Seketika saja Barra ingin menemui Manda guna mengecek kondisinya. Untuk memastikan kalau Manda baik-baik saja. Kalau perlu hari ini Barra akan memintanya tidak perlu ke kantor, ia masih membutuhkan istirahat.

Pria itu mengambil ponsel, mencari kontak Manda. Gerakan tangannya yang akan menghubungi gadis itu terhenti saat teringat apa yang dikatakan Manda tadi malam. Mengenai gadis itu yang tetap menginginkan untuk berpisah. Barra terdiam beberapa saat sebelum akhirnya tetap menghubungi Manda.

"Enggak usah ke kantor." Ucap Barra begitu sambungan telepon tersambung.

"Aku udah baikan."

Terdengar suara cebikan bibir Barra yang kesal dengan sikap keras kepala istrinya. "Tapi masih butuh istirahat."

"Aku beneran udah baikan. Aku tutup, ya, mau siap-siap."

Sambungan terputus, Barra menghela nafas berat. Setelahnya Barra beranjak dari ranjang menuju kamar mandi. Ia harus segera bersiap untuk menuju rumah sakit. Meskipun hari ini ia sedang tidak bersemangat, pikirannya sedang mumet tetapi ia memiliki tanggung jawab yang tidak bisa ditinggalkan. Barra hanya bisa berharap hari berlalu dengan cepat dan ia bisa melewatinya tanpa kendala apapun. Besar harapannya semua masalah dapat terselesaikan.

Selesai mandi, Barra membuka lemari pakaian memilih setelannya hari ini. Sebuah kemeja berwarna navy dengan celana panjang putih menjadi pilihannya. Setelah menggulung lengan kemeja menjadi sesiku, Barra berdiri di depan cermin guna merapihkan rambut dengan sisir. Begitu selesai, ia berbalik badan menuju nakas yang berada di sisi ranjang. Tangannya menarik laci nakas mencari koleksi jam tangannya yang lain.

Barra memang salah satu pria yang senang mengoleksi jam tangan. Koleksi jam tangannya tidak banyak tetapi harganya cukup mencengangkan. Pria itu mengambil salah satu koleksi jam tangan lalu memakainya di pergelangan tangan. Saat dirinya akan kembali menutup laci nakas tersebut, tatapannya tertuju pada sebuah map hitam yang memang sudah lama tersimpan di sana.

Pria itu mengeluarkan map hitam tersebut dari laci nakas kemudian membukanya. Matanya membaca cepat tulisan yang terdapat pada selembar kertas tersebut. Setelahnya dengan membawa map hitam, ponsel, dompet serta kunci mobil, ia berjalan keluar kamar. Ia menyimpan semua barangnya di meja bar sementara dirinya menyiapkan cangkir dan bersiap membuat kopi.

Secangkir kopi sudah tersaji di hadapan Barra yang duduk pada kursi bar. Asap panas masih mengepul di atas kopi buatannya. Di samping cangkir kopi terdapat map hitam yang dibiarkan terbuka menampilkan selembar kertas dengan bagian atas yang tertulis SURAT KONTRAK PERNIKAHAN. Ya, surat kontrak yang dibuat Manda sekitar beberapa bulan yang lalu sekarang ada di hadapannya.

Barra tidak perlu membaca ulang isi surat kontrak tersebut. Sebab ia sudah menghafalnya. Dan sampai dengan saat ini hanya tanda tangan Manda yang tertera pada surat kontrak tersebut. Barra tidak pernah mau menandatanganinya. Bahkan disaat surat kontrak tersebut akan segera selesai, Barra tidak akan pernah membubuhkan tanda tangannya di sana. Sebab ia memang tidak pernah setuju dengan adanya surat kontrak tersebut.

Kali Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang