"Kausadar tidak sih kalau kau itu hanya terobsesi padanya! Kautidak mencintainya, Viana!"
Salah.
Apa yang diucapkan oleh Kakaknya itu salah. Sebab Viana sudah cukup dewasa untuk menyadari bahwa apa yang ia rasakan saat ini adalah cinta, bukan obsesi semata.
Dari saat dirinya pertama kali bertemu dengan Lynch sampai sekarang, perasaan itu masih sama dan terus berkembang setiap harinya.
Viana masih ingat, bahkan meskipun dulu ia masih kecil, ia masih bisa merasakan getaran asing ketika melihat Lynch. Kebaikan hatinya serta sikap dinginnya membuat perasaan Viana pada Lynch mulai tak terkendali.
Saat itu ia berumur sepuluh tahun, saat di mana ia disuruh oleh Ibunya untuk menjemput Kakaknya yang sedang bermain. Seseorang mengerjainya sehingga ia masuk ke dalam hutan dan tersesat di sana. Yang bisa Viana lakukan hanyalah menangis dan berharap akan ada seseorang yang datang menolongnya.
"Apa kau tersesat?" Suaranya lembut dan menenangkan, menyalurkan kehangatan di hati Viana yang sedang ketakutan. Ia mendongak guna menatap seseorang yang bertanya kepadanya. Tubuhnya tinggi dengan tubuh yang kurus. Ia juga membawa pedang dipunggungnya membuat Viana jadi sedikit ketakutan. Karenanya Viana memundurkan tubuhnya untuk menjauhi anak laki-laki tersebut.
"Hei jangan takut! Aku akan menolongmu," ujarnya menenangkan. Ketakutan yang semula dirasakan oleh Viana mulai menghilang saat anak laki-laki tersebut tersenyum padanya sambil mengulurkan tangan kanannya. Viana tak bisa untuk tidak menolak. Tatapan matanya membuat Viana jadi percaya sepenuhnya pada anak laki-laki tersebut bahwa dia tidak berniat jahat kepadanya.
Viana tidak menangis lagi. Ia justru malah merasa aman di dekat anak laki-laki tersebut. Ia juga tak menolak ketika anak laki-laki itu menawarkan gendongan di punggung saat Viana sudah mulai merasa lelah. Meski Viana hanyalah seoarang gadis kecil yang masih polos, tapi ia cukup menyadari bahwa jantungnya mulai berdetak tidak karuan.
"Aku Viana, siapa namamu?" tanya Viana tepat disebelah telinga kiri anak laki-laki tersebut.
"Lynch," jawabnya dengan singkat.
Viana terus mengingat nama itu. Juga berusaha untuk tetap mengingat bagaimana mereka bisa bertemu. Tak akan ia biarkan satu momen pun terhapus dari ingatannya.
"Jadi kau adiknya Yashvin?"
Di pertemuan kedua mereka, Viana baru mengetahui bahwa Lynch adalah teman main dari Kakaknya. Sejak itu mereka sering bertemu. Bahkan Viana menghilangkan kebiasaannya bermain masak-masakkan bersama dengan teman-teman sebayanya hanya agar ia bisa berteman dengan Lynch. Ia juga dipertemukan dengan Alice dan juga Lucien. Lambat laun persahabatan antara dirinya, Lynch, Lucien dan Alice pun mulai terjalin.
Dari sanalah Viana sadar, bahwa ia ingin terus bersama dengan Lynch.
"Viana!" seruan seseorang menyadarkan Viana dari lamunannya. Ia menoleh dan mendapati Alice tengah berlari ke arahnya.
"Ada apa?" tanya Viana.
"Aku khawatir! Preticia tidak ada di rumahku sejak pagi, apa kau melihatnya?"
Viana menggeleng. "Mungkin sedang berjalan-jalan," jawabnya asal.
"Entahlah. Aku takut dia pergi seperti kemarin,"
"Oh ayolah Alice, dia sudah besar. Kau tak perlu mengkhawatirkannya. Dia pasti akan baik-baik saja,"
"Mau bantu aku cari Preticia?"
Alice tampak berpikir sebentar. Daripada ia terus merasa kesal dengan Kakaknya, lebih baik Viana membantu Alice mencari Preticia.
Mereka sudah berkeliling kampung, namun tak kunjung juga bertemu dengan Preticia hingga membuat mereka merasa lelah. Di tengah Viana yang mengeluh karena merasa lelah, mereka bertemu dengan Waren dan juga Obion.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Want To Be With You [The End]
Romance[Cerita ini hanyalah karya fiksi semata baik nama, tempat, penokohan, serta nama organisasi. Semua tidak terjadi di dunia nyata dan hanya bersifat khayalan. Mohon bijaklah dalam membaca. Terima kasih!] #mari vote dan komen, wahai kalian yang membaca...