23

11K 979 17
                                    

H a p p y 💫 R e a d i n g

Pagi yang cerah, namun tidak dengan suasana hati Rio. Ia semakin merasa kecewa terhadap Adam karena begitu ia bangun Adam malah tak ada di apartemen.

Hanya sebuah notes kecil yang ditempelkan di pintu kulkas yang berisi:

'Papa ada kerja di luar kota, jadi keknya Papa gak bisa pulang beberapa hari yang papa sendiri gak tau sampai kapan. Maaf dan makasih untuk kemarin, papa sayang sama kamu.'

Rio berdecih sinis melihat notes itu. Dengan kasar, Rio meremat notes itu dan membuangnya ke tong sampai yang berada di samping kulkas.

Rio menatap ke arah meja makan, disana sudah tersedia sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya.

Selera makannya langsung hilang begitu saja. Namun, karena Rio masih menghargai perasaan Adam yang telah membuatkan ia sarapan. Rio memasukkan nasi goreng itu ke kotak bekal, lalu memasukkan kota bekal yang berisi nasi goreng itu ke tasnya.

💫💫💫

"Gess, kantin yok!" ajak Deon dengan sedikit berteriak.

"Gass!" balas Zino.

Rio hanya menanggapinya debgan anggukan. Tapi, ia merasa janggal degan situasi ini. Seperti ada yang kurang tapi apa?

Rio mengangkat bahunya acuh tak ingin kembali berpikir dan memilih untuk mengikuti ketiga temannya yang sudah berjalan.

Tak lupa juga ia membawa kotak bekal dari dalam tasnya.

Sesampainya mereka di kantin, suasana kantin yang ramai menjadi pemandangan biasa bagi mereka. Mereka berjalan beriringan menuju meja paling pojok. Meja yang selalu mereka tempati.

"Kalian pesan apa?" tanya Deon begitu mereka sudah duduk di meja kantin.

"Gue bakso sama air putih aja," jawab Zino.

"Gue ikut Zino."

"Kalo lo, Yo?" tanya Deon pada Rio yang tak kunjung buka suara.

Tanpa menjawab pertanyaan Deon, Rio mengangkat kota bekalnya. Deon mengangguk dan langsung pergi.

"Tumben lo bawa bekal?" tanya Aldo penasaran.

"Pengen aja."

Aldo mengangguk dan mengambil sendok yang ada di kotak bekal Rio.

"Minta, ya."

Rio mengangguk, Aldo mengangkat sendok itu untuk mengambil gumpalan nasi yang sudah di goreng.

Belum sempat Aldo mengangkat sendok. Tiba-tba, sebuah jus jeruk jatuh begitu saja hingga membuat nasi goreng milik Rio menjadi berkuah. Bukan hanya nasi goreng yang menjadi berkuah, bahkan seragam sekolah Rio juga terkena cipratan dari tumpahan jus jeruk itu.

Aldo menatap tajam sesosok yang kini sudah menundukkan kepalanya takut.

"Lo gak punya mata, ya?"

Aldo menatap tajam sesosok itu a.k.a Nio.

"Sorry, kak. Sorry kak Rio!"

Suasana kantin berubah menjadi hening. Tak ada satu pun dari mereka yang membuka suara. Mereka semua langsung memfokuskan perhatian mereka pada kejadian di meja Rio dkk.

Bahkan, ada beberapa dari mereka yang sudah membuka ponsel berniat merekam kejadian itu.

Ingin sekali rasanya Rio mengamuk dan membogem Nio. Oh ayolah, ia sudah sedari awal memiliki mood yang buruk karena Adam. Dan kini? Ah sudahlah.

"Lo! Lo emang pembawa sial ya?" celetuk Zino sinis.

"Gue bukan kebawa sial, kak!" teriak Nio marah.

Tanpa basa-basi, Aldo mengambil jus jeruk yang entah milik siapa lalu menyiramkannya pada Nio.

Rio terbelalak kaget melihat kejadian itu.

"Gak perlu nyiram juga, Al." tegur Rio.

Tiba-tiba, Rati datang bersama dengan Deva dan Vina. Rati memberikan sebuah sapu tangan miliknya pada Rio.

"Bersihin baju lo."

"Makasi, Rat."

Rati mengangguk, lalu ia memperhatikan Nio yang kini sudah menangis.

"Dia emang pantas dapat perlakuan kayak gitu. Bahkan lebih parah dari itu!" sinis Zino.


"Eit eit, ada apa ni?" tanya Deon yang baru saja datang.

Deon memperhatikan beberapa orang yang menonjol di tkp.

Zino yang masih duduk santai dengan memandang Nio sinis. Aldo yang berdiri memegang gelas bekas jus jeruk dengan memandang Nio sinis. Nio yang menunduk dengan keadaan basah, bahunya juga bergetar tanda ia sedang menangis. Dan terakhir, tuan muda Rio yang kini sibuk membersihkan baju menggunakan sapu tangan yang tadi diberi oleh Rati dengan sesekali Rati membantu membersihkan bagian yang tak bisa dijangkau oleh Rio.

"Anjay, cowok kok lemah. Malu woy sama otong!" celetuk Vina tiba-tiba.

Deva yang mendengar celetukan Vina yang terkesan asal ceplos itu langsung membekap mulut Vina dengan kencang.

"Tau tu, cowok kok nangis. Kek gak punya mental aja lo."

Nio memandang Zino marah.

"Emang kenapa kalo cowok itu gak boleh nangis? Cowok juga punya perasaan hiks!"

Vina dan Deon seketika bergidik ngeri mendengar isakan Nio.

"Udah-udah, daripada kalian makin buat anak orang nangis. Lebih baik kita balik aja ke kelas." lerai Rati.

"Gak seru lo, Rat."

Rati mengabaikan perkataan Vina dan memilih fokus pada Rio.

"Lo ke kamar mandi, biar gue belikan lo baju seragam baru di koperasi."

Rio mengangguk dan berjalan meninggalkan kantin. Diikuti oleh yang lainnya yang memilih untuk kembali ke kelas.

"Kalian punya hubungan, ya?" tanya Deva menggoda.

"Enggak ah, kita cuma teman aja. Gak tau kalo besok." Rati tersenyum malu.

Vina dan Deva dengan kompak menyenggol bahu Rati menggoda.

"Gue sarankan lo jangan terlalu berharap deh, kak. Soalnya gue denger kalo Kak Rio setelah lulus langsung ke Canada."

Mereka bertiga membalikkan badan mereka secara kompak. Menatap seorang adik kelas -terlihat dari simbol yang bertengkar apik di seragamnya- dengan tatapan bertanya.

"Lo siapa?" tanya Rati.

"Gue? Gak siapa-siapa, cuma calon tunangannya kak Rio doang." santai adik kelas itu a.k.a Nana.

-t b c-

1 Tahun Bersama Papa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang