Menemukan cerita ini dari mana?
Facebook?
Tiktok?
Instagram?
WhatsApp?
Telegram?
Rekomedasi teman?
Jangan lupa untuk vote dan komen di setiap paragraf ya! Jujur, vote dan komen dari kalian sangat berharga biar bisa menaikkan rating cerita.
Happy reading!
cara merindukan seseorang yang paling menyakitkan adalah dengan cara mengingat momen terindah yang pernah dilalui bersama orang itu."
~Bagaskara Antonie Pradipta~"Merindukan seseorang di kota lain memang menyakitkan. Namun, lebih sakit jika merindukan seseorang yang tubuhnya sudah menyatu dengan tanah itu jauh lebih menyakitkan."
~Agrilia Putri Argadana~Samuel sejak tadi duduk di teras rumah sembari menopang dagu. Raut wajah yang selalu menggemaskan pun kini telah sirna. Bocah yang masih mengenakan kemeja hitam lambat laun mulai meneteskan air mata. Rasa sesak kian menyeruak di dada Samuel. Bocah lelaki itu menundukkan kepalanya dalam. Dia terus memukul lantai berkali-kali. Dia tidak peduli kalau tangannya bakal sakit. Samuel sangat merindukan Zidan.
"Seharusnya sekarang Samuel main sama bang Zidan."
"Bang Zidan, kenapa malah ninggalin Samuel? Samuel pengen banget main lagi sama bang Zidan." Samuel menyeka bulir bening yang membasahi pipi. "Samuel janji enggak bakal nakal, tapi ... bang Zidan harus ke rumah Samuel, harus main sama Samuel."
Kinan tersenyum haru kala mendengar tutur kata putra bungsunya. Wanita itu juga sama halnya dengan Samuel yang merasakan kehilangan atas kepergian Zidan.
"Ya Allah, Zidan. Amal baik apa yang kamu lakukan sampai semua orang kehilangan kamu," lirih Kinan dengan mata yang mulai berlinang. "Yang tenang di sana anak baik, kamu bakal selalu Tante rindukan."
Bagas, saat ini tengah menenangkan Lia yang masih menangis di pelukan Bagas. Gadis itu seperti kehilangan separuh kehidupannya. Lia tidak menyangka kalau pertemuan kemarin sore adalah pertemuan terakhir.
"Berhenti nangisnya, ya?" Bagas menangkupkan tangannya di pipi Lia. "Sayang ... kasian Zidan kalau kamu sedih terus kayak gini." Usapan lembut kian Lia rasakan di pipinya. "Senyum lagi demi Zidan."
"Aku enggak bisa! Aku enggak bisa kehilangan Zidan! Dia yang selalu hibur aku." Lia memukul dada bidang Bagas. Cowok itu sama sekali tidak mengelak. Dia membiarkan gadisnya untuk meluapkan emosi. "Mimpi yang lama."
"Ini bukan mimpi ... ini nyata."
Lia membulatkan bola matanya. Bulir bening kian menumpuk di pelupuk mata Lia. Gadis itu masih berharap kalau semua ini hanyalah mimpi.
"Bukan! Ini bukan nyata, tapi ini cuma mimpi." Lia bangkit dari duduknya. Dia hendak menghampiri Kinan yang berdiri di ambang pintu sembari memerhatikan putra kecilnya yang menunggu kehadiran seseorang yang tidak akan datang lagi. "Bunda," panggil Lia.
Kinan menoleh kala terdengar suara lembut yang memanggilnya. Wanita itu terlebih dahulu menyeka bulir bening yang membasahi pipinya. Kinan mengusap puncak kepala Lia dengan penuh kasih sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
A&B | Kita Belum Usai [Ending]
Подростковая литератураYang sudah membaca cerita ini, tolong jangan spoiler alur cerita dan endingnya! "Kalau kita usai, aku boleh kangen pelukan kamu yang bikin nyaman? Aku boleh kangen kamu?" Agrilia atau kerap disapa Lia, tidak pernah menduga kalau dirinya akan kembali...