1%

64 9 2
                                    

Cw // fake situation , ooc

.

.

.

.

.

.

.

.

"Bumjae ayok!!"

Tangan besar itu menarik Bumjae menuju tepi bukit. Bumjae mengaduh sakit ketika kakinya tak sengaja tersandung akibat tarikan kuat yang dilakukan temannya- Vasco.

Vasco langsung berbalik arah ketika mendengar lenguhan sakit dari bibir sahabatnya.

"Maaf Bumjae!!" Vasco langsung membantu Bumjae bangkit dan membersihkan sisa-sisa noda tanah yang menempel di pakaian Bumjae.

Bumjae mendengus mendengar ucapan maaf itu, Vasco selalu saja begitu setiap kali sedang merasa senang, tapi tidak mengapa, yang penting lelaki bertubuh besar itu masih bisa mengucapkan kata maaf.

Setelah melepaskan genggamannya, Vasco berdiri di tepi bukit, dia menatap langit malam yang dihiasi dengan kembang api. Sedangkan Bumjae, mencoba mencari aman dengan berdiri sedikit jauh dari tepian.

Mata keduanya sama-sama berbinar, dan tersenyum dengan cerah. Tanpa tahu bahwa saat hari itu juga Vasco kehilangan senyum nya.

---

Tanah longsor yang terjadi dua bulan yang lalu, telah merenggut fungsi kakinya dan membuatnya harus mendekam di rumah sakit. Sisa hidupnya dihabiskan dengan duduk diatas kursi roda yang memuakkan, Vasco tak dapat berlarian lagi seperti biasa.

Bumjae ikut merasa sedih ketika menatap Vasco yang sekarang banyak diam. Dia mengeratkan genggaman nya pada dua kotak susu coklat kesukaan Vasco, berharap minuman itu dapat mengembalikan moodnya.

"Vasco! Liat gue punya apa." Vasco menoleh, pandangan yang sebelumnya datar berubah menjadi cerah.

"Mauu!!"

Bumjae tertawa melihat reaksi semangat dari sang sahabat, ia langsung menghampiri Vasco yang terduduk didekat jendela besar.

Bumjae berjongkok dihadapan Vasco dan memberikan sekotak susu itu pada Vasco yang langsung menerima dengan senang hati.

"Ayok keliling-keliling diluar, nanti lama-lama lo sumpek di rumah sakit terus."

Vasco mengangguk. Bumjae mendorong kursi roda milik Vasco menuju taman yang menjadi langganan nya setiap kali sedang merenung.

Tak ada pembicaraan apapun selama perjalanan mereka. Keduanya sama-sama melamun, entah memikirkan apa.

Sesampainya disana, Bumjae mendorong kursi roda Vasco di samping kursi taman. Ia langsung mendarat kan bokong nya di kursi itu. Bumjae meregang kan tangannya, mengalihkan atensi Vasco yang tadinya asyik dengan pemikirannya.

"Pegel ya dorongin kursi roda gue terus?"

"Ohh? Pegel sihh, tapi gak papa, sekalian gue olahraga kan ya." Bumjae memaksakan senyumnya.

"Emangnya lo gak capek? Gue aja yang duduk doang capek."

"Ya pasti lah, wajarkan kalo ngerasa capek juga. Manusia mana sih yang gak ngerasain capek, sekalipun hidupnya dihabisin pake males-malesan juga pasti ngerasa capek."

Vasco mengangguk menyetujui itu, karena nyatanya dia sedang berada di fase itu.

"Kalo gue pengen mati karena gue ngerasa capek, boleh gak?"

Bumjae tersedak dan langsung menatap Vasco dengan tatapan terkejut. Ia tidak memprediksi bahwa Vasco akan berkata seperti itu.

"Kok lo ngomong gitu?!"

"Gue serius Bumjae. Gue ngerasa ilang semangat gini semenjak lumpuh dan gak bisa ngapa-ngapain."

Bumjae memandangi Vasco dengan pandangan sendu. Ia meraih tangan Vasco yang menganggur dan menaruhnya di pipi sebelah kanan.

"Gue sedih kalo lo sampe kepikiran buat mati. Jangan pernah sekalipun lo mati ditangan lo sendiri, biar Tuhan yang ngambil nyawa lo. Seenggaknya tahan kemauan lo buat mati demi gue."

Vasco menatap balik Bumjae. Dia tertawa kecil melihat ekspresi sedih Bumjae. Tangan yang berada di pipi itu ia gunakan untuk mencubit gemas tumpukan lemak yang menggumpal dalam genggamannya.

Bumjae meringis ketika tangan Vasco mencubit pipinya dengan cukup keras.

"Hehe makasih udah ngingetin itu, semangat hidup gue nambah satu persen."

"Dikit banget."

"Lo sering-sering ngasih kalimat kayak gitu ya? Biar semangat hidup gue nambah satu persen, satu persen, satu persen terus."

"Tapi lo janji, jangan sekalipun lo bunuh diri lo sendiri."

"Iya."

Mereka berdua menautkan kelingking mereka, dan saling melempar senyuman tulus.

---

Vasco benar-benar menepati janjinya itu. Kini Bumjae mengusap batu nisan berhiaskan nama Vasco itu dengan tangannya sendiri.

"Halo. Ini udah kesekian kalinya gue dateng nemuin lo, pasti bosen ya ngeliat gue mulu? Maaf ya Vasco."

"Semaleman ini gue gak bisa tidur. Gue keinget sama lo terus, mungkin istilah nya kangen kali ya? Kayaknya iya. Lo kangen gak sama gue? Harusnya kangen sih, soalnya gue udah lama gak pat pat kepala lo lagi."

"Disana pasti enak, lo bisa minum susu coklat terus, kalo disini harganya naik, lama-lama gue bokek kalo beli itu terus."

Bumjae menceritakan semua yang terjadi di harinya. Teman kecilnya- Vasco, menepati janji yang pernah mereka buat. Vasco tidak membunuh dirinya sendiri, tapi menunggu takdir yang akan mengambil nyawanya dan menghabiskan sisa waktunya dengan baik.

"Gue pamit dulu. Bahagia disana ya."

Lookism Random Oneshot Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang