"Dia tak memiliki koin, dan tak bisa naik perahuku," sanggah Charon sambil melepas topinya. Thanatos menyeringai, yang memberi kesan tampan dan seram secara bersamaan. Di satu sisi, Jace terpaku pada si Harpy. Dia masih mencerna semua kejadian ini, otaknya barangkali lelet karena kepalanya menghantam dasbor mobil.
"Dia akan menjadi arwah yang tak bisa masuk ke Dunia Bawah, mengambang tanpa tujuan di atas sungai Acheron."
"Arwah? Mana?" Jace menoleh ke sana-ke mari, tapi tak menemukan arwah manapun.
"Kabut, Nak. Tampaknya mereka bersembunyi di sana, dan tak berminat mengganggumu. Itu bagus. Soalnya mereka sudah gila, berada di sana puluhan, ratusan, bahkan ribuan tahun! Bayangkan saja arwahmu menggentayang tanpa bisa masuk Dunia Bawah."
"Itu ... seram." Jace menukas.
"Tepat," jawab Charon.
Thanatos melambaikan tangan. "Aku bawa Harpy, dia bisa naik itu. Dan ini adalah perintah Yang Mulia Hades, kau paham apa maksudnya?"
"Tak ada yang bisa menentangnya," balas Charon dengan berat hati. Namun, sebelum Thanatos mengulurkan tangan pada Jace, ia menahannya. "Kenapa Yang Mulia menginginkannya?"
"Aku tak tahu, beliau hanya menyuruhku untuk membawanya. Nah, Jace, mari pergi." Thanatos memiliki wajah acuh tak acuh yang membuat Jace skeptis.
"Apa ini akan baik-baik saja?" gumannya.
Thanatos menggeram rendah, "Turuti saja."
"Oke."
Jadi, karena takut, Jace meraih tangan si dewa. Dia menggigil karena betapa dinginnya tangan itu, tapi tak mengatakan apa-apa. Charon menyerah, mengamati saja saat Jace dinaikkan ke Harpy. Cowok itu menegang, Harpy di bawahnya tampak malas dan penasaran kenapa disuruh membawa dirinya.
"Santai, Nak. Aku takkan memakanmu," kata si Harpy. Jace mengembuskan napas panjang, naik ke punggung Harpy yang lentur dan nyaman. Harpy memekik pelan dan memelototi Thanatos.
"Aku tak percaya menjadi tunggangan."
Thanatos melepaskan jubah, sayap hitam merebak di punggungnya. Itu sepanjang dua meter, hitam mengilap seperti habis dilas, tiap helainya cukup tebal, yang pasti lebih besar dibanding sayap elang. Sayap itu mengepak sebentar, terpaksa harus terseret di tanah karena terlalu panjang.
"'Kan bisa pakai skuter terbang atau pesawat mini!" Harpy masih memprotes.
Thanatos menggertak, rambut putih panjangnya berkibar lembut. "Ini 'kan hukumanmu. Lakukan saja atau kau bakal kena penggal. Ayo, pergi!"
Thanatos terbang, membuat angin berpusing di sekelilingnya dan membuat Jace terbatuk-batuk. Harpy menyusul, Jace sempat memekik kaget karena belum siap. Dia mencengkeram bahu Harpy erat-erat, tak berani memeluk leher burung itu.
Jace didera pacuan adrenalin yang seramnya minta ampun. Mereka terbang dengan kecepatan tinggi. Wajah pemuda itu dingin dan kebas karena angin menampar terlalu kencang, dan sepertinya giginya sudah kering sekarang. Perutnya teraduk-aduk kala mereka menukik dan membumbung. Jantungnya berdegup kencang dan jiwanya menjerit-jerit ketakutan. Namun mulutnya bungkam, tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun.
Jace yakin, kematiannya tak seseram ini.
Dia membuka mata, melihat sungai Acheron yang mengalir dalam ketenangan menakjubkan. Di balik kabut, dia samar melihat gelenyar putih, menyadari itu adalah arwah. Tak jauh dari perkumpulan arwah edan itu, ada sebuah sekoci yang tertambat pada pinggir sungai. Tak ada dermaga, hanya sebuah sekoci yang diikat pada tiang. Tak ada arwah yang mampu mendekat meskipun mereka ingin. Mereka tahu, mereka takkan bisa menaiki sekoci itu karena mati tanpa membawa koin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mythology Universe (1) : HIRAETH
Ciencia FicciónAll Genre's :Mythic Fantasy, Sciene Fiction, Futuristic Era, Adventure, School Life, Paranormal. Sejak kecil, Jace Damian Harrison tak memiliki teman. Orang-orang menganggapnya pembawa sial, karena siapapun yang berteman dengannya sebagian besar se...