Bab 17 - Jadi gimana?

745 208 20
                                    

Jadi gimana? masih pada lanjut kan? :v

-----------------------------

Sekalipun ada pilihan lain dari jalan hati ini, tetap saja arah hidupku selalu tertuju padamu.

Menyajikan minuman untuk Dani dan ayahnya yang baru saja pulang dari sawah sore ini, Dara terlihat menunggu penjelasan ataupun cerita dari kedua laki-laki yang kini terlihat lelah di hadapannya.

Sambil terus berharap ada hal baru yang kedua orang itu ceritakan, Dara terus memerhatikan gerak gerik Dani. Di wajah tiru laki-laki itu terlihat tanpa jeda air keringat berjatuhan dari pelipisnya. Sesekali Dani akan menghapusnya dengan punggung tangan, sembari dia menikmati air teh hangat yang Dara sajikan, entah mengapa terlihat nikmat sekali.

"Gimana? Bisa jadi petani?"

Dani meliriknya. Bibirnya langsung tersenyum lebar. Sebuah cangkir kuno yang tadi dia pegang ditangannya, Dani letakan di atas meja sebelum menjawab pertanyaan yang Dara ajukan.

"Enggak," akunya tanpa kebohongan. "Bukan enggak bisa karena berat pekerjaannya, bukan. Tapi gue enggak bisa teratur merawatnya. Lebih ke enggak siap sih. Karena melihat bapakmu merawat padi-padi yang dia tanam, dan menunggunya dengan sabar, kayaknya butuh perjuangan dan tanggung jawab yang besar. Mungkin bisa diartikan seperti waktu gue dan Dante memulai d'Express. Cuma masalahnya dulu kami sama-sama. Enggak sendirian seperti bapakmu. Jadi kalau ditanya bisa enggak jadi petani, gue jawab bisa. Tapi kalau ditanya siap enggak bekerja sebagai petani, gue jawab enggak."

Dara merengut sebal. Seperti tidak puas dengan jawaban Dani. Mengapa Dani terlihat sangat mudah menyerah saat ini? Padahal kemarin bukannya Dani yang mengakui berjuang untuk mendekati dan mengungkapkan perasaannya kepada Dara selama 7 tahun. Lalu apa yang dia bilang beberapa waktu kemarin hanyalah kebohongan saja?

"Yang nak Dani katakan benar. Bapak setuju. Bapak tahu anak-anak muda sekarang pastinya bisa melakukan pekerjaan apapun. Termasuk pula pekerjaan berat. Tapi amat sangat jarang anak muda sekarang akan terus konsisten dalam menjalaninya. Mungkin terbiasa dengan semua yang dimiliki bisa didapatkan secara instan, maka bekerja sebagai petani bukanlah pilihan utama dan terbaik. Karena bekerja sebagai petani, selain berat, harus juga konsisten dan bertanggung jawab."

Sembari melirik Dara, tangan bapak sengaja merangkul Dani yang duduk di sebelahnya.

"Sama halnya seperti menjalani sebuah pernikahan. Bapak yakin semua anak muda yang dibilang telat menikah oleh orang-orang bukan karena mereka tidak bisa menikah, tetapi mereka masih tidak yakin bisa konsisten dalam pernikahannya. Mudah bosan, atau tidak bisa fokus pada tujuan yang sama, adalah satu dari sekian banyak alasan yang pastinya jarang disebut oleh mereka. Karena biasanya alasan utama hanyalah masalah dana saja."

Tersenyum sambil menunduk, Dani seolah tidak berani menatap mata Dara yang duduk di hadapannya. Sedangkan Dara sendiri terlihat tidak terima atas penjelasan yang ayahnya katakan. Sekalipun hal tersebut adalah sebuah kebenaran, namun tetap saja dia merasa tidak terima. Dia sendiri masuk dalam kategori terlambat menikah karena ingin membahagiakan kedua orangtuanya dulu.

"Kamu kenapa, Mbak? Kenapa ngelihat bapak kayak gitu."

Tidak bisa menjawabnya, Dara hanya menundukkan kepala tanpa melakukan pembelaan apapun. Karena Dara yakin, apapun yang dia katakan, tetap saja akan salah atas posisinya kini.

"Hm, kalau gitu bapak ke dalam dulu. Mau lihat ibu lagi ngapain di dapur. Sekalian, siapa tahu kalian mau bahas bersama kalimat yang tadi bapak bilang."

Kompak melirik ke arah ayahnya Dara, laki-laki paruh baya itu hanya tertawa tanpa merasa bersalah sedikitpun. Mungkin karena ia tidak tahu se- complicated apa hubungan Dara dengan Dani.

SPOSAMI! DANTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang