PESTA

4 2 4
                                    


Hening, raut wajahnya masih terkejut dengan berita malam itu. Duka dan sendu secara tiba-tiba saling beradu, berlomba menampilkan kilasan masa lalu. Kehangatan dan canda yang sebelumnya dirasakan mulai tenggelam dalam redup. Setiap mulut di rumah itu salling bermain kata. Ucapkan bela sungkawa, berharap bisa membius luka walau sementara.

Malam ini, duka baru saja memilih inangnya, Si Punya Duka. Maut baru saja menjemput cintanya. Tidak akan ada lagi dekap hangat, yang tersisa hanya dingin. Dingin dan kaku. Terbujur kaku. Sementara sebagian tersedu dalam tangis, sebagian tak lagi kuasa tersenyum miris.

Ramai.
Kasak-kusuk tetangga terdengar ngilu bagi telinga Si Punya Duka. Mondar-mandir antara dapur dan ruang tamu. Menyiapkan jamuan kematian.

Ramai.
Pelayat datang silih berganti. Ucap bela sungkawa meski kadang malah terkesan jemawa. Sengaja pamer gelang emas di pergelangan tangan. Satu demi satu dari mereka mengambil giliran untuk bertanya.  Pertanyaan yang sama dan tentu saja sudah ratusan kali didengan oleh Si Punya Duka.

“Kenapa dia mati?”

Sepertinya mereka sengaja menuangkan cuka ke dalam luka basah itu. Sementara Si Punya Duka hanya menjawab dengan suara pilu. Muak.

“Aku tidak tau kenapa dia mati, dia tidak bercerita tentang encananya untuk mati. Aku tidak tau kenapa dia harus mati”

Matanya menatap kosong para pelayat yang terdiam. Biarkan saja mereka pulang dengan penasaran, toh sebenarnya mereka tidak benar-benar peduli dengan kepedihan batinnya. Mereka hanya ingin tahu kenapa dia mati sehingga besok punya gosip baru ketika belanja sayur.

Menjelang pagi, makin ramai. Ibu-ibu sibuk di dapur sementara sebagian lainnya meronce kembang setaman. Suara tawa mereka menyadarkan Si Punya Duka bahwa hidup terus berjalan. Si Punya Duka masih harus hidup, dengan duka.

Pada akhirnya dia memutuskan bergabung dengan mereka, meninggalkan sejenak tubuh kaku itu. Berjalan gontai, ikut melayani para pelayat. Menjawab semua pertanyaan memuakkan sambil sesekali menyeka air mata dengan sapu tangan lusuhnya.

Tentu saja orang-orang masih menatapnya iba. Tapi hidup terus berjalan bukan? Jamuan harus disiapkan. Malam ini, mereka semua akan berpesta setidaknya sampai 7 hari kedepan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang