Pagi ini tak ada lagi kegiatan saling merengkuh hingga menjelang siang seperti tiga hari sebelumnya. Jimin akan kembali menyibukkan diri di kantor. Hal itu membuat keduanya harus bangun lebih awal . Jimin yang harus bersiap-siap, dan Rose yang harus menyiapkan sarapan untuk suaminya itu.
Sambil membuat segelas susu, wanita itu menghela nafas. Rasanya dia masih ingin berlama-lama di atas kasur bersama Jimin dengan saling memeluk. Akan tetapi waktu berjalan begitu cepat, seakan tak membiarkan dirinya menikmati saat-saat manis tersebut.
Suara langkah menuruni tangga mengalihkan perhatiannya. Itu Jimin, pria itu sudah siap dengan setelan jas kerjanya, hanya dasinya yang belum terikat sempurna. Rose segera meletakkan susu tersebut di atas meja, berdampingan dengan sepiring gyeran-mari—banchan asam yang terbuat dari telur potong dan beberapa bahan cincang.
Jimin menarik salah satu kursi dan duduk di sana. Ia mulai menyantap makanannya, tanpa berniat menyapa sang istri. Rose melakukan hal yang sama dengan Jimin, duduk dan menyantap makanannya. Dalam hati ia berdecak kesal karena Jimin tak lagi bersikap manis padanya seperti kemarin. Pria itu tampak tak begitu peduli dengan kehadirannya di sini.
"Aku selesai" ucapnya setelah meneguk susunya hingga tandas. Ia berdiri dari kursinya dan melangkah pergi. Hal itu membuat suasana hati Rose menjadi buruk. Tanpa sadar ia membanting sumpitnya ke meja, lalu berdehem keras. Deheman kerasnya menginterupsi langkah Jimin. Pria itu membalikkan badannya, dan mendapati Rose yang sudah berdiri sambil menyilangkan tangan di depan dada.
"Kenapa?" Tanyanya heran.
Kenapa? Apa pertanyaan seperti itu pantas ditanyakan? Apa pria tampan ini tidak menyadari kesalahannya? Dia baru saja mengabaikan istrinya dan bersikap seolah tak melakukan sesuatu yang salah. Jadi, siapa yang salah sebenarnya? Jimin yang tidak peka atau Rose yang terlalu perasa?
"Kau ingin ke kantor dengan dasi tidak terikat seperti itu?Ah, sepertinya aku melupakan sesuatu. Rekan kerja wanitamu, kan, banyak" sindirnya, seakan melupakan ucapannya di malam pertama mereka tentang tak akan cemburu atau berpikir aneh-aneh tentang rekan kerja atau karyawan wanita suaminya.
Jimin tersenyum kecil, menyadari kesalahannya yang membuat wanita itu berkecil hati. Ia berjalan mendekati Rose yang berwajah cemberut. Tangannya bergerak melingkari pinggang wanita itu. "Baiklah, bisa kau rapikan dasiku, manis? Aku tidak akan meminta wanita lain untuk merapikannya dan aku juga malas untuk melakukannya" ucapnya selembut mungkin, berusaha memperbaiki suasana hati istrinya.
Masih dengan wajah cemberutnya, tangannya bergerak mengikat dasi Jimin dengan setengah hati. Mungkin Jimin tidak tahu bahwa dirinya mati-matian menahan diri untuk tidak menjerit karena terbawa perasaan. Ini bukan pertama kalinya Jimin memeluk pinggangnya. Ini juga bukan pertama kalinya mereka berada dalam jarak yang sangat dekat. Entah seberapa sering mereka melakukan hal ini, tapi Rose selalu merasa berdebar hanya karena Jimin menyentuhnya.
"Sudah" ucapnya pelan setelah menyelesaikan urusannya dengan dasi itu. Rose mendorong dada Jimin untuk menjauh, namun pria itu malah mempererat pelukannya di pinggang Rose.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART SHIP [ON GOING]
FanfictionHanya raganya yang ikut berlabuh bersamaku, hatinya masih terjerat cinta di pelabuhan masa lalu