05. Simpanan oh simpanan

23 5 1
                                    

Jangan lupa vote dan komennya maniezz❤️
---

Hema menatap takjub dengan gedung yang baru ia masuki, sebuah gedung perusahaan besar yang berada dibidang aplikasi belajar kegemaran dan kebanggan Negri, terkhusus dalam bidang Bahasa, Matematika, Sosial dan Politik, dan banyak lagi lainnya.

Dengan harga standar yang dipatok untuk setiap pelayanan akses aplikasi belajar serta meet with pengajar yang kerap di adakan itu benar benar sangat worth it untuk harga Rp. 275.000,00 dalam satu bulan.

Hema tapi tidak pernah menyentuh aplikasi begitu, bisa bisa ia tidak makan dengan tenang guna memikirkan uang yang harus ada setiap bulannya, sedangkan gadis itu tak terlalu pandai mengatur keluar dan masuknya uang.

Banner banner dengan wajah para pengajar tiap materi digelar rapih pada pilar pilar tinggi gedung ini, pagawai yang ramah penuh senyum seakan tidak pernah dihardik oleh pria yang berada didepannya itu.

Hema menelisik lagi, menyusuri halaman lobby yang kelewatan luasnya, ia berdecak dan mentaksir harga seberapa mahal bangunan yang tengah ia singgahi.

Ornamen kaca full gedung, meja lapor tamu yang nampak megah dan elegan walau terlihat dari kayu meja pada umumnya kesan mewahnya berasal dari pahatan pahatan kreatif yang beragam motif, melingkari logo perusahaan yang rupanya berupa ukiran juga namun dicat dengan warna emas yang bisa Hema spekulasikan dengan otak imajinasinya bahwa itu bisa saja dicampur dengan emas murni dua puluh empat karat.

"Gila, gue tau kejayaan nih aplikasi, tapi gue baru tau kalo si sue yang punya. Kemana aja lo selama ini Hema? Wah wah, sungguh kebodohan yang sesungguhnya, ini gue baru percaya sama dia kalo gue emang primitif." Gumamnya, matanya masih asik menelisik lobby yang nampak sibuk.

"Kamu kenapa masih disitu? Kemari, saya ajak kamu bukan untuk melihat kamu terkagum-kagum atas usaha saya." Hema menolehkan kepalanya pada Gandi, menatap datar manusia yang berbeda dekade dengannya.

Hema menarik ingusnya yang sejak tadi ingin turun, membuat Gandi memasang wajah kesal dan mendengus.

"Salahin Bapaklah! Kenapa juga gak kasih tau saya kalo Bapak CEO disini." Ya, ini adalah SosialMath. Aplikasi berbasis daring dan non daring yang sudah merajalela ditiap kota, kabarnya perusahaan ini juga bercabang disetiap pulau yang ada di Indonesia, kejayaan besar yang luar biasa!

"Mau saya kasih tau ataupun nggak itu bukan hak kamu buat tau." Hema memandang sinis laki laki itu, lalu menggendikkan bahu.

"Bapak betulan CEO bukan instruktur aja? Bapak ngajar juga'kan? Dalam bidang apa Pak? Ini saya Bapak ajakin gini gak masalah emangnya? Bukannya rumor bilang kalo wakil CEO SosialMath itu galak gitu ya Pak? Kalo Bapak di sidak sama seluruh karyaw--"

"Bisa diam?" Hema mengatupkan bibirnya sambil memandang canggung pada Gandi.

Disepanjang lobby luas yang mereka lewati banyak sekali pegawai yang membungkuk atau tersenyum hangat kearah keduanya, Hema membalas semuanya tapi tidak dengan Gandi yang hanya mengangguk-angguk sekilas tanpa senyum sama sekali.

Mereka memasuki lift yang berbeda dari karyawan lainnya, membuat Hema sedikit memandang bingung kearah Gandi yang masih stay cool dengan tangan yang berada disaku celana dan satunya menenteng tas kerja.

"Kenapa dipisah deh? Lebay banget." Gumamnya pelan, Gandi menoleh pada gadis disamping dengan raut datar.

"Bilang apa kamu?" Hema mematung sejenak, ia merutuki diri yang gemar ceplas-ceplos.

"Itu, lift cowok-cewek dipisah, lebay Pak."

"Suka suka saya, perusahaan saya ini. Jadi ya terserah saya maunya apa." Hema mencebik, memutar malas bola matanya.

"Iya deh yang si paling CEO iya." Sindiran Hema membuat Gandi sukses mendengus.

"Gadis kecil tidak sopan." Hema menoleh sambil memicing.

"Kecil? Gadis kecil? Eh, saya ini udah nyaris dua puluh tiga tahun, enak aja Bapak bilang saya gadis kecil, terus waktu saya masih kecil saya gadis apa? Gadis embrio gitu? Yakali!" Racauan Hema rasanya tidak diperduli pria itu, Gandi memilih keluar lift duluan membuat Hema mendengus.

Gadis itu berjalan kearah Gandi, menyusuri ruangan ruangan sibuk digedung ini. Bunyi ketikan keyboard dan dering telfon atau lembaran yang di bolak balik itu membuat senyum Hema mengembang.

"Keren! Gue juga pengen kerja kantoran gini." Gumamnya, ia takjub dengan ketelatenan pekerja pekerja disini yang giat sekali. Tapi memang sepatutnya sih, rasa rasanya Hema bisa membayangkan pria galak didepannya ini menghardik karyawan jika mereka tidak kompeten dan kosisten.

"Selamat siang Pak." Ucapan seorang sekertaris cantik didepan ruangan Gandi membuat Hema menoleh dan tersenyum sekilas, bukan tanggapan ramah seperti yang ia dapat saat bersinggungan dengan karyawan lain, sekertaris itu malah menatapnya dari atas sampai bawah, tentunya setelah Gandi masuk kedalam ruangan.

Hema menaikkan bahu acuh, perduli apa dia?

Ia masuk kedalam ruangan Gandi, menatap takjub ruangan yang tak kalah lebarnya dengan segala pernak pernik buku yang membuat kepala Hema langsung pusing walau hanya melihat susunan raknya.

"Wah, bener bener amazing." Gumamnya, ia menoleh pada Gandi yang duduk disofa sambil membuka ponselnya.

"Bapak kerjaanya ngapain kalo begini? Ongkang-ongkang kaki atau bantuin karyawan ngeprinter soal-soal ujian?" Oh ya, perusahaan ini juga berkontrak dengan negara untuk soal soal ujian atau ulangan secara resmi.

"Kamu kira CEO itu hanya bisa ongkang-ongkang kaki? Pekerjaan saya sama beratnya dengan mereka." Hema menaikkan alisnya lalu ikutan duduk disebelah Gandi.

"Terus saya ngapain Bapak ajak kesini? Padahal saya tadi berniat rebahan sepanjang hari, bangun terus masak buat Bapak sama Genta." Ujaran Hema membuat Gandi berhenti mengotak-atik ponselnya, menoleh pada gadis yang disampingnya yang masih menoleh kesana kemari seakan takjub sekali dengan ruangan miliknya.

"Enak sekali dengan kata rebahan sepanjang hari itu, kamu kira kamu princess disney yang bisa tidur, makan, dan berlaku out of the box?" Hema mencebik.

Suara dering telfon ruangan membuat Gandi menghela nafas malas, lalu berjalan kemeja nya dan mengangkat panggilan itu.

Tak lama pintu terbuka, membuat Hema yang asik duduk langsung membolakan matanya, bagaimana tidak? Dihadapannya ada seorang wanita yang dengan gilanya berpakaian panas dihari yang panas ini.

"Gan?" Hema nyaris menyemburkan tawa, Gan yang berada diotak gadis itu rupanya bermakna berbeda.

"Gan? Kayak manggil apaan aja." Gumamnya sambil melihat interaksi keduanya.

Hema menatap pada Gandi yang telinganya sudah memerah, Hema baru kali ini melihat seseorang yang sepertinya salah tingkah dengan telinga memerah.

Kali ini bukan hanya telinga Gandi yang memerah tapi pipi Hema juga ikutan memerah. Bagaimana mungkin wanita tadi mencium Gandi duluan secara panas sambil mengelus perut ramping pria itu.

Hema mengalihkan wajahnya, "anjrot! Mata gue ternodai!" Decakkan lumatan yang berakhir membuat Hema menoleh pada keduanya lagi.

Gadis itu bersandar pada sandaran sofa sambil menatap malas pada wanita itu, "cewek gila, kiss kiss cowok duluan." Gumamnya.

Wanita tadi nampak terkejut saat menoleh kearah Hema, "ups! I don't know kalo kamu ada disana, maaf atas tindakkan panas ku tadi." Hema hanya tersenyum tak ikhlas.

"Oh ya perkenalkan, aku Andrea, pacar Gandi." Hema menaikkan alisnya sebelah, menoleh pada Gandi yang menunduk dalam seakan menghindari kontak mata darinya.

Ide jahil terselip diotak kecil Hema, gadis itu tersenyum sangat manis sambil melambai.

"Halo, aku calon isteri Mas Gandi." Wanita tadi terkekeh sambil menggeleng.

"Mana mungkin."

"Simpanan oh simpanan, pergi jauh jauh dari calon suami orang bitch."

FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang