Helaan napas lega meruntuhkan pertahanan Florin dari kewaspadaannya. Rasa sakit yang berada di lehernya juga berangsur reda. Keadaannya sudah aman, tak ada lagi pasukan Dark Elves yang mengejar. Tak ada lagi sosok mencurigakan yang juga mengancam nyawa karena ternyata pemuda Winged Elves di hadapannya ini hanyalah seorang pengelana yang kebetulan bertemu dengannya.
"Apa yang terjadi?" Pertanyaan itu keluar dari mulut si pemuda berambut hitam setelah melihat keadaan Florin yang sudah tenang. Dia berjongkok di hadapan Florin karena Chenna sudah menghindar.
"Dark Elves menyerang wilayah perbatasan Kerajaan Zarthuz. Aku baru saja terbebas dari salah satu pasukan yang mengejarku," jawab Florin menjelaskan situasi hangat yang baru saja terjadi pada pemuda pengelana yang terlihat penasaran. Mungkin informasi ini cukup penting baginya agar dia tidak pergi ke tempat di mana sumber bahaya telah berasal. "Aku jadi sempat waspada dan menyerangmu karena mengira kau masih bagian dari mereka. Maafkan aku."
Matahari baru saja terbenam tadi, membiarkan kegelapan mengambil alih. Mereka tidak bisa melihat jelas wajah satu sama lain karena keterbatasan cahaya. Semakin lama hawa dingin juga merayapi mereka, hewan malam mulai bersuara mengusir kesunyian yang ada.
Tak ada jawaban apa pun dari si pemuda. Dia bergerak bangkit dan terlihat akan pergi. Sepertinya hanya informasi itu yang membuatnya mau berjongkok sebentar untuk mendengarkan. Setelahnya dia akan pergi lagi melanjutkan petualangan dalam hidupnya dan menganggap seolah tak pernah bertemu Wood Elves yang sedang kesakitan di tengah hutan ini.
"Awas!"
Lesatan cepat dari sebuah panah yang mengarah pada mereka membuat Florin langsung bangkit untuk mendorong si pemuda agar terhindar dari petaka. Mereka berdua sampai terjatuh hingga berguling-guling di tanah. Dia yakin pemuda itu pasti terkejut, namun jika dia tidak mendorongnya panah tadi akan benar-benar mengenainya.
"Sekarang bukan waktunya untuk bertanya. Ikut saja dulu denganku!" Tangan pemuda itu ditarik Florin untuk bangkit dan mereka naik ke atas punggung Chenna bersama-sama.
Panah susulan dari arah belakang datang beberapa saat kemudian. Florin mengarahkan Chenna agar bisa menghindari serangan panah itu juga. Sementara itu di belakang, si pemuda merasa jantungnya berdetak tidak normal karena terkejut dengan rentetan kejadian yang baru saja menimpanya. Dia hanya bisa diam duduk di belakang si gadis yang sibuk mengarahkan tunggangannya.
"Apa kau bisa melihat ke belakang untuk menghitung jumlah pasukan yang mengejar kita? Jika memang tak terlihat mungkin kau bisa mengira-ngira dari suara langkah kakinya," teriak Florin sambil menolehkan kepalanya.
Si pemuda mengangguk sebagai jawaban. Karena tak memungkinkan untuk melihat ke belakang, maka dia memejamkan mata untuk fokus mendengarkan suara langkah kaki dari pasukan di belakang mereka. Dia merasakan udara yang menerpa beberapa tubuh di belakang sana dan mulai menghitung jumlahnya.
"Pasukan kecil, berisi tujuh orang," jawabnya.
"Baiklah, apa kau siap menghadapi mereka?"
"Apa?"
"Dalam hitungan ketiga aku akan melompat turun untuk menghadapi mereka. Apa kau mau bergabung denganku atau pergi bersama tungganganku ke tempat yang aman?" Florin sedikit berteriak memberikan pilihan pada pemuda Winged Elves. Dia tidak tahu apakah pemuda ini pandai bertarung atau tidak, jadi dia memberikan pilihan itu.
"Aku akan menghadapi mereka," putus si pemuda dengan tegas, membuat kedua sudut bibir Florin tertarik membentuk senyuman.
"Dalam hitungan ketiga lompatlah ke kiri, karena aku akan melompat ke kanan. Satu, dua, tiga..."
Pendaratan mulus berhasil dilakukan mereka berdua. Kini keduanya mengambil ancang-ancang dan menyiapkan senjata masing-masing untuk digunakan menyerang musuh yang hampir mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ETERNUS
FantasyEternus dikenal dengan sebutan tanah yang damai. Meskipun terdiri dari berbagai ras yang menempati, mereka hidup saling beriringan. Namun suatu ketika penyerangan tiba-tiba saja terjadi di salah satu kawasan milik Klan Wood Elves yang menggemparkan...