13

2.1K 446 245
                                    

Happy Reading!!
Maaf chapter ini mendramatisisr,
Muter-muter kayak kitirian




















































Pagi ini sang surya kembali menampakkan diri dengan gagah berani setelah kemarin seharian suntuk diselimuti awan mendung. Sinarnya menerobos setiap celah rumah kayu para warga, menarik para burung untuk bersiul merdu, serta mengundang peranakan ayam mengais tanah.

Kehangatan sang surya nyatanya tak sedikitpun membawa aura positif bagi sosok yang tengah ogah-ogahan mengepak barang. Sebongkah rasa dongkol di hatinya tak sedikitpun berkurang terhitung sejak si Sasuke sialan itu mengetuk pintu kamarnya semalam.




Ketukan beruntun pada pintu kamarnya membuat Sasori menggeram kesal. Pria itu yakin Sasukelah pelakunya, pasalnya Sakura tak akan berani mengusiknya dalam kondisi marah.

"Bisakah kau tidak menggangguku malam ini Sasuke?" kesal Sasori sembari membuka kasar pintu kamarnya.

"Tidak," Sasuke nyelonong masuk tanpa permisi "Ada hal penting yang harus ku bicarakan denganmu."

Sasori menghela napasnya pelan melihat tingkah Sasuke yang langsung mendudukkan tubuhnya di kasur seolah-olah kamar ini adalah miliknya seorang.

"Sakura, dia sudah tidur?"

Sasuke mengangguk asal lantas berdeham pelan meyakinkan rencananya. "Alasan logis apa yang bisa ku terima untuk membiarkan Sakura sendirian di desa ini?" ujarnya tanpa tedeng aling-aling.

Sasori mendengus, melangkahkan kaki lantas duduk di kursi kayu. Mungkin jika ada uji kesabaran, ia sudah berada di level dewa sekarang karena berhasil menghadapi manusia modelan Sasuke. "Dan alasan logis apa yang bisa ku terima untuk membiarkan adikku ke Tokyo?" tanyanya.

"Bagaimana jika kau jadi Sakura? Sendirian di rumah, mengubur mimpinya," Sasuke menghembuskan napasnya perlahan. "bahkan lupa bagaimana rupa kedua orang tuanya, dan kau anggap itu hanya angin lalu."

Napas Sasori terdengar kasar, pria itu menggulirkan hazelnya ke kanan menghindari sorotan tajam yang Sasuke layangkan. "Kau tidak mengerti, Sasuke."

"Kau yang tidak mengerti, kau tidak tahu kesulitan apa saja yang telah dilewati Sakura dalam kesindiriannya," tukas Sasuke.

"Dan kau yang baru dua bulan di sini sudah merasa sok tahu kesulitan-"

"Aku tahu, maka dari itu aku akan membawanya ke Tokyo dan tinggal bersamaku," potong Sasuke penuh ketegasan.

"Jangan berani mengusik ranah yang bukan milikmu," peringat Sasori.

"Ini ranahku juga, Sakura ... dia tanggung jawabku sekarang."

"Tanggung jawab kepalamu sinting," sungut Sasori.

"Dia hamil," Sasuke meneguk ludahnya kasar. "Dan kami akan segera menikah."

"A-apa?" Hazel Sasori melebar sempurna, kelopaknya berkedip lambat menghalau udara yang membawa rasa perih pada bola matanya. "Kau bilang apa sialan." desisnya.

"Sakura hamil anakku dan kami akan segera menikah," ulang Sasuke tanpa ragu sedikitpun.

Bugh.

Pukulan keras menghantam telak perut Sasuke. Pria itu meringis, masih panas ia rasa pukulan di rahangnya dan sekarang Sasori memukul otot perutnya dengan kekuatan penuh.

VibrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang