Perjalanan hidup akan selalu menjadi sebuah cerita yang terkenang. Cerita yang tertuang dan tersimpan dari bagian demi bagian waktu yang dilalui manusia. Karena sejatinya manusia hidup di dunia memang diibaratkan seperti seorang musafir yang melakukan perjalanan.Sebagaimana seorang musafir yang berangkat dari sebuah titik, kemudian melewati rute untuk mencapai tempat yang dituju. Maka dunia adalah rute yang memang harus dilewati oleh seorang manusia untuk mencapai titik akhir.
Dunia memang bukanlah tempat akhir. Bukan terminal yang menjadi tujuan. Dunia adalah rute yang musti dilewati manusia untuk mencapai titik akhir. Kematian dan menuju Yaumil akhir serta kekal di akhirat kelak. Seperti itulah seorang muslim mempercayai fase dirinya. Lahir, hidup, mati dan tak akan kembali lagi. Menunggu sangkakala ditiup untuk menanti penghisaban dan keputusan akhir dari Al Khaliq, Allah Izzati Rabbi.
Buat yang tak mengerti seharusnya apa yang dilakukan ketika menyusuri rute bernama dunia ini, pastilah ada rasa takut, apatis bahkan menolak hal-hal yang berkaitan dengan hari akhir, kematian, kubur dan akhirat. Padahal menolak atau tidak, semua pasti melewati fase tersebut. Perjalanan hidup yang akan terus mendorong manusia maju dan terus maju tanpa bisa menghalangi.
Bahwa semua akan melalui perjalanan hidup. Rute yang dilalui untuk menuju keabadian. Yang membedakan hanyalah bagaimana setiap manusia mewarnai, memaknai, mengisi dan memanfaatkan perjalan hidupnya. Penuh kemaksiatan? Penuh kesia-siaan? Penuh warna hitam? Atau penuh amal Sholeh, kenikmatan penuh keberkahan, penuh warna putih dan segala ketundukan pada Ilahi.
"Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman" (QS. Ghafir : 59)
Bandara internasional Juanda pagi itu sudah menampakkan aktivitasnya. Lalu lalang orang dengan tas travel atau koper menjadi pemandangan utama. Bandara yang secara de facto terletak di daerah Sidoarjo tetapi selalu di sebut sebagai bandara di Surabaya tersebut memang tak pernah senyap. Arus penumpang burung besi selalu saja membuat suasana bandara riuh.
"Kalian duduk sini dulu ya. Om mau kesana dulu" om Harlan menyuruh Jihan dan Fahira duduk dahulu di kursi tunggu dekat pintu keberangkatan.
"Iya, Om" Jihan dan Fahira hampir serempak menjawab.
Jihan dan Fahira pun memilih duduk di kursi tunggu seperti apa yang diminta om Harlan tadi.
"Masih kurang sekitar 45 menit boarding" ucap Fahira sembari melihat penunjuk waktu di ujung ponsel.
"Iya. Mending kepagian deh daripada telat ketinggalan pesawat" sahut Jihan ikut melihat penunjuk waktu di ponsel Fahira.
"Hmm....grup udah ramai lagi" gumam Fahira ketika ia malah membuka aplikasi WA.
"Grup apa?" Tanya Jihan ingin tahu.
"Grup mar'ah squad"
Tak usah diperintah, Jihan segera membuka ponselnya sendiri. Tentu saja aktivitas paling dipilih ketika menunggu seperti ini.
Husna
Selamat ya Hira...halal ..halal...halal...
Mbak Aya
Kok kayak yell gitu Na
Husna
Iya memang yell mbak Ay...biar Fahira semangat tuh hihi...
Aisyah
Mas Taqi sama Abah sudah di Singapura. Cepet gih kalian berangkat
Fahira
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story in Hospital 5 (Always Forever in Love)
ДуховныеMenemukan pelabuhan hati di kehidupan dunia tentu saja harapan tiap insan. Bertemu dengan orang yang tepat dan di waktu yang tepat. Itu inginnya. Tanpa melebihkan pun mengurangkan tentang hakikat takdir. Asa yang selalu dilangitkan terjawab ijabah...