...

1.2K 37 0
                                    

Sudah hampir dua jam kuperhatikan ia hanya menatap pantulan dirinya pada cermin besar sambil memanyunkan bibirnya. Sedari tadi aku hanya melihat ia seperti orang yang -sulit untuk kujelaskan jika dilihat dari ekspresinya- kadang ia berputar kadang ia melihat kekiri atau kekanan pada cermin didepannya. Tak jarang juga ia memegang kedua pipinya atau bahkan memegangi perutnya sambil berdecak kesal.

"Kamu kenapa sih?"

"Gapapa" jawabnya ketus

"Kalo gapapa kok bete gitu"

"Udah tau bete masih aja ditanya"

"Bete kenapa?"

"Kamu liat dong badanku" aku hanya mengerutkan kening tanda kebingungan

"Kenapa badan kamu?"

"Kamu tuh nanya terus daritadi. Jadi cowo yang peka kenapa sih" ia melipat kedua tangannya didepan dadanya

"Abis aku bingung" jawabku pasrah

"..."

"Sayang, udah dong jangan bete. Kita makan ice cream yuk"

"Apa?! Kamu ga liat apa badanku udah segede ini? Nih liat aku sekarang gendutan kamu malah ngajakin makan ice cream"

"Ya ampun Len, jadi daritadi kamu ngaca ngaca gajelas cuma buat kaya gini? Lagian kamu kurus gitu juga"

"Kamu ngeledek aku?"

"Yeh baper" ucapku dengan sangat pelannnn

"Sekarang bilang aku baper lagi"

"Engga kok engga"

"Ah udahlah aku bete sama kamu. Bye" ia berjalan dengan sangat cepat meninggalkanku, belum sempat kukejar terlihat ia sudah menaiki taksi

Astaga Elaine, aku heran dengannya. Padahal tidak terjadi perubahan apapun pada dirinya. Lagipula apapun yang terjadi padanya dan bagaimanapun keadaannya perasaanku tidak akan berubah padanya. Aku mencintainya dengan tulus dari hatiku bukan karena fisiknya semata ya walaupun wajahnya memang sangat cantik.

Telponku tak diangkat, smsku juga tak dibalas. Kuputuskan untuk kerumahnya saja.

Didepan pintu ku melihat ibu Elaine sedang menyiram bunga. Langsung saja ku sapa wanita paruh baya yang sudah kuanggap seperti ibuku sendiri.

"Sore tante. Lagi apa nih?"

"Eh Adam. Biasa lagi nyiram bunga, kamu tumben baru kesini lagi nak"

"Iya tante, lagi banyak tugas kuliah heheh. Ilen nya ada tan?"

"Ada dikamarnya. Kalian kenapa? Berantem lagi yah? Tadi siang dia pulang sambil marah marah"

"Oh itu tante biasalah hal sepele aja kok"

"Duh maaf ya kalau sifatnya Ilen kekanakan banget maklum anak tunggal"

"Iya tante, Adam paham kok"

"Yaudah langsung kekamarnya aja gih. Tante mau lanjutin ini lagi yah"

"Iya tante"

Selesai berbasa basi dengan calon mertuaku -amin- kulangsung menuju kamar Elaine. Kuketuk pintunya berkali kali tapi tak ada jawaban. Kucoba untuk membukanya dan ternyata tidak dikunci.

Terlihat ia sedang tertidur dengan pulasnya, wajahnya sungguh menggemaskan seperti anak anak padahal umurnya sudah tidak bisa disebut remaja lagi. Kuperhatikan setiap inci wajahnya, sungguh Tuhan menciptakannya dengan segala kesempurnaan yang tak mampu kupungkiri. 

Memang banyak yang mengatakan didunia ini tak ada yang sempurna tapi buatku dia sudah sangat sempurna. Sempurna bukan dalam arti tak ada kesalahan apapun. Sempurna menurutku yaitu tak ada cacat pada dirinya.

Sifatnya juga sebaik wajahnya walaupun terkadang sifat kekanakannya membuatku jengkel. Tetapi itu yang membuatku makin mencintainya dan makin merindukannya jika sekejap saja ia tak disampingku.

"Eungghhh" ia merenggangkan tangannya kearahku

"Eh! Kok ada kamu?" aku hanya membalasnya dengan senyum serta anggukan kepala

"Oh iya aku kan lagi ngambek sama kamu" ia membalikkan badannya membelakangiku

"Kamu masih ngambek gara gara yang tadi?"

"Masa cuma gara gara berat badan kita jadi berantem gini sih Len. Lagian mau kamu gendut kurus atau apapun itu aku tetep sayang sama kamu"

"Ah bohong! Buktinya kamu malah lebih suka sama Shani"

"Kata siapa?"

"Itu ditwitter kamu terang terangan bilang Shani cantiklah badannya baguslah. Aku tau aku jelek, badan aku gendut Dam"

"Ya ampun Len. Aku bilang gitu juga karna awalnya dia muji aku ganteng makanya aku bales puji dia. Itu juga cuma sekedar rasa terimakasih aja ga lebih"

"Tapi aku ga suka kamu muji dia berlebihan gitu sedangkan aku ga pernah kamu puji kaya gitu"

"Jadi ceritanya ada yang cemburu nih?" kubalikkan tubuhnya menghadapku

"Tanpa aku puji kamu tuh udah cantik dari sananya. Kamu ngambek aja cantik gimana engga ngambek coba. Bidadari kalo berdiri samping kamu bisa minder Len"

"Gombal"

"Engga gombal Len. Aku serius lho. Aku mau tanya deh apa hubungannya kamu gendut sama Shani?"

"Shani kan cantik, tinggi, kurus, model lagi. Sedangkan aku kaya gini. Aku takut kamu suka sama dia trus ninggalin aku"

Akhirnya kutemukan juga apa yang menyebabkan sikapnya menjadi seperti ini. Sungguh kekanakan memang tapi tak apalah, jika sedang cemburu seperti ini ia jadi terlihat sangat lucu.

"Secantik apapun dia aku ga akan tertarik Len. Mau dia model, artis atau Miss Universe sekalipun itu ga ngaruh buat aku. Hati aku udah berhenti dikamu. Cuma Ilen yang ada dihatinya Adam"

"Ga percaya" ia memalingkan wajahnya

"Kalau aku emang ngeliat fisik mungkin udah dari dulu aku tinggalin kamu. Tapi buktinya aku masih sama kamu kan?" kugenggam tangannya lalu kuusap lembut

"Buat aku kamu tuh udah sempurna banget Len. Cantik mungkin bisa semua perempuan cantik tapi yang sifatnya juga cantik belum tentu semua bisa. Aku cuma nemuin di diri kamu. Kamu cantik, manis, lucu, imut, pinter, baik dan yang paling penting kamu itu mau nerima aku apa adanya. Nerima semua sifat jelekku. Buatku kamu itu lebih dari cukup" pipinya bersemu merah bak kepiting rebus

"Kamu ga perlu ragu sama aku Len. Hati aku udah kekunci sama kamu, udah gabisa berpaling kelain hati"

"Maafin aku ya Dam. Aku cuma takut kehilangan kamu. Aku sayang kamu" dia langsung memelukku erat

"Iya gapapa, aku juga sayang banget sama kamu" kulepaskan pelukannya, kutatap lembut matanya lalu kudekatkan wajahku ke wajahnya

Tok tok tok

Hampir saja kucium bibirnya yang bagaikan buah delima yang tengah merekah itu kalau saja tak ada gangguan. Ia mendorong tubuhku karena kaget mendengar suara ketukan pintu dan hanya tersenyum canggung padaku sebagai tanda bersalah.

"Ilen! Adam! Makan dulu yuk. Udah mama siapin nih. Cepet keluar yah"

"Iya ma" Elaine menjawab

"Sayang maaf ya, tadi aku kaget hehehe" ia meninggalkanku setelah sebelumnya mengecup singkat bibirku

"Buruan mama udah nunggu" lanjutnya yang ternyata sudah didepan pintu kamarnya dan aku hanya bisa tersenyum melihat tingkahnya yang sangat menggemaskan itu.

End

***

duh bahasanya apa bgt deh... (?)

maaf kalo ga dapet feelnya, alurnya gajelas dan ada typo

makasih buat yang mau baca :)

Untitled 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang