DUA PULUH SEMBILAN

1.1K 69 5
                                    

                                         •
                                         •
                                         •

Kalimat tadi terus saja berputar didalam pikirannya. Ia tidak tau harus menjawab apa.

Dari sekian banyaknya ujian yang Allah berikan pada dirinya, hanya satu ujian ini yang membuat Farhan tidak tenang. Satu sisi, ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya kalau dirinya menolak perjodohan itu, dan di satu sisi lain, ia juga tidak ingin kehilangan cinta Allah hanya gara-gara dirinya memperjuangkan cinta manusia yang sudah jelas-jelas tidak pasti.

Farhan duduk dipinggir kasurnya, ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Hamba harus menjawab apa pertanyaan kedua orang tua hamba yaallah...." sendu Farhan berbicara didalam hati.

"Assalamu'alaikum, bang farhan," Salwa membuka sedikit pintu kamar farhan, ia menongolkan kepalanya sedikit dibelakang pintu. Ia tidak mau langsung masuk kedalam, karena dirinya tahu pasti kakaknya akan marah.

Farhan melirik siapa yang ada dibelakang pintu."Wa'alaikumsalam, awa masuk aja,"

"Aku mau pinjem charger-nya Abang, soalnya punya awa rusak,"

"Ambil aja di meja,"

Setelah Salwa mengambil charger di meja, ia tidak langsung keluar. Salwa mendudukkan tubuhnya dekat farhan di tepi ranjang. Ia yakin kakak laki-lakinya sedang bingung memikirkan soal perjodohan ini.

"Pasti sulit ya buat Abang jawab,"

Farhan tak menjawab dan mengalihkan pandangannya pada langit-langit kamar. Salwa mengikuti arah mata farhan memandang dan ia hanya menemukan permukaan atas kamar berwarna putih.

"Tapi tanpa abang jawab, aku udah tau kok. Apa yang ada di pikiran abang,"

Farhan berhenti menatap langit-langit dan beralih menatap adiknya."kamu udah sholat," Farhan mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Ia malah bertanya balik pada adiknya.

Salwa hanya menjawab dengan gelengan.

"Wudhu duluan sana, shalat bareng abang,"

Salwa menurut dan beranjak kekamar mandi. Sementara itu ia akan mengambil wudhu di kamar mandi bawah.

~Selesai shalat

"Udah ini kamu langsung tidur ya, jangan maraton. inget. Bentar lagi kamu PTS kan?, belajar yang bener,"

"Iya Abanggg, lagian film yang mau aku maratonin juga udah tamat," Ucapnya seraya melipat mukena dan sajadahnya.

"Kamu gak nginep dirumah nenek lagi?,"

"Baru aja aku pulang dari rumah nenek  lima hari yang lalu, masa udah diusir disuruh kesana lagi. jahat banget sih jadi Abang," Katanya

"Bukannya ngusir, kan tadi abang  cuman nanya,"

"Tapi sama aja,"

Farhan hanya bisa mengambil napas dalam. Adiknya ini memang tidak ingin terlihat salah.

Selesai melipat mukena dan sajadah, Salwa langsung beranjak pergi dari sana. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Farhan menyunggingkan senyumnya melihat adiknya pergi. Farhan sudah tahu, jika adiknya itu Malu.

Lebih baik ia meregangkan otot otot tubuhnya berbaring diatas kasur. Jika di pesantren farhan harus berdempet dempet jika ingin tidur. Dan tidak ada waktu untuk meregangkan otot tubuhnya. Maka sekarang ia bisa sepuasnya tertidur diatas kasur yang empuk.

Cinta berawal dari pesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang