Seandainya

50 11 2
                                    

Sesuai janjinya, Arsen datang dengan memakai kaus hitam dipadukan dengan celana warna senada. Meski sederhana, namun pemuda itu terlihat sangat tampan. Mampu membuat siapa saja yang melihatnya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. 

Salah satunya adalah Vanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Salah satunya adalah Vanya. Ketika ia menyambut Arsen di gerbang pintu rumahnya, ia terpukau. Pemuda yang kini telah resmi menjadi mantan kekasihnya itu datang ke rumahnya dengan raut wajah datar. Benar-benar berbeda dari Arsen yang ia kenal sebelum putus.

"Hai." Sapa Vanya canggung.

Arsen tak membalas sapaan itu, ia langsung menanyakan keberadaan orangtua Vanya. Jauh di dalam pikirannya, ia masih terbayang tadi sore Vanya dan Gio begitu mesra di parkiran kampus. 

"Mana mama papa?"

"Ada di dalam sama yang lain."

Arsen mengangguk, ia lantas berjalan lebih dulu daripada Vanya. Belum melangkah jauh, lengan pemuda itu dipegang sehingga Arsen terpaksa menoleh. 

"Kenapa?" Tanya Arsen dengan wajah datar.

"Tolong pura-pura kita masih pacaran demi aku. Maksud aku, demi orangtua aku." Ujar Vanya penuh permohonan. 

Arsen mengerutkan keningnya tak paham dengan permintaan Vanya itu. 

"Aku belum bilang kalau kita putus. Kamu tau sendiri mama sama papa ngerestuin kita banget untuk pacaran. Aku gak mau mereka kecewa."

Ada desiran hangat sekaligus sakit di hati pemuda itu. Ingatan pengakuan Vanya tentang rasa yang lebih dari sahabat terhadap Gio membuat hatinya kembali perih. Namun entah apa yang membuatnya kini malah menatap Vanya dengan tatapan sendu.

"Aku mohon."

"Bukan kita yang bikin kecewa mereka. Tapi kamu." Arsen melepas cekalan Vanya dan berjalan lagi. 

Meninggalkan gadis yang kini tengah menahan air matanya. Ia menyesal, namun nasi telah menjadi bubur. Arsen telah kecewa terhadapnya. 

Semua tak bisa kembali seperti sediakala. Ini ulahnya, maka ia harus menerima konsekuensinya.

Arsen disambut hangat oleh keluarga besar Vanya. Ia menyalami satu persatu dengan sopan, termasuk bu Im yang tengah menyiapkan minuman dan makanan di atas meja.

"Eh Vanya mana?" Tanya mama Vanya–Nadin. 

Baru saja Nadin bertanya, Vanya muncul di balik pintu dengan wajah murung. Buru-buru Arsen menggandeng gadis itu dan merangkulnya.

"Ini, ma." Seru Arsen. 

Vanya sempat tertegun dengan perubahan sikap mantan kekasihnya itu. Terlihat dari mulutnya yang menganga dengan mata melebar melihat ke arah Arsen.

"Wah kalian ini ya, makin lama makin serasi aja." Seru Tante Anna. "Jadi pengen cepet-cepet nikahin kalian."

Arsen terkekeh, seakan tidak terjadi apa-apa di antaranya dengan Vanya. "Soalnya keponakan tante makin gemes." Vanya bingung ia harus bereaksi apa. Senang kah atau sedih?

BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang