TIGA

3.4K 240 50
                                    

Arsen terbangun seorang diri. Hanya gelas sisa semalam yang menandakan kehadiran Freya, karena bahkan handuk pun masih terlipat rapih. Dia pasti pergi dengan terburu-buru. Mandi pun tidak. Entah dengan perasaan apa. Menyesalkah?

Menghela nafas, Arsen menatap tempat tidur. Sprei memang berwarna hitam, jadi tidak nampak bercak kesucian Freya yang Arsen telah nodai. Tapi ada handuk basah kecil yang Arsen gunakan untuk membasuh kewanitaan Freya setelah mereka selesai bercinta. Dan di sana, nampak jelas bercak darah.

Sebelum menikah, Arsen banyak mengencani wanita, jadi ini bukan yang pertama untuknya. Walau sempat hibernasi selama tiga tahun karena Arsen ingin menjaga nama baik keluarga mertuanya. Yang seperti Vlo bilang, agak konservatif. Jadi entah karena sudah tiga tahun, atau karena Freya perawan pertama yang dia gauli, Arsen merasa semalam cukup berkesan. Yang justru membuatnya agak bingung, bagaiaman bisa bersikap biasa saja nanti?

Dia beranjak mandi. Di mobil ada satu setel jas yang akan dia kenakan untuk ke kantor hari ini, jadi tidak perlu pulang. Toh, Vlo tidak pernah peduli dia pulang atau tidak. Atau bahkan Vlo malah tidak sadar kalau suaminya tidak pulang semalaman. Mereka berdua hanya orang asing yang harus tinggal satu atap.

Harusnya hari ini Freya masih cuti, namun ketika Arsen datang, wanita itu sudah ada di meja kerjanya.

"Selamat pagi, Pak!" sapanya seraya berdiri.

Rambutnya sudah dikuncir kuda seperti biasa. Kaca mata yang Arsen mulai yakini hanya sebagai pajangan, sudah membingkai di wajahnya. Pakaiannya biasa sekali. Hanya kemeja putih panjang dan rok span selutut berwarna hitam, membuatnya seperti SPG, atau anak magang. Yang berbeda, hari ini Freya tidak berani menatap Arsen tepat di mata. Pandangannya sedikit menunduk, entah sedang melihat apa.

Bapak... erangan Freya ketika Arsen berhasil membuatnya sampai puncak terngiang di telinga. Dan itu cukup membuat Arsen membeku karena terkejut.

Gila!

"Selamat pagi." Balasnya buru-buru pergi.

Freya masuk kedalam ruangan tidak lama setelah Arsen duduk. Menyuguhkan secangkir kopi dan di tangan lainnya terselip map-map yang harus dia periksa. Seperti biasa. Tapi hari ini Arsen tidak bisa berhenti menatap Freya.

"Ada beberapa file yang perlu Bapak tanda tangani. Dan jangan lupa selama makan siang nanti ada perjamuan meeting dengan Mr. Hiro dari Mitsu Group untuk membiacarakan proyek pembangunan lapangan golf Sawangan Lama menjadi perumahan."

Arsen tidak menjawab, hanya terus menatap Freya, membuat wanita itu semakin tidak berani melihat Arsen dan salah tingkah.

"Bapak membutuhkan hal yang lain?"

Bayangan Freya mengelinjang di bawah kendalinya terbersit di benak Arsen. Benar-benar membuatnya gila! Arsen mengambil satu file ditumpukan paling atas, mencoba mengalihkan perhatiannya.

"Jam berapa kamu meninggalkan kamar pagi tadi?" pertanyaan yang tidak langsung mendapatkan jawaban, Arsen jadi mengangkat pandangan lagi. Freya sudah memeluk lengannya, seolah sedang membangun bentengnya sendiri.

Freya memberanikan diri, untuk pertama kalinya melihat langsung ke mata Arsen. "Maaf, Pak," mulainya dengan suara yang sangat pelan. "Maslah selamam sepertinya tidak perlu kita bahas lagi. Kita berdua harus melupakannya agar kita bisa terus bekerja bersama. Karena jujur saja, berdiri di depan Bapak saat ini saja saya malu. Tapi hidup saya harus terus berjalan, kan? Saya masih membutuhkan pekerjaan ini. Jadi ya... saya mohon bantuan Bapak."

Arsen tertegun untuk beberapa saat. Jadi Freya ingin melupakan kejadian semalam. Tapi Arsen penasaran, apakah potongan-potongan memori tadi malam tidak menghantui Freya seperti yang sedang arsen alami? Namun tidak mungkin Arsen menanyakan langsung.

FREYA (Simpanan Sang CEO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang