"Maaf, saya harus menolak."
Pagi-pagi, Jane kini tengah berhadapan langsung dengan Karen Scott di balik tembok stasiun. Wanita paruh baya yang masih cantik itu kehadirannya terlihat sangat mengintimidasi. Bahkan hanya dengan senyuman kecilnya, banyak spekulasi yang hadir di kepala Jane.
Apakah wanita itu tengah meremehkannya? Apakah ia salah bicara? Apakah sebentar lagi ada orang yang membunuhnya dari arah belakang?
"Kenapa? Apa karena uang yang saya tawarkan kurang?" Karen melipat tangannya di depan dada.
"Uang yang Anda tawarkan tidak akan pernah sebanding dengan nyawa-nyawa yang dipertaruhkan. Seberapa pun besar tawaran Anda, saya tidak akan menerimanya. Saya tidak akan mau membuat konser saya sendiri menjadi konser terakhir bagi penonton saya."
Karen sempat terdiam. Tentu saja kalimat Jane menyinggungnya. Ia tertawa kemudian, dengan tawa remeh yang selalu ia lancarkan pada lawan bicaranya yang tidak memihaknya.
"Oh, tentu saja. Anda bukan lah pembunuh, melainkan jalang. Saya hampir lupa akan itu. Karena itu Anda ketakutan dengan misi yang saya tawarkan."
Jane mengeratkan rahangnya. Melihat cara Karen memandang rendah dirinya seolah dia lah orang paling suci di dunia membuatnya muak. Ini adalah pertemuan pertama mereka, namun ia sama sekali tidak mendapatkan citra baik. Ia pun tak segan memberikan citra buruk bagi Karen.
Wanita yang lebih tua itu memakai kembali topi fendoranya seraya berkata, "Kalau begitu, aku tidak akan meminta izin Anda lagi untuk melakukan sesuatu di konser."
Dan Jane sangat paham, apa yang Karen katakan akan tetap terjadi apapun juga. Apa yang Karen inginkan pasti terwujud di depan matanya. Ia berdesis kecil, "Don't you dare."
Setelah memberikan tatapan remeh, Karen berjalan meninggalkan Jane menuju mobil yang menunggu mereka sedari tadi. Mobil itu melesat melewati Jane yang masih membeku dengan pikiran yang berkecamuk.
Bagaimana ini? Konsernya akan menjadi konser terburuknya. Ia mungkin akan mendapatkan banyak simpati dan popularitasnya dengan kejadian bom. Tapi, apa itu sepadan dengan nyawa yang harus terenggut?
"Jane." Zach keluar dari tempatnya bersembunyi di balik pohon tempat mereka bertemu kemarin.
Jane menoleh, memandangi Zach yang menghampirinya dengan satu koper besar yang ia yakin berisi uang yang pria itu janjikan kemarin.
"Kau sudah datang? Tenang saja, kau tidak perlu khawatir mengeluarkan banyak uang karena aku telah menolak tawaran Scott," jelasnya pelan.
Sedikit Jane tahu, Zach sedari tadi menguping. Zach menunggunya sejak subuh hanya untuk menagih janji gadis itu untuk menyelamatkan konsernya dari teror bom. Dan pria itu mendengar semua percakapannya dengan Karen Scott.
"Apa kau baik-baik saja?"
Melihat wajah iba Zach membuat Jane sedikit heran. "Kenapa?"
"Aku mendengarkan semua pembicaraanmu dengan Karen Scott. Apa kau baik-baik saja?"
Tubuhnya menegang. Tentu saja Zach dengar semuanya dan mungkin juga bagaimana Karen Scott memandangnya rendah. Oh, ini sangat memalukan. Pria itu pasti berpikir hal yang sama dengan Karen.
"Yeah. Zach— namamu Zach, 'kan?" Saat Zach mengangguk, ia melanjutkan, "Zach, aku minta maaf karena aku tidak bisa memastikan keselamatan penonton. Aku mungkin akan membatalkan konsernya jika terlalu membahayakan."
Zach menunduk dalam. Ia tentu tak menyangka jika ia akan melihat Karen Scott dan keserakahannya pagi ini. Ia juga tidak menyangka jika sulit untuk melawan orang dengan kekuatan luar biasa sepertinya. Rasanya membunuh Karen Scott adalah satu-satunya cara untuk memutus rantai setan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
LITTLE CLICHÉ - Jung Jaehyun
Фанфик(Finished) - Bahasa Baku Saskatchewan, 1969. Dendam Scott begitu besar kala itu. Membunuh tanpa pandang bulu adalah salah satu rutinitasnya. Saskatchewan, 1981. Tanpa pernah sadar, dendam itu justru menumbuhkan dendam-dendam baru; layaknya bumeran...