𝑭𝒍𝒂𝒔𝒉𝒃𝒂𝒄𝒌☼︎

319 66 184
                                    

16 tahun yang lalu.

Tangis histeris memenuhi sebuah ruangan kecil, sang kepala keluarga terus berikan usapan pada punggung yang tak henti bergejolak, istrinya.

"Ikhlas, Sayang... Ikhlas..." Meski tak mengerti lagi bagaimana caranya ikhlas, tak ada yang bisa mereka lakukan selain ikhlas.

Tak bisa Diana ikhlas, sungguh tak bisa. Usaha warung kecilnya bersama sang suami yang baru menginjak tahun kedua dan sedang berada di masa naik daun, tiba-tiba saja hancur, lenyap, tak menyisakan apapun kecuali duka dan murka. Warung mereka kebarakan.

Meraung pilu Diana saat mengingat niat awal mereka membangun sebuah warung. Kian perih matanya saat isakannya tak lagi mengeluarkan tetesan air. Tiga jam sudah ia menangis tanpa henti. Menangisi segala usaha ia bersama suami yang terbakar, api-api kian berkobar, menelan segala usaha dan impian, luluh lantak menyatu bersama abu.

Sekejap saja bila tuhan sudah berkehendak.

Api-api kecil masih terus membara, tercenung Ledi menyaksikan semuanya. Usaha orang tuanya dipatahkan, maka kini ia harus berusaha sendiri. Terbakarlah tekad Ledi.

Tiga bulan berlalu sejak musibah kebakaran menimpa keluarga Ledi, dan tepat pada hari ini ijazah SMP miliknya dibagikan. Sore itu, ia tilik wajah Ari yang kelelahan sepulang bekerja ditempat konstruksi bangunan. Pahlawannya menjadi kuli. Ngilu hatinya, bulat sudah tekadnya. Ia hubungi sang paman yang bekerja di kota orang.

Selang beberapa waktu, atas proses meminta izin yang tak mudah diberikan, akhirnya Ledi resmi menjadi anak rantau.

Bulan pertama sangat berat bagi Ledi. Ia bekerja menjadi kuli panggul di pasar, sempat ia sakit sebab tak terbiasa bekerja. Bulan-bulan berikutnya ia berhasil beradaptasi. Pagi hingga sore Ledi mengais rezeki di pasar, malamnya ia menjelma menjadi waiters, berteman baik ia dengan para pekerja di restoran tempatnya bekerja. Termasuk Christin dan Lova. Yang Ledi tahu, Lova merupakan penduduk asli di kota tempatnya mengadu nasib, dengan latar belakang tak ada biaya, Lova putus sekolah saat kelas delapan. Menyambung hidup ia di restoran ini sejak satu tahun yang lalu.

Semua berjalan lancar, ia kirim gajinya pada Ari dan Diana melalui sang paman yang rutin pulang dua bulan sekali.

Tahun pertama berjalan dengan baik, atas izin Tuhan ia dapat bertahan dengan dua pekerjaan setiap hari. Diana dan Ari memanfaatkan jeri payah anak mereka dengan membeli kebun serta membuat peternakan kambing.

Semua berjalan dengan baik sampai tahun ke tiga, hingga genap Ledi berusia delapan belas tahun. Masa remajanya ia habiskan untuk bekerja.

Suatu pagi, saat sebagian besar manusia mulai keluar rumah guna melakukan aktivitas mereka masing-masing, turun hujan deras diiringi kilat serta angin kencang. Tiba-tiba sekali. Decakan sebal terus keluar dari lisan mereka, menghambat waktu saja.

Christin yang saat itu sedang dalam perjalan menuju tempat kerja juga melakukan hal yang sama, berteduh. Berteduhlah ia di sebuah pasar. Duduk di sebuah kursi yang dipinjamkan salah satu pedagang baik hati, menunggu hujan reda ia dalam kebosanan, tangannya memilin pelan liontin salib pada kalungnya. Ke kanan ke kiri. Kebiasaannya.

"Masih lama ini hujannya reda, Kak." Menoleh Christin pada sumber suara. Ledi dengan kaus basahnya, dengan keringat di dahinya, dengan nafas agak tak beraturannya, dengan kaki jenjangnya yang berbalut celana jeans selutut. Sangat memukau. Laki sekali.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Christin.

"Kerja, Kak."

Christin membuka matanya lebih lebar. "Kerja apa?"

Agak malu Ledi menyebutkan pekerjaannya di hadapan wanita unik serta menarik yang setengah tahun belakangan selalu mencuri minatnya. "Emm... kuli panggul."

I'm okay (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang