Tubuhnya menggeliat tak nyaman, kala udara dari pendingin ruangan itu terasa menusuk permukaan epidermisnya. Sepertinya tadi malam seseorang salah mengatur suhu alat pendingin tersebut.Pria itu mendudukkan dirinya, dengan mata yang masih terpejam erat. Ia mengusap wajah dan rambutnya berkali-kali dengan tangan kanannya, sebelum akhirnya netranya terbuka dan mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan. Ia sedikit heran dengan keadaannya saat ini, yakni tak sehelai pun kain yang menempel di tubuhnya.
Seingatnya, tadi malam ia menghabiskan waktu di bar bersama teman-temannya. Ia menenggak beberapa botol minuman beralkohol, dan tak mengingat apa-apa lagi setelah itu. Dia mulai berasumsi bahwa dirinya telah melewati malam panas dengan wanita di bar tersebut.
Tak masalah, asal sang istri tak tahu apa yang telah ia lakukan. Dia hanya perlu memberi alasan klasik bahwa dia menginap semalaman di rumah temannya.
Namun ia mulai menyadari sesuatu yang membuat alisnya tertaut karena heran. "Ini kamarku" batinnya. Jimin menoleh ke samping, menatap wanita yang tertidur membelakangi dirinya. Berbagai praduga menyerang kepalanya.
Apa mungkin dia membawa seorang wanita dari bar ke rumahnya dan menggempur wanita itu di sini? Seandainya benar, bagaimana dengan Rose? Apa wanita itu melihatnya?
Tangannya terulur menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh ramping wanita itu. Sama seperti dirinya, wanita itu tidak berbusana sama sekali. Jimin mengacak-acak rambutnya frustasi. Mustahil Rose tidak melihatnya membawa wanita ini ke rumah. Istrinya itu selalu siaga membukakan pintu untuknya.
Penasaran dengan siapa dia berhubungan intim semalam, secara perlahan ia mendekati wanita itu, lalu sedikit menarik bahu si wanita ke belakang. Namun begitu melihat cincin di jari wanita itu, Jimin kembali pada posisi awalnya. Ia terdiam sebentar, lalu bergumam, "Kau benar-benar Roseanne?" Setelah bergumam demikian ia kembali mendekati wanita itu, memastikan bahwa apa yang dia lihat sebelumnya tidak salah. Setelahnya ia membuang napas lega. Jimin kembali berbaring, sambil memeluk Rose dari belakang.
"Aku berhasil, manis" ujarnya pelan sembari menggesek-gesekan hidungnya di tengkuk Rose. Sesekali ia mengecup dan menghirup wangi tubuh wanita yang telah mutlak menjadi miliknya.
Kegiatan tersebut mengusik tidur Rose, wanita itu mulai menggeliatkan tubuhnya. Hingga akhirnya tanpa sadar ia telah menghadap sang suami yang kini tengah menatapnya.
Tangan Jimin bergerak mengusap punggung polos Rose, berpindah ke pinggang, perut, kemudian berakhir pada gunung kembar yang ia jamah habis-habisan semalam. Jimin mengusapnya lembut, tak berniat semakin mengusik ketenangan wanita itu.
Namun percuma. Sentuhan tersebut seakan menarik Rose secara paksa dari alam mimpi. Usapan penuh sensualitas tersebut membuatnya terbakar gairah, menginginkan sentuhan yang lebih dari suaminya. Rose membuka matanya perlahan, mencoba mencerna posisi dan keadaan mereka saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART SHIP [ON GOING]
FanfictionHanya raganya yang ikut berlabuh bersamaku, hatinya masih terjerat cinta di pelabuhan masa lalu