Kediaman Edzsel yang biasanya dijaga ketat oleh manusia-manusia berseragam hitam kini nampak lenggang. Karena sang tuan rumah memutuskan untuk menyapu bersih semua pegawai yang tidak setia kepadanya.
Mereka yang lebih setia terhadap aturan organisasi Jewish dikirim paksa kembali pada tanah kelahirannya. Rusia. Sedangkan beberapa orang yang lebih memilih diam di hari pernikahan Edzsel waktu itu akan dibiarkan tinggal.
Meskipun kenyataannya mereka juga tidak membela Edzsel ketika Renggana dibawa pergi, tapi setidaknya orang-orang itu tidak mengacungkan senjata pada Edzel. Sehingga tingkat loyalitasnya masih bisa diperbaiki.
"Nona sudah selesai mandi, Tuan." Vinka dengan penuh rasa hormat memberikan laporan kepada Edzsel yang terlihat sibuk mengurus beberapa dokumen di ruang kerjanya bersama Robert.
Pemuda itu kemudian menghentikan seluruh aktivitasnya karena harus bergegas menemui Renggana.
Dengan langkah cepat Edzsel menapaki setiap lantai menuju kamar pujaan hatinya, tapi langkah itu melambat ketika dia sudah berdiridekat dengan pintu kamar Renggana.
Secara perlahan Edzsel memasuki kamar itu lalu duduk bersila di atas lantai. Pada samping ranjang lebih tepatnya. Sedangkan Renggana sendiri terlelap nyaman di atas kasur mungil miliknya.
"Cepat sekali tidurnya kelinci kecilku."
Gerakan Edzsel begitu halus. Tidak ada bunyi. Tidak ada kerusuhan apapun, sehingga Renggana yang sudah tertidur pun tidak merasa terusik sama sekali.
"Cantiknya."
Dalam balutan piama yang terbuat dari sutra putih berenda, Renggana memang terlihat begitu cantik. Wajahnya yang benar-benar mencerminkan orang timur selalu bisa memukau Edzsel. Bahkan semenjak dulu.
Pandangan pria itu mulai turun pada kaki Renggana yang terbalut oleh perban. Dengan perlahan dielusnya lilitan perban itu hingga membuat tidur Renggana sedikit terusik. Matanya mengerjap perlahan. Mencoba menyesuaikan saturasi cahaya.
"Sshhhhh ... tidur lagi, Sayang." begitu yang Edzsel gumamkan ketika Renggana masih berada di antara mimpi dan kesadaran miliknya.
Gadis itu tidak menolak. Dia terbuai dalam belaian lembut yang Edzsel berikan pada surai hitamnya.
Tangan itu lalu berganti memainkan jari-jari kecil Renggana.
"Besok kita benar-benar akan menikah, Sayang."
"Euhh ..." Renggana kembali terlelap.
Dia sudah tidak bisa lagi mendengarkan suara Edzsel. Tapi pemuda itu terus saja melanjutkan narasinya. Berdialog dengan diri sendiri seolah Renggana sedang mendengarkan.
"Jewish- ayah dari ibuku, benar-benar menyebalkan ya, Sayang?"
"Dia menyelamatkan lagi tikus kecil itu. Membantunya lolos dariku." suara Edzsel semakin terdengar dingin.
"Padahal dia tahu kalau si sialan itu sudah menculikmu." belaian tangannya berpindah pada pipi halus Renggana.
"Menyakitimu juga ..." lalu tangan itu turun ke atas mata kaki. Tempat dimana Edzsel melihat rantai mengikat kesayangannya.
Sorot matanya kian redup. Dengan pandangan kosong Edzsel menatap wajah damai Renggana. Dia membisikkan semua keluh kesah pada telinga gadisnya yang sudah tertidur, "si tua bangka itu ... sepertinya gemar sekali- mengambil milikku."
Edzsel memberikan kecupan singkat pada puncak kepala Renggana. Lalu turun ke dahi. Dan berhenti ketika ia hendak menyentuh bibir gadis itu.
"Mengintip kamar seorang gadis adalah tindakan seorang pecundang. Bukan begitu--- Segrei?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Escape: Look At Me, Your Devil Angel
Mystery / Thriller"Merindukanku, sayang?" Suara itu. Senyuman iblis itu. Wajah yang tersenyum seolah tak berdosa yang pria itu tunjukkan membuat hati Renggana mendadak berubah menjadi remah roti yang siap hancur kapan saja. "Ba-bagaimana kau bisa ada disini?" "Itukah...