Galland berusaha membuka matanya. Cukup berat, sehingga dia memerlukan usaha yang cukup besar untuk mengangkat kedua kelopak mata itu. Samar-samar, dia melihat langit-langit kelabu dengan lampu padam yang menggantung. Galland masih belum mampu untuk menggerakkan bagian tubuhnya, tapi otaknya bisa bekerja dengan baik.
'Gue dimana?' gumamnya dalam hati.
Sekelebat bayangan dirinya terpental di jalan muncul dan kesadaran Galland seketika penuh. Entah kekuatan darimana, Galland mampu bangkit dari tidurnya dan duduk dengan tegak.
"Anjir, gue tadi kecelakaan!" pekik Galland.
Nginggg
Suara dengungan bergema di telinga Galland. Sepertinya, kondisi Galland benar-benar belum pulih. Galland menyanggah kepalanya yang terasa sangat berat.
'Huh?'
Aneh. Segera Galland memandang tangan yang tadi menyangga kepalanya. Kenapa tangan ini terasa sangat kecil dibanding miliknya? Galland juga menyadari bahwa kulitnya menjadi sedikit lebih putih dan cerah. Seketika dia merasa aneh saat seluruh sensasi tubuhnya menyatu. Ada yang salah dengan tubuhnya sekarang.
Kesadaran Galland kembali dan dia menyadari bahwa saat ini dia berada di tempat yang dia tidak ketahui. Galland berada dalam ruangan bernuansa serba abu-abu putih, di mana rak buku memenuhi seluruh tembok. Uh, bukan stylenya.
Harusnya, dia berada di rumah sakit, bukan? Galland ingat betapa menyakitkan benturan yang dia alami saat kecelakaan itu. Tapi, mengapa saat ini dia berada di tempat antah berantah?
Sekali lagi, Galland menyadari bahwa tubuh ini baik-baik saja. Tidak ada luka, memar ataupun hal lain yang terlihat jika mengalami kecelakaan. Galland mencoba berdiri dengan kedua kaki, yang Galland sendiri yakini bahwa kaki itu lebih mungil dari kakinya. Apa karena kecelakaan tubuhnya menciut?
Pantulan sosoknya terlihat jelas di sebuah cermin full-body. Laki-laki berwajah mungil yang chubby, mata bulat, dengan garis wajah yang lembut. Terlihat begitu feminim untuk sosok remaja laki-laki, tetapi iris mata yang tajam memberi kesan ketegasan dan kegagahan untuknya.
Wow, untuk kesekian kalinya, Galland terpesona. Rasa kagumnya tidak pernah berhenti pada wajah yang cantik sekaligus tampan milik teman sekelasnya ini...
Eh, apa?!
Galland terperanjat dan melompat ke belakang. Sosok di cermin itu juga melakukan hal yang sama. Detak jantungnya berdetak dengan cepat. Ini dia masih di alam mimpi? Atau halusinasi? Apa dia menjadi gila setelah kecelakaan itu?
Galland mencoba melangkah maju, sembari menggerakkan tangannya. Pantulan sosok di cermin merefleksikan apa yang Galland lakukan. Galland berdiri tegap. Matanya menyoroti sosok itu dari atas sampai bawah. Setengah dari dirinya menyadari, bahwa pantulan sosok di cermin itu adalah dirinya.
"YUKI!"
Ketukan pintu kencang, disusul dengan panggilan seorang gadis memecahkan lamunan Galland.
Yuki. Tidak salah lagi. Pantulan laki-laki di cermin itu dan panggilan gadis tadi merujuk padanya. Bukan, bukan Galland. Tapi pada pemilik tubuh ini. Tapi, dia bukan Yuki.
"YUKII!"
Panggilan itu semakin kencang, dan ketukan pintu semakin menyudutkannya. Galland terperanjat. Dia sangat panik.
"OH! God, apa saking sukanya sama Yuki ini, gue jadi berhalusinasi?" gerutu Galland. Tanpa dia sadari, badannya sendiri bergetar.
"YUKI!" Kali ini, suara gadis itu keluar dengan sedikit gertakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncovered Feeling [BxB]
Teen Fiction"Sumpah, gue belum mau mati. Gue masih muda, belum pernah ciuman, belum nikahin cewe gue. Please, Tuhan. Jangan ambil nyawa gue sekarang!"