Tentang Masa Lalu

6 3 0
                                    

15 Juli 2022

“Lo tadi gimana ceritanya?” Jamal bertanya.

Mereka sudah sampai di rumah Alit. Keadaan rumah sedang sepi saat mereka sampai tadi. Dika bekerja, sementara Babeh pasti sedang di tempat latihan.

“Enggak tahu. Tiba-tiba gue dicegat. Katanya gue nabrak anak kecil,” jelas Arfan. Ia berbaring di sofa panjang. Jamal dan Tito duduk di atas karpet, menghadap meja, berseberangan dengan sofa yang ditiduri oleh Arfan.

“Lo nabrak, terus kabur?” tanya Jamal dengan suara tinggi.

“Enggak, lah,” jawab Arfan tegas. “Gue enggak nabrak, tapi suruh ngaku. Ogah! Tiba-tiba gue dipukul. Gue lawan, lah.”

Jamal dan Tito mangut-mangut.

Irwan datang dari dapur dengan nampan berisi minuman dan camilan. Di susul Alit dengan kotak P3K.

“Nih, obat.”

Alit meletakkan kotak transparan di meja dan duduk di sofa single. Kemudian meraih gelas berembun berisi minuman berwarna kuning yang segera di teguknya.

“Obatin, elah.” Arfan bangkit dari berbaring.

“Manja! Kalo mau diobatin, tadi ke rumah sakit aja,” omel Alit. “Gini, kan, jadi repot.”

“Iya! Gue obatin sendiri.” Arfan membuka kotak P3K. “Kaca?” Arfan meminta cermin pada Alit untuk melihat bagian wajahnya yang terluka.

Alit menunjuk pada dinding dekat kamar mandi yang di dekat dapur. Cermin besar sengaja digantung di sana.

“Gue lemes kali, Lit, kalo mesti berdiri,” keluh Arfan.

Alit menghela napas panjang. Ia mendekat pada Arfan, meraih kapas yang sudah dilapisi cairan pembersih luka.

“Jadi, lo enggak kenal ama mereka?” tanya Irwan. Sedari tadi mereka sibuk dengan camilan ketika kedua teman mereka berdebat.

“Enggak.”

“Lo dikeroyok berapa orang ampe babak belur begini?” komentar Alit.

“Tiga.”

“Sampe begini?” Alit terheran. Begitu juga dengan ketiga temannya.

“Gue bawa Nadia kali,” bela Arfan. “Lagian, mereka kayak bukan preman pasar.” Lelaki itu menoleh, mengikuti arahan tangan Alit yang sedang mengobati lukanya.

“Maksud lo?” tanya Jamal.

“Bela diri mereka terlatih.”

“Kebetulan aja kali, mereka bisa bela diri.” Tito berkomentar.

“Bisa jadi,” sahut Arfan.

“Tapi lo bisa menang,” kata Irwan. Tito dan Jamal mengangguk.

“Ada Bang Roji.” Arfan mendesis karena Alit menekan luka di pelipisnya sedikit lebih keras.

“Dia langsung pergi?” tanya Jamal.

“Biasanya dia ngurusin lo.” Irwan bicara dengan nada meledek. Tito terkekeh.

“Sialan, lo!” Arfan berteriak, tetapi kemudian mendesis kesakitan.

Teman-teman Arfan menyengir. Mereka tahu siapa Roji. Karena sering mengikuti ke mana Arfan pergi. Tidak selalu. Hanya kadang-kadang seperti pengawal pribadi.

Saat baru mengetahui Arfan diikuti oleh Roji, mereka terkejut. Dan bertanya-tanya, siapa teman mereka ini, hingga perlu diikuti oleh pengawal? Setelah mendengar cerita dari Alit tentang Arfan yang jadi korban Bullying dan mengetahui siapa orang tua Arfan, mereka bisa memahami. Mereka juga terbiasa dengan Roji yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka.

Dulu, saat Alit kembali ke rumah sore hari, ia melihat siswa dengan seragam SMA dikeroyok oleh gerombolan siswa lain. Alit baru sebulan duduk di bangku SMA saat itu. Ia berjalan sendiri, karena hari itu tugasnya piket, jadi ia pulang lebih sore. Sedangkan dua temannya pulang berbeda aarah dengannya.

Alit yang melihat perkelahian satu lawan lima itu, tidak tinggal diam. Ia merasa itu tidak adil. Ia mendekat berniat membantu. Ternyata siswa yang dikeroyok itu adalah Arfan. Teman Alit yang pendiam dan penyendiri di kelas.

Alit segera menurunkan tas dari gendongannya. Ia ia menarik dan melayangkan pukulan pada salah satu siswa dengan seragam abu-abu.

“Siapa lo? Cewek enggak usah ikut campur!”

Siswa itu tidak terima, tetapi Alit tidak mendengarkan. Ia kembali melayangkan tinju dan tendangan. Saat itu, Arfan dan siswa yang lain mengetahui ada anggota baru dalam perkelahian mereka.

Baku hantam pun tidak terelakkan. Awalnya para siswa itu mengira akan mudah melawan seorang gadis, tetapi ternyata pukulan gadis itu lebih tajam dari pukulan Arfan. Gerakannya juga lincah, bisa menghindar dengan mudah dan memukul dengan tepat. Hingga membuat kelima siswa SMK dengan seragam abu-abu itu kewalahan. Mereka ingin berlari, tetapi merasa malu karena yang mereka lawan adalah seorang gadis.

“Alita!”

Saat mendengar teriakkan itu, kelima siswa itu memiliki alasan untuk melarikan diri. Mereka lari terbirit.

“Kamu enggak apa-apa?” Dika yang baru datang itu menghampiri bocah yang meringis memegang perut.

Arfan mengangguk.

Dika tidak perlu mengkhawatirkan adiknya. Alit pasti baik-baik saja jika melawan teman-teman sebaya mereka. Asal tidak dengan senjata tajam. Apalagi Dika melihat dengan jelas gadis itu tidak terluka.

“Lo apaan, sih, Dek, sampe berantem gitu! Kalo babeh tahu, pasti marah, nih,” omel Dika pada adiknya itu.

Alit yang sudah kembali mengendong tasnya, berjalan menghampiri Dika yang memegang lengan Arfan.

“Gue bantuin dia, Bang. Masak temen gue dikeroyok, gue diem aja!” Alit sewot. Gadis itu berjalan melewati Dika dan Arfan begitu saja.

“Mau ke mana? Ayo, pulang!” Dika berteriak melihat adiknya itu berjalan menjauh. Dika membantu bocah SMA yang katanya teman adiknya itu berjalan menuju mobilnya.

Alit tetap berjalan menjauh, ia meraih tas ransel yang tergeletak di pinggir jalan. Kemudian berjalan kembali menghampiri kakaknya yang sudah berdiri di samping mobil bersama Arfan.

“Kita anterin dia dulu, Bang.”

“Obatin dulu, Bego.” Dika menjentik jari di kening adiknya. “Siapa nama kamu?” tanya Dika pada bocah yang sesari tadi tidak bersuara.

“Arfan.”

“Ke rumah Abang dulu, ya? Kita obatin.” Dika meminta Arfan masuk ke dalam mobil. Arfan hanya menurut, masuk dan duduk di bangku belakang. Tas ranselnya sudah ada di sana. Alit yang meletakkannya tadi. Sekarang gadis itu sudah duduk di kursi depan, samping kursi kemudi.

Mereka pulang ke rumah Alit yang tidak jauh dari sekolah. Biasanya Alit memilih berjalan kaki atau naik ojek. Kadang juga diantar oleh Dika.

Tadi juga Dika sedang dalam perjalanan pulang dari kampus, ia ingat adiknya pulang sore, jadi memutuskan untuk lewat depan sekolah adiknya itu. Siapa sangka, ia menemukan adiknya sedang berkelahi dengan siswa lain.

 
Bersambung...
____________________
Naskah lain di Olimpus Match Battle
1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai
 

CRUSH : Be There for You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang