Voornoemd🧁

785 59 8
                                    

BAB SATU :
THE HERINNERING

Siapa sangka kali pertama Winter jatuh hati malah pada Kayeena?

Iya, Kayeena Mauvishard. Manusia mana yang tidak terpana akan segala-galanya tentang Kayeena? Tapi Winter cukup berbeda. Butuh waktu genap satu tahun dua bulan untuk Kayeena dapat buat dara Cerelia itu tenggelam dalam pesonanya. Seperti yang diketahui, memang benci yang berkuasa sejak awal Winter tahu pasal Kayeena, bukan begitu? Banyak hal yang perlu dipastikan oleh Winter untuk yakinkan diri serta sinkronkan otak dan hati dalam urusan ini. Kayeena bukan yang main-main dalam memikatnya, meski dalam pikir Winter sengaja seorang Kayeena untuk kelabuhi sang lawan.

Malam itu, kala benderang bulan terangi seluruh sisi Amsterdam pun dua gadis yang duduk berhadapan-- Winter dan Raina. Banyak Raina bertanya perihal hatinya yang tiba-tiba tergerak untuk rasa lebih cintai gadis seusia Kayeena, yang adalah sahabat Kayeena pula. Dengan seonggok selimut menghalangi angin malam menusuk diri, juga dua gelas teh panas dan beberapa snack tersebar. Seraya kunyah sebuah biskuit, Winter kerutkan dahi saat dengan pertanyaan Raina yang seolah ragukan dirinya. Sebenarnya sejak awal sahabatnya itu ajak ia menginap sudah sangat mencurigakan, apalagi tidak dengan yang lain.

"Aku tahu rasanya, Raina! Jangan buat dirimu rumit, sebenarnya apa yang 'kau maksud? 'Kau sedang jatuh cinta?"

Pertanyaan Winter disayangkan tidak terjawab, Raina pamit untuk ke kamar mandi tanpa jelaskan lebih lanjut pada Winter. Namun seperkian detik setelah beranjaknya Raina, ia termenung sadar bahwa dirinya pun sama-- masih enggan tentukan kebenaran. Bahkan ungkapan kebencian baik darinya sendiri maupun dari Kayeena tidak mampu tahan rasanya. Kali ini, Winter pikir lebih baik diam dulu dari yang lain, atau kecuali Raina?

Beralih pada gadis bersurai cokelat sebahu, Raina Clare. Winter masih menduga-duga ada apa dengan sahabatnya. Jatuh cinta? Oh, rasanya mustahil. Meski Raina lah yang paling bijak tanggapi urusan cinta sahabat lainnya, tapi justru Raina sendiri belum pernah pijakkan diri dalam jerumusan hati. Kawan mana yang tidak heran saat tiba-tiba sekawanannya yang lain tanyakan hal aneh? Seperti ini, "Bagaimana rasanya jatuh cinta?" juga "Apakah yang buat bahagia adalah yang kita cintai?" dan "Menurutmu, bagaimana ciri-ciri orang jatuh cinta? Apakah sepertiku?"

"Jawab dengan jujur, apakah aneh jika aku menaruh hati pada Kayeena?"

Winter berbalik dengan tiba-tiba, kejutkan Raina yang baru saja kembali dari kamar mandi. Gadis itu ikut terdiam sejenak sebelum berikan gelengan tegas. "'Kau sudah dengannya selama satu tahun, dan lebih. Perlakuan kalian berdua terhadap satu sama lain-- sejak beberapa bulan yang lalu membuatku curiga. Untung aneh atau tidak, tentu saja tidak, Winter. Mungkin jika untuk berhubungan lebih dari sekedar kakak beradik atau selayaknya teman, Uncle Francis jelas akan menentang, bukan? Tapi jika dilihat dari realita yang ada, kalian hanya saudari tiri. Menurutku itu hal biasa, sudah banyak kasus seperti ini terjadi. Tapi pertanyaanku, apa 'kau belum bisa menentukan kejelasan perasaanmu?"

Diam. Winter diam. Pertanyaan Raina dibenarkan dalam hati olehnya, kenapa sahabatnya yang satu ini selalu berhasil tebak semua hal pada dirinya? Okay, Winter akui ia kalah lagi dari Raina. "It will feel strange if we have more relationships!" Winter sisipkan opini ketidak mungkinan untuk halau kebenaran, egonya terlalu tinggi untuk direndahkan kembali. Raina berdecak malas, lantas untuk apa Winter bertanya? Raina hanya berikan jawaban untuk kali ini, tidak ingin Winter bertindak lebih dulu. "Untuk saat ini, maybe it can be a little acting. Terlalu sulit untukku akui segalanya."

"It's up to you. Kalau 'kau ingin seperti itu, maka lakukan saja. Perihal rasa dan hatimu, hanya 'kau yang bisa tentukan langkah selanjutnya."

Sepulang ia dari kediaman Raina, nampak Kayeena bersedekap lengan di dadanya, terduduk pada sofa yang berada di ruang tengah. Seluruh persendiannya seolah luruh karena rasa malas menyerang, kenapa harus bertemu Kayeena disaat-saat seperti itu dan justru situasi tidak memihaknya? Winter berteriak dalam hati dan bertanya-tanya, apa yang harus ia lakukan sekarang? Menyapa? Tidak, kemustahilan apalagi itu? Duduk berhadapan? Segalanya akan hancur jika itu terjadi. Atau-- mungkin?

Ballerina [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang