Elenea turut mendorong motor jadul milik seorang Galen, menjalankan kendaraan besi itu dengan cara manual. Peluh di keningnya itu mulai membanjiri wajah. Namun, tekadnya untuk membantu cowok yang kini memegang kendali setir itu tidak goyah. Ia tetap dengan setia membantu Galen yang kini tengah celingukan mencari bengkel di sekitar sana.
Galen lantas memperhentikan langkahnya, menoleh ke arah belakang. Dirinya menatap Elenea dengan rambut yang sudah acak kadut, wajahnya juga tampak kusam, tetapi tetap saja terlihat cantik. Ditambah kini cewek dengan polesan wajah yang kian luntur itu terlihat payah.
"El, berhenti dulu. Gue gak tau sampai kapan bakal dorong motor ini," ucap Galen yang kini memarkirkan motornya di tepi trotoar yang sepi kendaraan.
"Iya, gak papa. Maaf gue gak bisa bantu banyak." Elenea segera mendudukkan diri di pinggiran trotoar, menyelonjorkan kakinya yang terasa pegal-pegal itu.
Galen mulai menelusuri pandangan, mencari sebuah bangunan yang sedari belum ia temui setelah berjalan sekitar tiga kilometer. Dirinya langsung beranjak berjalan, mendekati seseorang yang kini berdiri di depan warung lele tepat di belakangnya itu.
"Permisi, Mas. Kalau mushola atau masjid sekitar sini ada nggak?" tanya Galen dengan sopan.
Sontak seorang laki-laki itu menunjuk lurus ke arah kanan, berkecumik sambil menghitung beberapa gedung yang akan terlewati di sana.
"Mas lurus saja nanti sekitar delapan gedung tepat di belakangnya ada mushola," jawabnya dengan gamblang.
Lantas Galen langsung menganggukkan kepalanya, tak lupa juga ia mengucapkan terimakasih seraya menangkupkan kedua tangannya sejajar dengan dada. Ia langsung berjalan menghampiri cewek yang kini memijat pelipisnya. Menatap Elenea yang kini mendongak, melempar pandangan kepadanya.
"Eh, gimana?" tanya Elenea cepat, ia langsung beranjak berdiri.
"Ke Mushola dulu, yuk. Sekalian istirahat di sana," ajak Galen.
Kedua tangannya langsung memegang kendali motor vespanya seraya menengok ke belakang, memastikan bahwa cewek dengan wajah yang hampir pucat itu tidak menyentuh motor vespanya itu.
Hampir saja Elenea terhempas ke aspal akibat motor vespa itu telah dikendalikan oleh sang pemilik, untung saja ia pandai mengimbanginya. Lantas dirinya langsung menatap tajam sosok cowok yang kini sedang cengengesan di hadapannya.
"Sorry, gue gak mau lo ikut dorong motor tua ini." Galen menampakkan giginya yang gingsul sebelah kirinya.
"Ya, tapi jangan main tarik aja. Kalau gue babras, atau ada yang luka lo mau tanggung jawab!" sentak Elenea dengan amarah dalam benaknya.
Namun, cowok di hadapannya itu justru tersenyum lebar. Entah apa yang membuatnya bertingkah demikian, bukannya berasa bersalah bahkan dirinya kini hanya menertawakan kekesalan cewek yang mencak-mencak di hadapannya itu.
"Apa sih yang gak buat lo. Tanggung jawab karena lo udah suka sama gue aja, gue sanggup, kok. Beritahu gue ya kalau lo udah mulai suka gue."
Elenea melangkahkan kakinya ke depan terlebih dahulu tanpa menanggapi ocehan Galen, ia meninggalkan seorang Galen yang masih dalam kegembiraannya sebelum detik selanjutnya lenyap. Langkahnya tidak lebih cepat dari biasanya, tetapi jaraknya dengan Galen cukup jauh. Ya, mungkin cowok berkaos hitam itu sedang mendorong beban berat tanpa bantuan di sana.
Rasain, kan lo. Dasar banyak gaya, batinnya.
Menit selanjutnya kakinya tersangkut kakinya sendiri, kini tubuh Elenea bersentuhan dengan aspal dengan kasar. Dirinya meringis sambil memegangi dengkulnya, nafasnya mulai memburu ketika cowok dengan hembusan nafas kasar itu berdiri tepat di belakangnya. Tentu banyak kendaraan yang berlalu lalang di sana, untung saja keduanya berada dalam garis putih yang seharusnya untuk sepeda ontel itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN KALENDRA (COMPLETED)✓
Fiksi RemajaTentang Galen Kalendra, cowok berusia enam belas tahun mantan anak jalanan yang nasibnya berubah 180° setelah menjadi anak angkat tunggal dari keluarga kaya raya. Kehidupan barunya mempertemukannya dengan cewek yatim-piatu bernama Elenea. Elenea Sya...