BAB 29 - Ancaman

205 26 0
                                    

Sesampainya di danau keluarga Saad. Mereka disambut oleh Mbok Ratih yang sudah menyiapkan sarapan untuk mereka. Pelukan Aghnia menghambur di tubuh gempal wanita itu.

"Mbok sudah menyiapkan sarapan. Tadi malam pasti kalian semua tidak cukup makan kan?"

Semuanya menyetujui dan sarapan bersama. Setelah sarapan itu usai Aghnia angkat bicara, "Ada yang harus aku katakan kepada kalian semua."

Anggota Merpati Putih itu berada di meja yang sama sementar dua saudara Abrata yang ingin tahu itu menguping di belakang mereka.

"Semalam, datang dua orang pria melamar adikku. Mereka adalah orang-orang hebat dan mempunyai nama baik yang harus dijaga. Organisasi ini, dan segala rupa misinya membuat aku dengan berat hati harus meninggalkannya." Aghnia menarik napas. Nyai Sri mendengar dengan teliti. "Ada nama keluarga dan perasaan yang harus aku jaga. Jika aku terus berada di Merpati Putih, itu akan menyulitkan adikku. Aku tidak ingin menyulitkannya lagi."

Ditatapnya satu persatu wanita yang ada di meja bundar itu. Aghnia menggenggam jemari dingin Nyai Sri dan berucap dengan lembut, "Pembebesanmu adalah misi terakhirku. Terima kasih atas segala pelajaran yang kamu berikan kepadaku. Aku berhenti sampai di sini, maafkan aku."

Nyai Sri membalas genggaman tangan Aghnia dan tersenyum lembut, "Terima kasih banyak Aghnia. Aku tahu kamu adalah kakak terbaik. Merpati Putih, selalu terbuka untukmu."

"Aku juga," ucap Gadis yang kemudian membuat semua orang memustakan perhatian kepadanya. "A-aku... mengapa aku ikut dalam misi ini. Itu karena aku pasti akan merindukan kalian, aku akan di asingkan ke Nagrog." Tangis Gadis pecah dan membuat semuanya terkejut akan berita itu. "Romo mengasingkan aku, karena aku akan dipingit."

Nyai Sri Lankat memeluk Gadis dengan hangat diusapnya pucuk kepala perempuan itu dengan sagang. "Raden Ajeng, tidak perlu bersedih. Romo mu melakukan itu demi kelangsungan hidupmu."

"Tapi aku belum ingin menikah, Nyai."

"Iya, aku tahu."

"Apa tidak ada larangan bagi putri keraton untuk memilih jalan hidupnya sendiri?"

"Sst... Raden Ajeng. Putri Keraton dan bangsawan lain itu tidak sama. Untuk adat mu akan susah jika kita bawa ke pemerintahan karena sudah dilakukan turun temurun dari keluarga. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Raden Ajeng dengarkan aku, apapun pilihan Romo mu, itu yang terbaik. Jadilah istri berbakti kepada suami, lembut dan jangan bertutur kasar. Pria itu pasti pria baik, jika dia bermain tangan. Baru, Raden Ajeng boleh adukan dan tinggalkan pria itu."

"Tetapi, aku tahu, pria keraton mana yang sejahat itu kepada wanita ayu nan sabar ini?" Gadis memeluk Nyai Sri lebih erat dan Aghnia terharu melihatnya.

"Aku ingin meminta maaf, Nyai. Sebelumnya, misi ini adalah rencana yang paling aku sukai. Aku belum pernah menggunakan pembesar payudara sebelumnya. Dan aku sangat bahagia karena dapat menyelesaikan dengan baik.  Beberapa waktu lalu aku dilamar oleh seorang pedagang dari Eropa. Dan kami akan menikah di Belanda bulan depan." Ivana menjelaskan maksudnya dan relasi teman-temannya adalah yang terbaik.

"Selamat Ivana!"

"Kamu menikah?" tanya Nona Marlina tidak percaya.

"Aku pikir kita semua tidak ada yang menikah," desah Sartika pelan.

"Nona Sartika," tegur Nyai Sri kepada wanita keriting itu. "Nasib tidak ada yang tahu."

Mereka semua tertawa. Namun Sartika dengan tegas berkata sembari menggenggam tangannya sendiri, "Aku akan tetap di sini, Nyai Sri. Aku akan menjadi tangan kananmu sampai kapanpun itu."

Nyai Sri tersenyum lembut dan mengelus pundak Sartika. "Marlina?" panggil Nyai Sri kepada perempuan berambut ikal tersebut. Wajah bulatnya dengan mata kecil di bawahnya terdapat tahi lalat itu mengangkat alisnya.

Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang