drttttt!!....drtttttt!!...drttttt!!!
"wa ada yang nelfon!"
Teriak Radit dari pinggir lapangan kepada seseorang yang dari tadi sibuk bermain basket.
"siapa?" tanyanya.
"biasalah, si bulan." jawab Radit.
laki-laki berpawakan tinggi berkulit putih itu berjalan menghampiri kawannya.
ia mengambil ponsel yang masih bergetar menampilkan nama "BULAN PURNAMA" dilayar panggilan.
"halo?" ucap Sadewa.
tak ada suara
"halo lan?" ulangnya lagi namun masih belum mendapat jawaban. Radit memandang Sadewa seolah bertanya ada apa, namun ia mengangkat bahunya lantaran belim mendapat jawaban.
"kalau lo ga ngomong gue matiin ni, gue lagi latihan." sambung Sadewa lagi.
"hiks...hiks..."
suara isakan tangis dari sebrang telefon membuat raut wajah Sadewa seketika berubah.
"lan lo nangis?"
"lo dimana sekarang?" tanya Sadewa dengan cemas.
"hiks...hiks..."
"jawab bego, lo dimana sekarang?!"
"kok ngegas, ditaman deket kompleks." jwb Bulan masih dengan isak tangis.
"yaudah tungguin gue kesana tahun depan."
"SADEWA!!"
"iya sekarang. jangan kemana-mana." bisa-bisanya Sadewa masih bergurau.
setelah memutuskan panggilan Sadewa berpamitan kepada Radit dan temannya yang lain untuk pulang terlebih dahulu, yah kejadian seperti ini suda sering terjadi jika ada sesuatu yang menyangkut gadis bernama Bulan pasti Sadewa langsung bergegas pergi.Setelah berlari kesana kemari, akhirnya yang ia cari ketemu juga. Sadewa menggelengkan kepala melihat sosok gadis yang ia cari tengah mengantri cilok dipinggir taman, padahal lima belas menit yang lalu masih menangis sesegukan ditelfon.
Sadewa berjalan menghampiri gadis itu.
"yaelah disini ni bocah, gue cariin tau!"
gadis berambut sebahu itu tersenyum memperlihatkan deretan giginya.
"ya maap, mau nggak?" tawarnya.
"yaudah sekalian."Sadewa heran melihat gadis disampingnya, apakah benar gadis ini sama dengan gadis yang menelfonnya sambil menangis tadi, pasalnya gadis ini memaka cilok seperti belum makan satu minggu.
"jadi lo nangis kenapa?" tanya Sadewa membuat Bulan menghentikan makannya dah raut wajahnya berubah sendu. Matanya mulai berkaca-kaca membuat Sadewa menghembuskan nafas heran.
"gue putus." jawabnya lirih.
"ya baguslah." balas Sadewa.
plakk!!
"sialan, sakit anjir!!" rintihnya.
"ngomong apa lo barusan!"
"ya baguslah kalau lo putus, dari pada tiap hari lo galau terus gara-gara si Bima Sakti." balas Sadewa masih mengusap tanggannya yang terkena gamparan, sialan sakit juga ternyata.
"ya tapi gue ga mau putus."
Sadewa heran kenapa cewek itu tolol kalau sudah jatuh cinta, padahal kan cowok hanya modal ngomong manis aja, tapi kenapa cewek gampang sekali percaya.
"BULAN PURNAMA buka mata lo! si bima itu cuman mainin lo, hera gue udah sering diselingkuhin masih aja demen." ucap Sadewa gemas dengan teman kecilnya itu.
"ya tapi kan dia baik, ganteng, kapten bola juga, populer lagi."
tukan, udah jelek aja masih dibaik-baikin.
Sadewa memutar bola matanya kesal. "suka boleh tolol jangan! punya otak dipake dikit." ucapnya sambil menonyor kepala gadis disampingnya.
"terus gue harus gimana."
"salto sana."
gamparan kembali mendarat dilengan Sadewa.
"sialan lo!"
yah mungkin ini saatnya Bulan harus mengakhiri hubungan toxicnya, ia tak bisa terus menerus memafkan kesalahan si mantan pcrnya itu, baru pacaran aja sudah sering selingkuh apalagi kalau sudah menikah, hiii amit-amit.
sepertinya ia memang haru belajar mengiklaskan sesuatu yang memang bukan untuknya.
demi kebaikannya dan juga hatinya.
karna sejatinya dalam suatu hubungan harus sama-sama berjuang, bukan hanya satu pihak. itu akan membuat kita capek sendiri nantinya.Haiii guys.....
selamat membaca ✨