BAB XXII Perbukitan Anila

17 8 9
                                    

Di antara teriknya mentari, sekelompok orang dengan pakaian serba hitam berdiri di bawah sebuah pohon besar. Mereka menatap perbukitan yang ada di hadapannya dengan sebuah peta yang terbuka lebar.

Tidak ada jalan yang mengarah pada perbukitan itu, bahkan jalan setapak sekalipun. Hanya ada hamparan rumput hijau yang bergoyang tertiup angin. Pepohonan yang pada padang rumput itu juga dapat dihitung jumlahnya.

"Kita sudah dekat."

Lelaki bertudung itu lantas melangkahkan kakinya. Ettan seperti membuka jalan, memimpin melintasi rerumputan hijau.

Setelah cukup lama berjalan, permukaan yang mereka lalui mulai menanjak. Dengan alat seadanya mereka mulai mendaki perbukitan yang cukup tinggi itu. Keringat terlihat bercucuran membasahi wajah mereka.

"Wahhh... Aku tidak pernah melihat pemandangan yang seindah ini." Gyan terpana menatap pemandangan yang ada di hadapannya dengan senyuman yang terus mengembang.

Perbukitan itu melingkar mengelilingi hamparan bunga yang bermekaran. Meskipun jarang ditemukan pohon pada bukit tersebut, namun perbukitan itu tetap terlihat asri dengan rerumputan hijaunya. Langit yang begitu cerah juga menambah kecantikan pada perbukitan itu.

"Nanda, kau harus menyimpan tempat ini dalam ingatanmu. Jadi, saat kita kembali kau bisa melukisnya untukku," celetuk Orion.

Kavita tersenyum remeh mendengar ucapan rekannya itu. "Hei! Nanda selalu ingat apa yang dilihatnya. Dia tidak sepertimu yang selalu melupakan segala hal," timpal Kavita.

Semua rekannya pun tertawa mendengar ucapan Kavita. Sementara itu, Orion hanya menatap dengan wajah masamnya.

Ettan yang sempat berpaling kini kembali menatap peta yang digenggamnya. Suara tawa yang belum berakhir tidak dapat mengganggu fokus lelaki itu. Ia tampak kebingungan saat mencocokkan peta dan pemandangan di depannya.

Zeev yang menyadari kebingungan Ettan lantas berjalan mendekatinya. "Ada apa? Kenapa kau terlihat bingung?" tanya Zeev penasaran.

Ettan terdiam menatap Zeev. Ia terlihat ragu untuk membicarakannya dengan Zeev. Namun, tidak berapa lama ia mulai mendekat.

Ettan memperlihatkan peta itu pada Zeev. "Aku tidak menemukan altar ini di sini," ujar Ettan seraya menunjukkan posisi altar pada peta.

"Aku khawatir kita salah perbukitan, karena ada dua perbukitan di wilayah ini," jelas Ettan.

Zeev tampak berpikir. Lelaki itu menatap perbukitan di hadapannya lalu mencocokkannya dengan peta yang dipegang Ettan, "Tapi, gambar ini begitu mirip. Kurasa kita harus memeriksanya sebelum pergi." Ettan terdiam menatap lelaki itu.

"Kita harus memastikan altar itu tidak ada di sini sebelum pergi ke tempat lain," jelas Zeev.

Rekan-rekan Ettan perlahan mendekatinya. Mereka penasaran dengan pembicaraan serius yang terjadi di antara sang ketua dan pangeran Kerajaan Reswara itu.

"Ada apa?" tanya Kavita dengan tatapan curiga pada Zeev.

Kavita terlihat jelas tidak menyukai keberadaan Zeev. Tatapan gadis itu seakan mengatakan bahwa Zeev adalah ancaman baginya. Bahkan Kavita pernah mengatakan secara langsung ke tidak sukaannya kepada Zeev, meski begitu Zeev seakan tidak mendengar perkataan Kavita. Perkataan sang gadis seakan tidak mempengaruhi dirinya.

"Tidak ada, kita harus turun," jawab Ettan singkat.

Ettan melangkah pergi begitu saja, meninggalkan Kavita yang masih menatap Zeev dengan penuh curiga. Bahkan setelah rekannya berjalan Kavita masih menatap tajam lelaki itu, seolah menunggu sang pemuda mengakui kejahatannya.

ARKARA, Kembalinya Sang KesatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang