___________
Terkesan sedikit rumit, perjalanan mengenali kisah hidup sendiri. Di mana tinggal di rumah yang sepi, seorang diri, tapi tak lebih mengerikan seperti simulasi alam kubur. Hal itu aku rasakan sebelum tinggal bersama bibi kembali di pantinya yang pernah aku tinggalkan selama empat tahun lalu.
Memang sedari kecil aku tinggal di sana bersama teman-teman yang lain karena ibu dan ayahku sudah lebih dulu diambil nyawanya oleh Allah setelah tiga puluh menit aku dilahirkan bersamaan dengan gempa dahsyat yang terjadi dua puluh dua tahun lalu. Semenjak itulah aku dirawat oleh bibi, hingga di umur delapan belas aku merantau karena mendapat beasiswa kuliah di luar kota.
Setelah hampir empat tahun akhirnya aku kembali ke rumah bibi. Namun, berat rasanya jika aku terus merepotkannya di umurku yang sekarang. Untuk bisa bertahan hidup, dewasa saja tidak cukup. Maka dari itu, sejak kuliah aku memutuskan bekerja menjadi freelance photographer dan bergabung bersama komunitas sesama penggiat fotografer, sampai mendapat beasiswa sekolah fotografer di salah satu lembaga.
Kata siapa dengan pekerjaan saja bisa bertahan hidup? Menjalin hubungan dengan orang lain pun ternyata perlu agar tetap bisa menghirup oksigen di planet ketiga ini. Contohnya, network dalam pekerjaan.
"Sya, lo kan udah berpengalaman banget jadi fotografer. Kebetulan perusahaan studio di tempat gue kerja lagi kekurangan fotografer. Nah, gimana kalau lo kerja di perusahaan gue?" Semenjak ditawari pekerjaan itulah, aku semakin memperluas jejaring pertemananku. Bertemu klien, berbincang tentang dunia fotografi, bahkan videografi. Meskipun aku termasuk kaum yang irit berbicara, tapi ketika sudah membahas topik per-editing-an serasa aku bukan orang yang introver lagi.
Namun, tingginya jabatan seseorang tak menjamin seseorang itu akan menikmati pekerjaannya. Seperti aku sekarang ini yang baru enam bulan bekerja sebagai fotografer yang progresnya dibilang standar tapi sudah diangkat menjadi orang penting di divisiku. Itupun karena hal yang kubilang biasa saja. Penampilan.
"Tempatkan dia dibagian penting produksi. Kuanggap dia lebih ahli dibidang itu daripada harus jalan, lari, gerak-gerakin kamera sedangkan jubahnya membatasinya." Perkataan yang sempat kudengar dari ruangan manajer. Dan jubah yang dimaksud adalah pakaian yang kukenakan sehari-hari ini ia anggap sebagai penghalangku dalam bekerja? Salah besar.
Seseorang yang mengatakan pernyataan itulah yang memindahkanku untuk tidak bekerja lagi di luar ruangan.
Dan dari situlah, nama Raffasya Rahsya Asy-Syauqi mulai tak asing lagi setelah aku dialih tugaskan, yang mana dulu hanya mendengar nama tersebut dari rekan dan hanya melihat namanya di bagian bawah surat penting perusahaan. Sekarang, dari tampangnya pun sudah terlihat sifatnya.
Dan berjejaring dengannya dalam hidupku membuatku berpikir, dosa besar apa yang pernah kulakukan hingga membuatku berada pada satu tali ikatan dengannya.
***
Bismillah, semoga SYA bisa ditulis sampai tamat. Selamat membaca.
Sebaik-baiknya bacaan adalah Al-Quran
KAMU SEDANG MEMBACA
SYA
SpiritualBerjejaring dengannya dalam hidupku membuatku berpikir, dosa besar apa yang pernah kulakukan hingga membuatku berada dalam satu ikatan dengannya. Begitu perkataan Ayyasya Fatikha setelah bertemu dengan seorang Raffasya Rahsya Asy-Syauqi. "Jangan per...