Date ala Langit.

272 48 1
                                    


"Kita mau kemana sih?"

"Liat aja nanti."

Jingga merapatkan jaketnya. Langit membawanya entah kemana, yang jelas jauh dari kota karena kini mereka mulai memasuki hutan denegan jalan yang sepi dan hanya ada beberapa lampu jalan yang menerangi.

Dinginnya angin malam terasa menusuk ke dalam tulang, hingga pipi dan hidung Jingga ngilu. Wajahnya ia dekatkan pada pundak Langit, lalu tiba tiba mengusakkan ujung hidungnya pada leher Langit membuat sang empu terkekeh geli.

"Nah udah sampe, ayo turun."

Langit menghentikan motornya di sebuah hamparan rumput yang luas, di depan sana ada sebuah danau yang disekelilingnya ditanami pohon dengan jarak yang sama. Bunga bunga pun terlihat tumbuh dengan apik di rerumputannya.

"Ini dimana?"

"Danau rahasia."

Jingga memiringkan kepalanya, dan mengangkat sebelah alisnya tanda bingung. Langit tertawa kecil, ia segera menarik Jingga untuk mendekati pinggiran danau.

Langit mengeluarkan sebuah kain dari dalam tas yang dibawanya, ia menggelarnya di bagian rumput yang tak tinggi dan menyerahkan sekotak susu pada Jingga.

"Mau piknik?" Tanya Jingga masih dengan rasa bingungnya.

"Udah sini duduk, nanti kita liat sesuatu yang cantik."

Jingga menurut, ia mendudukkan tubuhnya tepat di sebelah Langit yang tengah meminum sekaleng cola di tangannya. "Loh kok punya lo cola sih? Kenapa gue dapet susu?"

Langit menyudahi acara meminum sekaleng colanya, ia menatap Jingga sembari tersenyum lebar, lalu tertawa tak jelas.

"Soalnya lo manis."

Jingga balas menatap Langit jengah, ia berpura pura muntah saat mendengar perkataan cringe dari Langit.

"Gak jelas."

"Tapi pipi lo merah tuh."

Jingga melebarkan matanya, ia segera menutupi kedua pipinya dengan telapak tangannya. "Salah lo bawa gue kesini, mana dingin lagi, ya merah lah pipi gue!" ujarnya ketus

Langit kembali tertawa kencang menarik kedua tangan Jingga yang masih menutupi pipinya. Sementara Jingga berusaha mati matian menutupi wajahnya agar tak dilihat oleh Langit.

"Iya deh sorry, liat sini dong. Ngapain ngeliatin pohon sih? Orang cakepan gue juga."

"Dih pede lo."

Langit terkekeh mendengar jawaban ketus dari Jingga. Lalu tiba tiba ia menarik Jingga ke dalam pelukannya dan menjatuhkan tubuh keduanya di atas kain yang telah digelarnya.

Dan tentu saja Jingga terkejut, apalagi posisi keduanya yang cukup aneh karena kini Jingga berada tepat diatas tubuh Langit dengan pipi yang menempel pada dada bidang Langit.

"Anjir, lo ngapain sih, minggir."

"Gak mau, kaya gini aja dulu."

Akhirnya Jingga mengalah, membiarkan kedua lengan Langit memeluk tubuhnya dengan erat, karena sejujurnya Jingga pun nyaman. Pelukan Langit selalu terasa hangat baginya.

Setelah beberapa menit bertahan dengan posisi itu, Langit melepas terlebih dahulu pelukannya. Ia mengganti posisi menjadi Jingga yang berada di sampingnya lalu kepalanya ia taruh pada salah satu lengannya sebagai bantalan.

Tiba tiba Langit mengeluarkan handphone dari sakunya, ia sibuk mengutak atik handphonenya dengan susah payah karena satu tangannya masih dijadikan bantalan kepala Jingga.

Langit dan Sinar Jingganya [Hajeongwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang